Aktualisasi HAM di Tingkat Daerah

Zuhri Triansyah
I post, therefore I am.
Konten dari Pengguna
2 Desember 2020 16:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zuhri Triansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto: Council of Europe
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto: Council of Europe
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam waktu dekat, tepatnya 9 Desember 2020 nanti sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 Provinsi (Gubernur), 37 Kota (Walikota) dan 224 Kabupaten (Bupati) akan menyelenggarakan Pilkada guna mendapatkan pemimpin yang berintegritas untuk kemajuan dan kesejahteraan daerah yang akan dipimpinnya nanti. Penyelenggaraan pilkada kali ini tentunya menjadi suatu hal yang tidak mudah, dikarenakan mekanisme alur pemilihan harus memberikan jaminan dari segi aspek hak atas kesehatan bagi keseluruhan masyarakat sesuai dengan protokol kesehatan yang mumpuni pula nantinya. Mengingat, sejak awal kebijakan ini juga tidak luput dari pro dan kontra di berbagai kalangan.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, sejatinya Pilkada bukanlah merupakan sebuah tujuan akhir melainkan bagian dari proses demokrasi yang akan terus berlanjut dan perlu mendapatkan perhatian secara khusus dari masyarakat melalui peninjauan terhadap serangkaian program, kebijakan, dan regulasi yang diterbitkan seiring dengan pemerintahan yang dijalankan oleh kepala daerah terpilih nantinya sebagai bentuk partisipasi masyarakat, sebagaimana pula yang tercantum dalam PP No 45/2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Tentunya, melibatkan partisipasi masyarakat merupakan salah satu dimensi fundamental dalam upaya mewujudkan HAM dan demokrasi kontemporer.
Dalam konsep negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi yang diterapkan di Indonesia, kebijakan yang integral antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan salah satu kunci terselanggaranya tata kelola pemerintahan yang baik dalam upaya mengakomodir hak asasi warga negaranya hingga tingkat daerah sebagaimana pula yang termaktub dalam International Bill of Human Rights, UUD tahun 1945, UU No 39/1999 tantang hak asasi manusia, dan serangkaian aturan lainnya yang menegaskan Negara sebagai pengemban tanggung jawab (duty bearers) terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, disepakatinya agenda global yakni Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Dalam upaya merealisasikan ini, tentunya perlu keterlibatan berbagai stakeholders baik pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, filantropis, serta masyarakat.
Satu hal yang patut kita apresiasi, sejauh ini Indonesia telah meratifikasi delapan dari sembilan instrumen pokok hak asasi manusia internasional, termasuk juga nilai-nilai yang ada di dalam International Bill of Human Rights melalui peraturan perundang-undangannya sebagai bentuk kepatuhan hukum Indonesia terhadap rezim HAM internasional. Namun demikian, sekiranya ratifikasi ini tidak serta merta memberikan jaminan bahwasanya upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak asasi manusia telah terpenuhi seutuhnya dalam tatanan implementasi.
ADVERTISEMENT
Adapun implementasi dapat ditinjau dari serangkaian langkah-langkah pemerintah yang diawali dengan meletakkan dasar-dasar aturan internasional di tingkat nasional, pembentukan institusi, serta penegakan terhadap aturan dan peraturan yang ada di dalam rezim internasional – dalam hal ini yakni bentuk ratifikasi melalui proses legislasi nasional. Meskipun implementasi merupakan salah satu bentuk kepatuhan hukum, namun parameter tingkat kepatuhan yang tinggi tidak dapat hanya ditinjau melalui implementasinya saja, melainkan melalui efektifitas yang diperoleh dalam mengimprovisasi kebijakan suatu Negara guna mencapai tujuannya.
Bergulirnya otonomi daerah sejak reformasi telah memberikan peran strategis bagi pemerintah daerah untuk menjawab tantangan global di tingkat daerah, salah satunya ialah dalam upaya mengaktualisasikan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM di tingkat daerah. Mengingat, Indonesia sendiri masih memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan terkait masalah hak asasi manusia, meliputi masalah pelanggaran hak asasi manusia banyaknya pengaduan terkait isu kriminalisasi, konflik agraria dan perebutan sumber daya alam, konflik antar pemeluk agama, dan lain-lain. Oleh sebab itu, diharapkan program, kebijakan, dan regulasi oleh para kepala daerah ini sudah sepatutnya berlandaskan pada prinsip-prinsip HAM, yakni Equality and Non Discrimination, Public Participation, Information, Accountability, serta Interdependence of Rights yang melibatkan berbagai stakeholders dalam upaya melakukan pengarusutamaan HAM di tingkat daerah khususnya dalam mencapai SDGs pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT
--------
Zuhri Triansyah
Akademisi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi