Satu Data Kependudukan, Integrasi Data & Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh SH,MH
Guru Besar Sejak Tahun 2004. Saat ini adalah Dirjen Dukcapil Kemdagri. Pernah menjadi Karo Hukum dan Staf Ahli Bidang Hukum Politik dan HAM Kemdagri. Pernah menjabat sebagai PJ Gub Gorontalo tahun 2016-2017. Hobby Karate dan Bonsai. Ketua Umum Korpri
Konten dari Pengguna
25 April 2022 6:04 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh SH,MH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
OLEH: PROF DR ZUDAN ARIF FAKRULLOH, SH,MH
Ilustrasi KTP. Foto: Shutterstock
Pekan ini muncul berbagai pendapat dari para pengamat di berbagai media terkait dengan rencana Kementerian Dalam Negeri akan menerapkan Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk akses verifikasi data berbasis pemanfaatan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pendapat para pengamat beragama, mulai dari yang akan membantu memperkuat Dukcapil agar tidak perlu memungut PNBP, ada yang menyoroti dari sisi perlindungan data berdasar RUU PDP, ada pula pengamat yang belum paham dengan mekanisme hak akses verifikasi data sehingga berpendapat PNBP adalah menjual data dan ada pula yang karena ketidakpahaman berpendapat bahwa pungutan kepada masyarakat ini akan merugikan perseorangan padahal PNBP akses verifikasi NIK ini ditujukan untuk Lembaga atau badan hukum Indonesia.
ADVERTISEMENT
PNBP merupakan penerimaan resmi negara yang berasal dari pungutan yang dikenakan kepada badan hukum atau perseorangan yang mendapatkan jasa secara langsung maupun secara tidak langsung dari negara.
Dasar Hukum Akses Pemanfaatan Verifikasi Data
Administrasi kependudukan merupakan bagian dari penyelenggaraan administrasi negara yang memberikan pemenuhan atas hak-hak warga negara akan layanan publik dalam bentuk dokumen administrasi kependudukan. Pelayanan yang baik harus didukung dengan sistem akses data yang baik dan berkualitas. Setelah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil berhasil mengembangkan Sistem Adminsitrasi Kependudukan (SIAK) dan KTP Elektronik, maka data dan dokumen kependudukan yang dihasilkan menjadi sangat berguna untuk dimanfaatkan oleh Pengguna di berbagai sektor.
Dengan diundangkannya UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka konsep pemanfaatan data kependudukan telah menjadi bagian dari bisnis proses besar administrasi kependudukan. Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 58 ayat 4 UU No. 24 Tahun 2013, bahwa data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri dimanfaatkan untuk semua keperluan antara lain pelayanan publik (pembuatan SIM, Asuransi, Perbankan, Pembiayaan, Koperasi, penerbitan Sertifikat Tanah dll), perencanaan pembangunan (Perencanaan Kesehatan, Pendidikan, Tata Ruang dll), alokasi anggaran (DAU, Alokasi Dana Desa, Bantuan Sosial), pembangunan demokrasi (sebagai dasar dalam Menyusun Daftar Pemilih pada saat Pileg, Pilpres, Pilkada, Pilkades), dan penegakan hukum dan pencegahan kriminal (digunakan oleh Polri, Kejaksaan, PPATK, KPK, dll). Data kependudukan tersebut merupakan data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran Penduduk dan pencatatan sipil.
ADVERTISEMENT
Data kependudukan Kementerian Dalam Negeri saat ini juga sudah digunakan dalam Pileg Pilpres 2014 dan 2019, Pilkada 2015, 2017, 2018, dan 2020. Juga digunakan oleh BPS sebagai baseline dalam sensus penduduk 2020. Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri dapat digunakan untuk membangun tata Kelola pemerintahan yang efektif dan efisien. Secara tidak disadari Indonesia sudah mulai memasuki era Satu Data Kependudukan sejak tahun 2013.
Pasal 64 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 menjadi dasar NIK menjadi nomor identitas tunggal dan integrasi data nasional berbasis satu data kependudukan. NIK sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) menjadi nomor identitas tunggal untuk semua urusan pelayanan publik. Pada ayat (3) diamanatkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan NIK. Pada ayat (4) dimanatkan bahwa Untuk menyelenggarakan semua pelayanan publik, Pemerintah melakukan integrasi nomor identitas yang telah ada dan digunakan untuk pelayanan publik paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan. UU Adminduk ini disyahkan pada tahun 2013. Pasal inilah yang kemudian mendorong Kemendagri melalui Dukcapil mengawali pemanfaatan NIK dan verifikasi pemanfataan data dengan berbagai Lembaga pengguna. Inilah mandate yang diterima oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Dukcapil untuk melakukan pemanfaatan data kependudukan untuk berbagai keperluan.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan data kependudukan yang dimandatkan kepada Kemdagri dilaksanakan dengan akses data. Berdasarkan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) bahwa Menteri Dalam Negeri memberikan hak akses Data Kependudukan kepada petugas Disdukcapil Provinsi, petugas Disdukcapil Kabupaten/Kota dan pengguna, yaitu lembaga negara, kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, badan hukum Indonesia dan organisasi perangkat daerah. Menteri Dalam Negeri memberikan hak akses data kependudukan dengan mempertimbangkan aspek perlindungan data perseorangan dan keamanan negara (Pasal 2 Permendagri Nomor 102 Tahun 2019).
Pemberian hak akses data kependudukan untuk pengguna, Menteri mendelegasikan kepada Dirjen Dukcapil. Pengguna yang mendapatkan hak akses atas data kependudukan terdiri dari lembaga negara, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, badan hukum Indonesia, dan/atau organisasi perangkat daerah. Hak akses pemanfaatan data kependudukan bisa diperoleh Pengguna setelah dilakukannya kerja sama pemanfaatan data kependudukan. Pengguna melakukan penyusunan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama dengan memenuhi persyaratan dan tahapan tata cara pemberian hak akses sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 102 Tahun 2019. Pengguna yang merupakan Badan Hukum Indonesia dalam pengajuan kerjasama wajib melampirkan dokumen sebagai persyaratan antara lain: legalitas perusahaan, bisnis proses layanan pada perusahaan, rekomendasi tertulis dari otoritas pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha, sebagimana diatur dalam Pasal 15 Permendagri 102 Tahun 2019. Persyaratan administratif tersebut lahir dengan didasari pertimbangan bahwa hak akses pemanfaatan data kependudukan hanya dapat diberikan kepada badan hukum Indonesia yang memiliki integritas terjamin untuk dapat bersama-sama menjaga data kependudukan.
ADVERTISEMENT
Kewajiban Lembaga Pengguna yang dimuat dalam Perjanjian Kerjasama antara lain:
1. Menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data serta tidak dilakukannya penyimpanan data kependudukan (amanat Pasal 2 Pemendagri N0. 102 Tahun 2029)
2. Wajib menggunakan jaringan komunikasi data melalui jaringan tertutup (amanat Pasal 28 Permendagri 102 Tahun 2019)
3. Wajib membuat laporan pelaksanaan pemanfaatan data kependudukan secara berkala atau sewaktu waktu diperlukan (amanat Pasal 40 Permendagri No. 102 Tahun 2019)
4. Wajib memberikan data balikan (amanat Pasal 10 PP No. 40 Tahun 2019).
Cara Akses Pemanfaatan Data
Ditjen Dukcapil tidak memberikan data kependudukan kepada Pengguna, yang diberikan adalah Hak Akses melalui Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Data Kependudukan dengan tujuan untuk mencocokan data penduduk yang dimiliki Pengguna dengan data kependudukan yang tersimpan dalam database kependudukan kemendagri dengan berbasiskan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Adapun Metode akses pemanfaatan data kependudukan dilakukan dengan cara Dukcapil mengirimkan respon berupa notifikasi “SESUAI” atau “TIDAK SESUAI” atas elemen data penduduk yang dikirimkan Pengguna ke Ditjen Dukcapil. Sebagai ilustrasi, seorang penduduk bernama Budi ingin melakukan pembukaaan rekening di salah satu bank maka Budi memberikan data pribadinya berupa NIK, Nama, Tempat Lahir dan Tanggal/Bulan/Tahun lahir kepada bank. Data-data tersebut kemudian dilakukan verifikasi oleh bank dengan database Dukcapil Kemendagri. Dari proses verifikasi dengan tersebut, kemudian mendapatkan respon berupa notifikasi “SESUAI” atau ”TIDAK SESUAI”.
ADVERTISEMENT
Kemendagri melakukan pemberian hak akses pemanfaatan data ini sebagai bentuk layanan publik yang berlandaskan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pemberian hak akses pemanfaatan data dilakukan dengan cermat, akuntabel, mempertimbangkan kemanfaatan bagi publik dan dilakukan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan.
Selain itu, Kemendagri pun selalu melakukan langkah-langkah pengamanan sistem dengan standar terukur, guna memastikan bahwa akses pemanfaatan data tidak diselewengkan untuk hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Antara lain dengan cara:
1. Data kependudukan dapat dimanfaatkan oleh lembaga pengguna dengan melakukan PKS terlebih dahulu.
2. Metode pemanfaatan data kependudukan untuk lembaga pengguna telah diterapkan dengan mengirimkan respon berupa sesuai atau tidak sesuai terhadap elemen data kependudukan yang dikirimkan dari lembaga pengguna ke Ditjen Dukcapil.
ADVERTISEMENT
3. Dilakukannya Proof of Concept (PoC), hal ini untuk menjamin kesesuaian implementasi petunjuk teknis dan Perjanjian Kerjasama. Hal ini bertujuan untuk memastikan sistem pelayanan Pengguna yang digunakan aman; Memastikan IP yang digunakan Pengguna adalah IP client/server yang telah ditentukan; Mengetahui siapa yang menggunakan hak akses beserta lokasinya, dsb
4. Pengamanan sistem telah dilakukan baik dari sisi Hak akses data kependudukan yaitu dengan menggunakan user dan password, maupun dari sisi jarkomdat yaitru dengan menggunakan jaringan tertutup (VPN).
5. Pengamanan sistem dilakukan dengan:
a. Dari sisi Hak akses pemanfaatan data kependudukan telah menggunakan user dan password
b. Dari sisi jaringan komunikasi data telah menggunakan jaringan tertutup virtual private network (VPN)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
ADVERTISEMENT
Saat ini di Indonesia penerapan PNBP dalam tata kelola pemerintahan adalah hal sudah lumrah. Misalnya Penerapan PNBP utk pembuatan SIM, perpanjangan STNK, pembuatam passpor, pembuatan sertifikat tanah, meminta data di BPS, pengurusan PT, penempatan notaris, pembayaran SPP di Perguruan Tinggi Negeri, Biaya Sidang di Pengadilan dan lain lain. Ada ribuan jenis PNBP di Indonesia. Khusus dukcapil, penerapan PNBP dilakukan karena penduduk bertambah terus, jumlah Lembaga pengguna bertambah berlipat-lipat, beban pelayanan kepada masyarakat dan Lembaga semakin meningkat sedangkan anggaran terus menurun. Pelayanan yang dilakukan untuk Lembaga pengguna dan masyarakat membutuhkan dukungan infra struktur seperti server, storage, aplikasi, blanko KTP El, SDM dan Jaringan Komunikasi Data yang semuanya sampai saat masih ditanggung oleh Dukcapil Kemdagri.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data semester II Tahun 2021, jumlah penduduk Indonesia adalah 273.879.750 jiwa. Pada 5 tahun terakhir ini anggaran untuk Dukcapil semakin berkurang karena Negara sedang fokus pada penanganan kemiskinan, penanganan stunting, dan 2 tahun terakhir Negara juga fokus pada penanganan covid-19. Pada tahun 2013 baru 10 lembaga yang Kerjasama dengan Dukcapil, 2014 ada 30 lembaga, 2015 terdapat 68 lembaga pengguna yang telah bekerja sama, dan saat ini sudah 5.020 pengguna yang bekerja sama, tentu hal ini semakin menjadikan beban anggaran Dukcapil semakin berat. Dalam 5 tahun terakhir anggaran Dukcapil turun. Dari tahun 2013 sampai sekarang, semua Kerjasama akses verifikasi data ke Dukcapil bersifat gratis dan tidak dipungut biaya.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa melayani pemduduk yang terus meningkat dan Lembaga pengguna yang jumlahnya meningkat berlipat-lipat, diperlukan data centre yang kuat dengan dukungan server baru, storage baru, infrastruktur pendukung yang memerlukan pembaharuan. Data centre Dukcapil beserta perangkat keras tersebut rata-rata usianya sudah lebih dari 12 tahun dan telah melewati masa garansi sehingga tidak memiliki lagi dukungan spare part (end off support/end off life, end of product). Agar pelayanan publik tetap terjaga termasuk proses penyediaan data penduduk untuk daftar pemilih Pemilu Presiden dan Pilkada Serentak 2024, perangkat-perangkat tersebut diperlukan peremajaan yang membutuhkan anggaran/biaya yang besar.
Upaya yang dilakukan dukcapil dalam menarik biaya atas akses NIK tsb dilakukan untuk memproteksi data kependudukan, menjaga sistem tetap hidup, menjaga pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan baik.
ADVERTISEMENT
PNBP atas jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri dibutuhkan guna:
1. mendukung kebijakan Pemerintah dalam rangka meningkatkan akurasi data
2. menjamin terjaganya sistem adminduk, antara lain seperti data base kependudukan guna memastikan pemberian pelayanan publik (Pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, pencegahan hukum dan kriminal) tetap berkualitas,
3. meningkatkan kualitas pemberian pelayanan Adminduk sebagai dasar pelayanan kepada masyarakat
4. mewujudkan peningkatan kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP
Pungutan tarif atas akses NIK bersifat khusus dimana hanya menyasar ke lembaga yang berorientasi bisnis. PNBP diterapkan pada industri yang bersifat profit oriented seperti bank, asuransi, pasar modal, Lembaga pembiayaan, Sekuritas, itu pun beban tarif dikenakan ke lembaga bukan kepada masyarakat. Sementara terhadap lembaga pelayan publik seperti BPJS, penyelenggara bansos dan layanan publik pemerintah, pemerintah daerah, RSUD dan RSU di bawah Kemenkes dipastikan tetap gratis. Tidak fair apabila lembaga profit oriented tersebut disubsisdi terus menerus oleh negara karena mereka mendapatkan keuntungan oleh karenanya perlu sharing cost, agar negara dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik ditengah keterbatasan anggaran APBN.
ADVERTISEMENT
PNBP akses data kependudukan telah diterapkan di beberapa negara seperti Malaysia, Argentina, Chili, Kolombia, India, Ekuador, Pakistan, Panama, Peru dan Tanzania.
Penjatuhan Sanksi
Apabila terjadi pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan diatur dalam beberapa Pasal sbb:
Pertama, berdasarkan 95A UU No.24 Tahun 2013 bahwa setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan dan data pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2(dua) tahun dan/atau denda paling banyak 25 juta
Kedua, berdasarkan Pasal 58 PP 40 Tahun 2019, maka lembaga pengguna akan dikenai sanksi administrative berupa pencabutan hak akses pengguna, pemusnahan data yang sudah diakses dan denda administrative sebesar 10 Milyar
Ketiga, hal ini juga diatur di dalam substansi PKS yaitu adanya kewajiban pengguna untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data kependudukan yang telah diakses walaupun jangka waktu PKS telah berakhir dan tidak memberikan data kependudukan yang telah diakses kepada pihak lain, yang apabila dilanggar akan dilakukan pencabutan hak akses dengan mengakhiri PKS.
ADVERTISEMENT
**********
Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh, SH,MH adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dari Tahun 2015-sekarang.