Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Tanaman Ganja: Lebih dari Sekedar Rekreasional
7 Januari 2025 12:41 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari fahmiee tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum tulisan ini kubuat, aku dikuasai oleh rasa bosan dan kesal yang lumayan menjengkelkan. ku ambil selinting ganja dan jari jemariku mulai menari-nari di atas keyboard laptop asus peninggalan almarhum ibuku. kepulan asap perlahan meraih pelafon kamarku. hehehe...
ADVERTISEMENT
Ketika mendengar kata “ganja,” apa yang pertama kali terlintas di kepala anda? Menarik untuk melihat bagaimana pandangan terhadap ganja bisa sangat berbeda, tergantung dari mana asalnya. Banyak dari kita mungkin punya pandangan berdasarkan pengalaman pribadi, media, atau sekadar opini yang berkembang di masyarakat. Di Indonesia, umumnya ganja dianggap sebagai tanaman berbahaya yang bisa membuat orang terjerumus dalam kehidupan penuh dosa, kecanduan, dan penyakit. Banyak yang menggambarkan ganja sebagai sesuatu yang membawa kematian, sebuah tanaman yang hanya dicari untuk kesenangan sesaat.
Namun, di sisi lain, ada juga yang melihat ganja secara lebih positif. Beberapa orang merasa bahwa ganja bisa memberikan rasa santai, bahagia, dan bahkan inspirasi. Ganja dianggap bisa mengusir stres, mengatasi rasa bosan, dan bahkan membantu meringankan depresi. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa tanaman ini memiliki manfaat medis, seperti meredakan nyeri atau memperlambat perkembangan beberapa penyakit serius.
ADVERTISEMENT
Di era Post-Truth saat ini sulit menentukan mana yang benar dan mana yang kurang benar namun, adakah fakta yang lebih jelas dari sekadar opini? Kenapa begitu sedikit informasi yang bisa didapat tentang tanaman yang sering digambarkan oleh media sebagai "jahat" ini? Mengapa ganja begitu ditakuti pemerintah, dicari-cari oleh aparat, dicap negatif oleh sebagian lembaga penelitian, dan bahkan pernah dilarang keras oleh banyak agama?
Bagi sebagian penikmat ganja, jawaban yang muncul mungkin lebih cenderung kepada satu kata: "konspirasi".
Mengenal sesuatu biasanya dimulai dari namanya, begitu juga dengan tanaman ganja. Sejarah mencatat hubungan panjang antara manusia dan ganja yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Seperti halnya benda-benda lain yang punya makna simbolis, ganja juga memiliki banyak nama di berbagai belahan dunia. Seiring berjalannya waktu, ganja bahkan jadi tanaman dengan sebutan terbanyak di dunia.
ADVERTISEMENT
Secara ilmiah, ganja dikenal dengan nama Cannabis sativa, yang pertama kali dicatat oleh Carolus Linnaeus pada tahun 1753. Namun, sebelum itu, manusia sudah mengenal tanaman ini dengan berbagai nama sepanjang sejarah. Bahkan, kata "Cannabis" atau "Ganja" sendiri dianggap salah satu kata dengan akar bahasa tertua di dunia.
Masyarakat saat ini mungkin lebih familiar dengan sebutan Weed, Hemp, Marijuana, Pot, atau bahkan Gele dan Cimeng.
Ganja berkembang biak melalui biji, tetapi setiap bijinya dapat menghasilkan dua jenis tanaman yang berbeda: jantan dan betina. Kedua jenis tanaman ini terpisah dan tidak pernah berada dalam satu tanaman, sifat yang dikenal sebagai dioecious atau "berumah dua." Fenomena ini telah diketahui manusia sejak zaman Kaisar Shen-Nung, Dodonaeus dari Yunani, dan bahkan tercatat di perpustakaan Ashurbanipal di Sumeria.
ADVERTISEMENT
Baik tanaman jantan maupun betina menghasilkan bunga. Namun, hanya tanaman betina yang dapat menghasilkan biji, itu pun jika serbuk sari dari tanaman jantan berhasil sampai ke bunganya. Akar ganja berbentuk serabut dan dapat menghunjam ke tanah hingga sepanjang sepersepuluh dari tinggi batangnya. Karena bentuk dan panjangnya, akar serabut ganja dikenal bermanfaat dalam menggemburkan tanah.
Batang ganja memiliki panjang yang bervariasi, mulai dari 1 hingga 9 meter, tergantung pada varietas, iklim, dan jumlah sinar matahari yang diterima. Bagian dalam batangnya tersusun dari serat selulosa pendek dan keras, mirip dengan serat pada pohon kayu.
Bagian luar atau kulit batang ganja terdiri dari serat yang lebih kuat, lebih panjang, tetapi lebih tipis dibandingkan dengan serat pada bagian dalam batangnya. Ciri khas fisik serat kulit batang ini memberikan manusia kesempatan untuk menciptakan alat-alat penting bagi keberlangsungan hidup, seperti pakaian dan tali-temali. Serat kulit batang ganja juga bersifat hidrofobik (menolak air), sehingga tidak mudah membusuk dan jauh lebih kuat dibandingkan serat kapas, rami, atau abaca.
ADVERTISEMENT
Di daerah subtropis, kondisi iklim mendorong varietas ganja tumbuh lebih tinggi dibandingkan varietas di wilayah tropis. Pertumbuhan ini menghasilkan serat kulit batang yang lebih panjang, menjadikannya sangat cocok untuk keperluan tekstil.
Ganja memiliki kemampuan beradaptasi yang luar biasa terhadap kondisi lingkungan. Jika tumbuh di daerah panas, tanaman ini memproduksi banyak resin atau getah dari daun dan bunganya. Getah ini mengandung zat psikoaktif yang berfungsi untuk menangkap air dari hujan maupun embun. Sebaliknya, jika ganja tumbuh di daerah dingin dan lembap, tanaman ini menghasilkan batang yang lebih kuat tetapi dengan produksi getah yang lebih sedikit.
Fenomena ini menarik ketika kita membandingkan sejarah budidaya ganja di wilayah panas seperti Mesir dan India dengan budidaya di daerah subtropis seperti Eropa, Rusia, dan Kanada. Persebaran tanaman ganja secara geopolitik menunjukkan bahwa karakteristik ganja yang tumbuh di masing-masing wilayah berkontribusi pada peradaban setempat. Di daerah subtropis, serat batang ganja yang kuat mendukung perkembangan teknologi seperti tekstil dan tali-temali, yang sangat penting bagi masyarakat di Eropa, Rusia, Cina bagian utara, dan Jepang. Sementara itu, di daerah tropis atau panas seperti Cina, India, Mesir, dan Arab, produksi getah yang melimpah berperan dalam perkembangan ilmu pengobatan, seni, dan kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Menariknya, tanaman ganja seolah memahami kebutuhan manusia sesuai dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Di wilayah panas, yang sering kali memicu temperamen agresif manusia dan menjadi sarang berbagai penyakit endemik, ganja menghasilkan getah dalam jumlah besar. Getah ini memiliki fungsi ganda: pertama, memberikan efek psikoaktif yang menekan agresi dan memberikan rasa euforia; kedua, bertindak sebagai agen antimikroba yang mampu membunuh bakteri, virus, hingga parasit seperti cacing. Itulah fakta ilmiah dari tanaman ganja kemudian yang tidak kalah menarik adalah bagaimana perjalanan ganja di kacamata hukum dan undang undang.
Beberapa bulan lalu Pipit Sri Hartanti dan Supardji mengajukan dalil permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK), para pemohon menilai ganja medis dapat digunakan sebagai terapi pengobatan, tapi terhalang dengan aturan. Pemohon pun meminta Pasal 1 angka 2 UU 8/1976 dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
ADVERTISEMENT
Membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 13/PUU-XXII/2024 ini, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyebutkan Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi. Sebab, hal tersebut berpotensi tinggi yang mengakibatkan ketergantungan sebagaimana ditegaskan Putusan MK Nomor 106/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan belum ada bukti pengkajian dan penelitian secara komprehensif (setelah putusan ini) atas penggunaan ganja atau zat cannabis untuk pelayanan kesehatan.
Oleh karenanya, penting bagi Mahkamah menegaskan kembali agar Pemerintah segera melakukan pengkajian secara khusus mengenai penggunaan ganja untuk kepentingan medis di Indonesia agar isu demikian ini dapat segera selesai dan terjawab secara rasional dan ilmiah. Mengingat semakin hari semakin banyak aspirasi masyarakat berkenaan dengan kebutuhan penggunaan ganja untuk kepentingan kesehatan dan alasan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Manfaat yang dimiliki oleh ganja sangatlah banyak hampir diseluruh aspek ganja bermanfaat, namun mengapa hingga saat ini ganja di indonesia masih masuk ke dalam narkotika golongan 1, jangankan untuk rekreasi untuk kebtuhan medis saja ganja masih belum dimanfaatkan oleh indonesia. Ternyata alasannya ada pada Undang-Undang Narkotika.
(Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009, Tentang Narkotika).
Tujuan utama diberlakukannya Undang-Undang (UU) tentang Narkotika adalah untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Namun, jelas terlihat bahwa UU Narkotika belum sepenuhnya berdasarkan pengetahuan dan logika ilmiah di bidang kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Narkotika, definisi narkotika masih dapat menimbulkan kerancuan mengenai zat-zat apa saja yang termasuk dalam kategori tersebut. Alkohol atau minuman keras, misalnya, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, menghilangkan rasa sakit, dan menimbulkan kecanduan, sama seperti biji pala, kumis kucing, dan kembang pagi/tapak kuda (Ipomoea violacea). Beberapa jenis minuman keras juga diperoleh melalui proses fermentasi tanaman. Jika merujuk pada UU Narkotika, minuman beralkohol (dan tanaman-tanaman tadi) seharusnya juga termasuk dalam kategori narkotika.
Pertanyaan berikutnya adalah keputusan untuk memasukkan ganja ke dalam narkotika golongan I, bersama kokain dan berbagai turunan opium seperti heroin dan morfin. Keputusan ini mencerminkan kurangnya pemahaman pemerintah serta ketidakpedulian terhadap masalah tanaman ganja. Pendapat ini didasarkan pada fakta-fakta ilmiah yang menyebutkan bahwa ganja tidak menyebabkan overdosis atau ketergantungan fisik, seperti halnya kokain atau heroin. Sementara itu, overdosis kokain dan heroin dapat berujung pada kematian.
ADVERTISEMENT
Pernyataan dari Presiden Nixon ini seharusnya memicu pertanyaan bagi para ilmuwan sosial, apakah yang terlintas dalam pikiran para pemakai ganja ketika pertama kali menyadari bahwa pemerintah membohongi mereka tentang bahaya ganja yang dapat mengakibatkan kematian, kerusakan otak permanen, overdosis, dan lain-lain. Apakah kemudian dalam benak generasi muda yang kecewa ini juga muncul pemikiran bahwa pemerintah juga berbohong mengenai bahaya zat-zat yang lain?
Industri farmasi bukan hanya tidak suka dengan cannabis, mereka juga khawatir dengan potensi pembebasannya. Cannabis bisa jadi alternatif yang lebih murah dan memberdayakan banyak orang. Ketika orang punya akses ke solusi alami, mereka nggak lagi harus bergantung sepenuhnya ke sistem kapitalis yang mahal.
Tapi, legalisasi cannabis di beberapa negara nggak langsung bikin semuanya berubah. Malah, banyak negara yang melegalkan cannabis justru menciptakan pasar baru yang dikuasai oleh perusahaan besar. Petani kecil yang selama ini bergantung pada cannabis tetap aja nggak dapat banyak keuntungan, sementara perusahaan besar dengan modal besar malah menguasai pasar legal dengan produk cannabis premium yang harganya tidak terjangkau.
ADVERTISEMENT
Legalisasi cannabis bukan cuma soal menghapus aturan larangan, tapi juga tentang mengatasi masalah yang lebih besar, seperti kapitalisme, kemiskinan, dan hukum yang nggak adil. Meskipun legalisasi penting, itu cuma langkah awal dari perjuangan yang jauh lebih besar. Kalau kontrol cannabis tetap ada di tangan elit dan perusahaan besar, kita cuma akan lihat sistem yang lebih licik untuk ngeksploitasi rakyat, bukan sistem yang adil dan memberdayakan.
Legalitas cannabis seharusnya dimaknai sebagai langkah untuk menuju sesuatu yang lebih besar, seperti pemberdayaan dan akses yang lebih adil buat semua orang. Ini bukan cuma soal cannabis, tapi juga tentang melawan sistem yang terus membuat orang miskin terperangkap dalam ketidakadilan, dan menghukum mereka hanya karena mereka berusaha bertahan hidup. Ini juga tentang gimana sistem kesehatan yang dikendalikan oleh industri farmasi menjadikan kesehatan sebagai barang mewah yang cuma bisa diakses yang mampu beli, sementara banyak orang terpaksa mencari alternatif yang sering dianggap ilegal.
ADVERTISEMENT
Referensi: Hikayat Pohon Ganja, Undang Undang Republik Indonesia.
Live Update
PSSI resmi mengumumkan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru timnas Indonesia, Rabu (8/1). Pelatih asal Belanda ini akan menjalani kontrak selama dua tahun, mulai 2025 hingga 2027, dengan opsi perpanjangan kontrak. Kluivert hadir menggantikan STY.
Updated 8 Januari 2025, 18:59 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini