Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Menyoal Mahasiswa Pengkhianat Gerakan
21 April 2025 12:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Zul Fadli Rambe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Politik selalu jadi topik seksi untuk dibicarakan oleh setiap kalangan. Kadang ia dibincangkan bapak-bapak penghuni warung kopi, pemuda penghuni pos ronda, atau sekedar jadi basa-basi oleh ibu-ibu di depan gerobak sayur yang lewat kompleks perumahan mereka setiap akhir pekan.
ADVERTISEMENT
Namun bagi mahasiswa, diskusi tentang pergulatan politik sepertinya selalu jadi berakhir jadi kajian mendalam. Tak peduli apa jurusan mereka. Entah mereka Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Teknik bahkan Kedokteran. Apakah mereka dari kalangan organisator dan aktivis ataupun kalangan kupu-kupu, sebab kalangan ini tak selalu bisa di-cap apatis. Kajian itu kadang berisi dukungan, namun tak jarang berisi kritikan substantif atau sekedar umpatan tak berdasar.
Mahasiswa ini cenderung sensitif. Setiap langkah dan pikiran mereka seringkali memunculkan kecurigaan dan skeptisme pada penguasa. Wajar saja, darah mereka muda, panas, gampang bergejolak. Keseharian mereka diisi oleh nutrisi teoritis, materi oleh para senior. Besok harinya langsung disambut kebijakan ceroboh penguasa yang tersebar di media berita.
ADVERTISEMENT
Namun dalam lingkaran pergerakan, selalu ada kelompok yang disebut Komprador, atau jika dimaknai dengan radikal, mereka adalah kelompok-kelompok pengkhianat. Entah apa isi kepala dan tujuan mereka. Entah mereka merasa bahwa mereka yang punya kompetensi yang cukup untuk mengubah sistem yang mereka kutuk dan terkadang mereka lempari batu.
Mungkin mereka merasa dengan kecakapan wawasan yang mereka miliki, mereka dapat bernegosiasi untuk meredam kejahatan penguasa. Sementara jelas-jelas, dari puluhan bahkan ratusan aksi mahasiswa yang telah terjadi, kebanyakan tidak berhasil masuk ke gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi, justru mereka berakhir di rumah sakit akibat direpresi aparat, bahkan beberapa telah merenggut nyawa.
Sikap manusia memang kadang suka terombang-ambing. Lebih liquid dari air, lebih dalam dari samudra. Tapi sebagai mahasiswa yang tentu memiliki prinsip kuat, prinsip itu penting sekali untuk dipegang teguh.
ADVERTISEMENT
Kaum intelektual yang mempertahankan kiblat pada kemegahan kekuasaan kampus ataupun kekuasaan para elit politik, mengira dirinya adalah pemikir-pemikir independen dan tidak bisa disetir. Padahal, mereka adalah kelas yang oversocialized (terlalu banyak bersosialisasi), konformis, penurut dan jinak. Mereka terlalu memanjakan diri, terlalu ketergantungan serta mudah rapuh sebab terbiasa berlindung dalam privilese yang punya tendensi mengekang.
Sehingga, segala kemewahan dan kenyamanan yang biasa mereka dapatkan itu membuat mereka tak sanggup berpikir merdeka, dan mereka akan berada pada kemustahilan dan ketakutan pada setiap perlawanan yang bergema. Mereka memilih diam, menjadi impoten sebab buku-buku yang mereka akui sudah khatam mereka baca hanya sebatas jadi isi kepala yang membeku saja.
Di sisi lain, sistem yang berkuasa tentu membutuhkan populasi yang lembut, rakyat yang lemah dan jinak. Maka, tidak baik bagi kaum-kaum intelektual untuk terlalu banyak berlindung dibalik tembok kelas sosial yang mereka bangun serta melacurkan diri pada intelektualitas yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak belajar untuk membeo pada kata-kata perintah, melainkan harus peka terhadap problematika sosial dan harus menghadirkan kontribusi aksial di setiap dinamika kehidupan bermasyarakat dan turun langsung dalam penyelesaiannya.