Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Khadafi, Saddam, Chavez Hingga Fransiskus: Melihat Palestina Sebagai Manusia
23 April 2025 14:55 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zul Fadli Rambe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Peperangan yang terjadi di titik-titik wilayah di Palestina masih terus berlangsung. Hal ini menjadikan tanah itu sebagai salah panggung pertempuran sekaligus fenomena Genosida paling lama, dengan kejatuhan korban paling tinggi di dunia.
ADVERTISEMENT
Hal itu akan terus terjadi apabila Israel masih terus pongah mencaplok wilayah, merenggut nyawa ibu dan anak-anak di jalur Gaza. Dunia akan terus berisik tentang mereka, membalas siulan Amerika Serikat dan negara-negara Barat di forum Internasional tentang dukungan mereka pada Israel.
Itu sebabnya, bicara tentang konflik Israel-Palestina sudah cukup kompleks. Perlawanan tak cukup hanya dengan Intifada yang melempar batu, Hamas yang melepas landas roket ke daerah pendudukan zionis dan seorang Ibu berkalung sorban yang mencoba menghalau Tank tempur.
Saya tak bermaksud remeh terhadap perlawanan seperti itu. Kita harus mengakui bahwa nyali penduduk Palestina lebih besar dari bangsa mana pun di abad ini. Sebab, mereka tetap memilih melawan daripada berdiam pada upaya pengusiran yang mereka alami selama berkali-kali dekade.
ADVERTISEMENT
Tapi mereka bukan hanya membutuhkan senjata. Mereka butuh suara. Mereka perlu dibicarakan di forum Internasional. Palestina tak boleh sendiri dan jangan pernah dibiarkan sendiri.
Ini bukan tentang negosiasi, diplomasi apalagi kompromi. Suara yang harus menggema adalah suara pembelaan, suara perlawanan! Sebab hal sedetail wilayah Palestina yang dihapuskan di peta dunia, itu adalah akibat dari tindakan kekuasaan politik yang culas.
Muammar Khadafi, Saddam Hussein, Hugo Chavez sampai Paus Fransiskus telah melakukan itu. Tentu mereka tak asal bicara. Dan tentu pula, mereka tak hanya bicara.
Seruan Muammar Khadafi
Khadafi membawa Libya sebagai negara yang tidak akan pernah mengakui negara Zionis Israel di jantung bangsa Arab. Baginya, Israel yang hari ini ugal-ugalan adalah nama yang sangat asing di tanah itu.
ADVERTISEMENT
Apabila Israel tetap ingin dipaksakan sebagai Nation, maka Israel dan Palestina harus sama-sama diakui sebagai negara yang berdaulat, bukan menduduki dan mencaplok paksa wilayah Palestina pelan-pelan, memerangi penduduknya dan menghabisi nyawa mereka.
Khadafi pun menyebut bahwa negara-negara Arab yang memiliki hubungan dengan Israel adalah negara pengecut, penakut, pengkhianat serta lupa dengan sejarah bahwa mereka masih satu bangsa dengan Palestina.
Sikap Saddam Hussein
Saddam mengancam Israel untuk dijadikan target utama Irak jika Perang Teluk berlanjut. Saddam benar-benar memegang kata-katanya. Kata-kata itu benar dipegang oleh Saddam. Pada tahun 1991, Irak menyerang dua kota Israel, Tel Aviv dan Haifa. Meski serangan itu dapat dipatahkan, setidaknya Saddam memang memposisikan dirinya dan Irak sebagai garda terdepan Palestina dan musuh bebuyutan Israel.
ADVERTISEMENT
Saddam pun menyediakan warga Palestina tempat berlindung yang layak dan memberi mereka suaka sementara, sekaligus sebagai sindiran pada negara Arab lain yang menyediakan kamp pengungsian kotor, pelayanan kesehatan yang minim dan akses pekerjaan dan pendidikan yang kurang.
Dukungan Hugo Chavez
Palestina dan Venezuela memang berjarak cukup jauh. Mereka dipisahkan oleh Benua Afrika dan Samudra Atlantik Utara. Tapi soal peduli dan nurani, memang bicara dari hati ke hati.
Itu yang membuat Chavez tetap mengamuk setiap Israel menyerang daerah pendudukan Palestina. Tak hanya mengamuk, Chavez turut mengusir Kedutaan Besar Israel dari Venezuela, sebanyak dua kali.
Sejak tahun 2009, Venezuela mengakui eksistensi Negara Palestina, membuka hubungan diplomatik dengan Otoritas Palestina. Setahun kemudian, Sekolah Kedokteran Amerika Latin Dr Salvador Allende di Venezuela, mempersilakan pemuda-pemudi Palestina untuk belajar ilmu kedokteran secara gratis tanpa biaya. merupakan negara pertama di dunia yang menghapus visa masuk bagi warga Palestina.
ADVERTISEMENT
Tahun 2011, Chavez menulis surat kepada Sekjen PBB saat itu, agar bangsa Palestina merdeka dan menjadi bagian dari keanggotaan PBB.
Pada Agustus 2013, Venezuela juga mengirimkan minyak murah untuk Palestina, ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Venezuela, Elias Jaua.
Amanat Paus Fransiskus
Paus Fransiskus, hingga akhir hayatnya, terus mengecam agresi militer, kejahatan perang dan genosida oleh Israel terhadap rakyat Palestina. Ia adalah wajah moral perdamaian dunia yang konsisten membenci kekerasan pada umat manusia.
"Saya memikirkan orang-orang di Gaza, khususnya komunitas Kristiani di sana, di mana konflik mengerikan terus menimbulkan kematian dan kehancuran. Situasi kemanusiaan di Gaza sangat dramatik dan menyedihkan. Gencatan senjata harus diberlakukan, para sandera dibebaskan, dan bantuan dikirimkan untuk rakyat yang kelaparan dan mendambakan masa depan damai." ucap Paus melalui pesan yang dibacakan oleh ajudan di balkon Basilika Santo Petrus, Kota Vatikan pada hari Minggu, 20 April 2025, tepat sehari sebelum ia wafat.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak melihat Palestina sebatas konflik sektarian ataupun konflik agama. Mereka selalu mengatakan yang terjadi disana adalah genosida, pelanggaran Hak Asasi Manusia. Maka siapapun yang mendiamkan kejahatan ini, adalah mereka yang juga melanggar Hak Asasi Manusia.
Perjuangan Palestina harus selalu dilihat sebagai fenomena kemanusiaan. Dan mereka, mampu melihat Palestina sebagai manusia.