Konten dari Pengguna

Positivism Ilmu Pengetahuan dan Kebenaran dalam Islam

Zulfa Safin
saya mahasiswi semester 3
16 November 2024 16:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfa Safin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi berbagai sumber ilmu pengetahuan dengan buku (sumber:https://www.pexels.com/id-id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi berbagai sumber ilmu pengetahuan dengan buku (sumber:https://www.pexels.com/id-id/)
ADVERTISEMENT
Perkembangan zaman memiliki pengaruh yang besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu, bahkan terkadang ilmu-ilmu tersebut saling melengkapi satu sama lain, bahkan ada pula yang berkesinambungan. Mengetahui tentang sejarah perkembangan positivisme, diawali dengan munculnya aliran positivisme pada tahun 1970-1980. Positivisme yang diprakarsai oleh tokoh Auguste Comte, atau lengkapnya Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte (1798-1857), sebagai pendiri aliran filosofi positivisme, dikenal dengan ajarannya tentang pembagian hukum tiga tahap (law of three stages).Dalam filsafat positivisme, segala hal atau fenomena harus dapat diukur secara pasti agar bisa dihitung.
ADVERTISEMENT
Perkembangan dalam pandangan Aguste Comte adalah suatu proses yang melibatkan perjalanan sejarah manusia, dengan makna positif yang mengarah kepada pembangunan ke tingkatan yang lebih tinggi atau canggih. August Comte memiliki pandangan bahwa teori harus bersifat nomotetik, berasaskan pada fakta empiris yang jelas terlihat, terukur, dan dapat digeneralisasi. Ilmu pengetahuan hanya dapat terbukti kebenarannya melalui pendekatan ilmu alam.Pemikiran filsuf ini menjelaskan bahwa Positivisme bermakna keyakinan bahwa manusia dapat mengetahui segala hal melalui pengalaman dan panca indra, dan merupakan landasan bagi paradigma ilmu pengetahuan yang bersumber dari filsafat empirisme. Mengenai Filsafat empirisme, konsep ini mengajarkan bahwa pengetahuan, baik secara menyeluruh maupun sebagian, bergantung pada pengalaman melalui panca indera, sehingga sumber pengetahuan seharusnya ditemukan dalam pengalaman itu sendiri. Positivisme merujuk kepada asal kata “positif” yang memiliki makna sebagai “teori yang berusaha mengorganisir fakta-fakta yang teramati”.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi ini, konsep positif dapat diartikan sebagai realitas faktual atau berdasarkan fakta-fakta.Fungsinya adalah sebagai alat bagi filsafat ilmu untuk mempertimbangkan keberadaan ilmu pengetahuan. Kemajuan teknologi dan pemikiran manusia yang terus berkembang telah tercermin melalui kolaborasi umat Islam, khususnya para cendekiawan Muslim, dengan berbagai ilmu dan pemikiran yang berasal dari berbagai tokoh Barat. Dalam dunia Timur (Islam), terdapat beragam pemikiran yang terinspirasi oleh bidang teologi dan metafisika. Muncul pertanyaan apakah konsep positivisme yang diusung oleh Comte dapat diterapkan dalam konteks Islam. Dalam mencermati peran agama dalam pandangan Auguste Comte, kita dapat melihatnya dari dua perspektif: yaitu konteks munculnya positivisme dan hasil yang dihasilkannya. Ketika sistem positivisme mulai muncul, hukum yang bersifat logis, konsisten, dan eksklusif mengarah pada penolakan terhadap penilaian yang tidak bersandar pada aspek hukum.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, penegakan hukum terpengaruh karena produk hukum yang dihasilkan kerap tertinggal zaman dan kurang responsif terhadap perkembangan masyarakat.Bagi kami, positivisme ilmu pengetahuan adalah seperti wadah yang memberikan kecakapan pada pikiran kita untuk menyajikan informasi ilmiah yang terpercaya, yang sesuai dengan bukti yang dapat diuji.Ketika kita berbicara tentang kebenaran suatu hal, penting untuk mengetahui sumbernya terlebih dahulu. Berdasarkan beragam informasi yang sudah disebutkan, kebenaran suatu pengetahuan bisa dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yang berbeda. Tingkatan pertama adalah yang autentik secara tidak diragukan lagi, tidak ada keraguan mengenai asal-usul, makna, maupun tujuannya. Kedua, terdapat satu contoh yang sudah terbukti keaslian dan kebenarannya sebagai sumber, tetapi makna dan maksudnya belum dipastikan atau terbuka. Salah satu contoh yang jelas adalah hadist Nabi Muhammad saw, hadits mutawatir, yang memiliki beragam tafsiran dengan banyak metafora di dalamnya. Selanjutnya, tidak hanya keaslian dan kebenaran sumbernya yang masih diragukan, namun juga maknanya yang masih menjadi perdebatan.
ADVERTISEMENT
Pengetahuan yang dimaksud yaitu yang berasal dari manusia, pemikiran, dan indra. Pernyataan yang disampaikan oleh al-Kindi menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui proses pemikiran adalah universal, tidak terbatas, dan bersifat non-fisik.Al-Attas menjelaskan bahwa wahyu adalah sumber pengetahuan mengenai kebenaran esensial tentang makhluk dan Penciptanya. Pengertian Wahyu adalah landasan bagi kerangka metafisis dalam mendiskusikan filsafat sains sebagai sarana untuk memahami realitas dan kebenaran yang diperoleh melalui akal dan pengalaman. Wahyu memiliki sifat yang bersifat absolut. Tanpa adanya wahyu, realitas yang kita pahami hanya terbatas pada dunia fisik yang dianggap sebagai satu-satunya kenyataan yang ada. Itu lah ilmu pengetahuan yang berlandaskan keilmuan.
Menurut al-Qur’an, salah satu cara untuk mengenali kebenaran adalah dengan mengamati atau memperhatikan. Dengan melakukan aktivitas melihat, manusia bisa memperoleh pemahaman mengenai kebenaran dari objek atau hal yang bersifat fisik dan inderawi.Dalam era yang terus maju, banyak sekali pengetahuan yang tersedia. Namun demikian, kita perlu memahami kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan tersebut. Dengan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan, kita juga menghargai rasa transendental kita kepada pencipta. Dengan mempertimbangkan pentingnya pengembangan pengetahuan keislaman, pembelajaran dan pemahaman menjadi kunci utama.
ADVERTISEMENT
Adopsi inspirasi dari tokoh-tokoh Barat dalam ilmu pengetahuan dapat memberikan gambaran yang jelas, sehingga dapat meningkatkan kualitas pengetahuan keislaman yang lebih matang.Ilmu sangat bermanfaat karena bersifat terus-menerus dan berkelanjutan.Dari berbagai tokoh filsuf barat, telah dipilih sosok filsuf yang memahami konsep tersebut, yaitu August Comte, yang menjadi kunci dalam penerapan pemikiran positivisme ilmu pengetahuan dengan sangat tepat. Menurut ajaran Islam, dalam upaya mendapatkan pengetahuan dan kebenaran, Tuhan dan manusia diakui memiliki peran bersamaan. Tuhan adalah pencipta dan asal sumber segala ilmu dan kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, tak satupun ilmu atau kebenaran dapat diakses tanpa bimbingan-Nya yang diberikan kepada manusia.
Raihanah Benita, Zulfa Safinatun Najwa mahasiswi Komunikasi Penyiaran UMY.
ADVERTISEMENT