Sila Ke-5 Pancasila dan Masyarakat Adat

Zuhri Triansyah
I post, therefore I am.
Konten dari Pengguna
31 Oktober 2020 17:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zuhri Triansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto: greeners.co
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto: greeners.co

Indonesia sebagai sebuah negara hukum yang memiliki karakteristik multikulturalisme dengan segala kekayaan dan keberagaman ras, etnis, budaya, dan agama tentunya membawa harapan sekaligus tantangan tersendiri dalam upaya mewujudkan Sila Ke-5 Pancasila yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, tak terkecuali bagi masyarakat hukum adat.

ADVERTISEMENT
Hadirnya masyarakat adat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara konstitusional termaktub dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tak dapat dipungkiri pula bahwa pada realita saat ini hak masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional belum sepenuhnya terlindungi yang mengakibatkan keberadaannya seringkali terpinggirkan, serta memunculkan berbagai konflik sosial dan konflik agraria di wilayah adat sehingga dalam hal ini tentu perlunya dilakukan upaya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan secara keseluruhan bagi masyarakat adat. Lebih dari itu, pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat saat ini masih bersifat parsial yang mana tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan sehingga kerap kali menyebabkan berbagai kendala dalam implementasinya.
Maka, dengan dirumuskannya RUU Masyarakat Adat yang masuk dalam program legislasi nasional dan sedang dalam tahap harmonisasi tentunya diharapkan dapat menjadi solusi bagi jalan terjal yang kerap kali dihadapi oleh masyarakat hukum adat di berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Lebih dari itu, diharapkan RUU ini bukan membahas tentang kodifikasi hukum adat, melainkan terbatas pada upaya identifikasi dan pengakuan saja, sebab pada hakikatnya hukum adat bukanlah merupakan hukum yang bersifat tertulis.
ADVERTISEMENT
Menurut United Nations Human Rights, hak partisipasi politik dan publik memainkan peran penting dalam mempromosikan tata pemerintahan yang demokratis, supremasi hukum, inklusi sosial dan pembangunan ekonomi, serta dalam memajukan hak asasi manusia. Hak untuk berpartisipasi secara langsung dan tidak langsung dalam kehidupan politik dan publik dalam memberdayakan individu dan kelompok merupakan suatu hal yang fundamental, partisipasi publik merupakan salah satu elemen inti dari pendekatan berbasis hak asasi manusia yang bertujuan menghilangkan marjinalisasi dan diskriminasi.
Conyers (1992:154) sebagaimana yang dikutip oleh Fadil, menyebutkan terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai arti yang sangat penting, yaitu :
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, tentunya dengan dibahasnya RUU Masyarakat Adat secara komprehensif, akan membawa harapan-harapan baru sekaligus memberikan legalitas ruang terhadap partisipasi masyarakat adat untuk memperjuangkan hak politik dan publik terkhusus yang berkaitan dengan hak-hak tradisionalnya pada serangkaian kebijakan yang memiliki implikasi terhadap hak tradisional masyarakat hukum adat di tengah segala percepatan pembanguan di era globalisasi saat ini. Lebih dari itu, diharapkan hal ini akan mereduksi segala bentuk konflik sosial dan agraria yang telah terjadi selama ini, guna merealisasikan Sila Ke-5 Pancasila yakni “keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
-------
Zuhri Triansyah
Akademisi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi