Konten dari Pengguna

Memaksimalkan Anggaran IISMA

Zulfa Salman
Mahasiswa di Universitas Padjadjaran yang menulis sebagai santapan sehari-hari
31 Agustus 2024 15:31 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfa Salman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/black-calculator-near-ballpoint-pen-on-white-printed-paper-53621/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/black-calculator-near-ballpoint-pen-on-white-printed-paper-53621/
ADVERTISEMENT
IISMA (Indonesian International Student Mobility Awards) merupakan program besutan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menjadi incaran banyak mahasiswa Indonesia. Bagaimana mungkin tidak, program ini memberikan mahasiswa S1/D4 untuk belajar ke luar negeri dengan beasiswa penuh (fully funded) atau pendanaan bersama (co-funding).
ADVERTISEMENT
IISMA adalah salah satu program flagship Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang eksis sejak tahun 2021, hingga saat ini IISMA telah memberangkatkan total 4 angkatan. Tidak hanya menjadi incaran mahasiswa, IISMA juga merupakan program kementerian yang sangat didorong oleh pengelola perguruan tinggi. Alasannya, prestasi mahasiswa di tingkat internasional serta program belajar di luar kampus menjadi poin tersendiri dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) 2 Perguruan Tinggi. IKU sendiri adalah sebuah ukuran yang telah ditetapkan untuk melihat efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan tinggi, yang artinya sangat berhubungan dengan kredibilitas sebuah kampus di mata nasional maupun internasional.
Grafik Anggaran Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2020-2022 (Sumber: Antara)
Untuk menyelenggarakan program internasional ini, tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. IISMA memakan anggaran yang jika diakumulasikan dari tahun 2020–2022 menyentuh angka Rp399,43 miliar. Dengan besaran tersebut, anggaran IISMA menjadi anggaran terbesar dari semua program flagship MBKM yang dikelola Kemendikbudristek.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari laman resmi IISMA, setiap awardee IISMA difasilitasi bantuan dana; biaya pendaftaran dan biaya pendidikan; biaya asuransi kesehatan; tunjangan rumah dan kehidupan; tiket pesawat kelas ekonomi dan biaya pengurusan visa; serta dana darurat. Bantuan dana berupa uang saku untuk peserta yang dikirim ke wilayah Eropa dapat mencapai angka 1.000 Euro atau sekitar Rp17,5 juta. Besaran bantuan dana yang diterima setiap peserta berbeda-beda tergantung lama durasi program, bahkan bisa mencapai puluhan juta.
Cuitan salah satu pengguna platform X yang menanggapi unggahan data Anggaran Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Tahun 2020–2022 (Sumber: X)
Tidak heran apabila banyak yang berpendapat, nilai anggaran tersebut terlalu bengkak untuk menyekolahkan mahasiswa program setingkat sarjana hanya selama satu semester di luar negeri. Publik media sosial pun mempertanyakan, apakah anggaran itu sebanding dengan dampak yang diberikan para awardees IISMA untuk Indonesia. Tidak sedikit pula yang menilai program ini bukan kegiatan dengan fokus akademis, melainkan modus untuk dapat pesiar ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Untuk Apa Ada IISMA?
Program IISMA diinisiasi dan dicanangkan oleh Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI. Ia merancang program ini dengan mempromosikan enam benefit yang ingin diberikan. Pertama, mahasiswa akan mendapatkan kesempatan belajar selama satu semester di luar negeri. Kedua, memberikan pengalaman belajar yang bermakna, meningkatkan pemahaman budaya antarbangsa, serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi antarbangsa. Ketiga, mahasiswa dapat mengambil mata kuliah atau aktivitas pembelajaran sesuai minatnya. Keempat, mahasiswa yang mengikuti program IISMA akan mendapatkan pengakuan capaian pembelajaran setara 20 sks. Kelima, adanya kesempatan untuk membangun jejaring global. Dan keenam, membangun kompetensi masa depan.
Benefit-benefit yang ditawarkan tersebut berfokus pada pengembangan diri dan peningkatan kompetensi penerima beasiswa. Indonesia membutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang mampu bersaing dengan standar internasional. Global exposure dalam hal ini mengambil peran.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, IISMA juga mengharapkan output dari perjalanan ini, yakni mahasiswa mendapat paparan internasional di lingkungan akademik dan industri; terbentuknya jaringan alumni yang kuat (pascaprogram); kesempatan untuk studi masa depan dan kesempatan kerja di industri multinational; meningkatkan visibilitas institusi sehingga mempermudah kerjasama institusi dengan kampus luar negeri; dan menciptakan kolaborasi internasional yang mendukung Indikator Kinerja Utama (IKU).
Di luar benefit dan output di atas, selama menjalani IISMA, mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih mata kuliah (subject) yang diminati meskipun tidak linear dengan fokus bidang studinya. Tentunya ini sangat sesuai dengan semangat Kampus Merdeka yang dipromosikan oleh Mas Menteri.
Dalam filosofi MBKM, mengambil mata kuliah pilihan, apalagi yang berada di luar rumpun studi, memungkinkan mahasiswa untuk memahami koneksi antar disiplin ilmu dan memiliki opsi karir yang lebih fleksibel. Kurikulum yang disusun oleh universitas dimaksudkan untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi dunia kerja. Karena itu lah, fleksibilitas dinilai perlu, sebab lulusan perguruan tinggi bukan hanya harus mengabdi di tempat kerja, tetapi juga harus mampu melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa dengan latar belakang pendidikan utama di rumpun saintek misalnya, juga perlu untuk mempelajari ilmu sosial seperti komunikasi, psikologi sosial, dan sejarah.
ADVERTISEMENT
Selain fleksibilitas dalam belajar, Program IISMA pun telah menjadi jembatan untuk memperkenalkan Indonesia di ranah pendidikan internasional. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-2 sebagai negara di Asia Tenggara yang terbanyak mengirim warga negaranya untuk mengambil studi di luar negeri.
Merujuk kepada GoodStats, per 2024, Indonesia menyumbang sekitar 59 ribu pelajar. Sementara posisi tertinggi dipegang oleh Vietnam dengan jumlah di kisaran 137 ribu pelajar. Pelajar Indonesia di luar negeri, secara tidak langsung, berperan menjadi delegasi negara. Tindak tanduknya pun mengatasnamakan negara. Sebagai ilustrasi, jika media meliput peristiwa tentang prestasi mahasiswa Indonesia di bidang kompetisi debat misalnya, headline-nya bukan “A Student Won A National American Debate Championship”, melainkan “An Indonesian Student Won A National American Debate Championship
ADVERTISEMENT
Perlu diperhatikan pula bahwa ribuan awardees IISMA tersebut dibiayai penuh oleh negara, bukan beasiswa dari lembaga swasta atau non-governmental organizations (NGOs). Oleh karenanya, publik yang juga pembayar pajak sumber penghasilan negara punya hak untuk mempertanyakan dan mengulik tentang programnya, penerima beasiswanya, hingga output-nya.
Dari observasi terhadap interaksi publik, pertanyaan utama yang menjadi polemik adalah apakah benar anggaran IISMA terlalu besar dan perlu dievaluasi? Apakah program ini memberikan dampak yang sepadan dengan besarnya anggaran yang dialokasikan untuk program ke luar negeri ini?
Evaluasi Terhadap Inklusivitas IISMA
Anggaran untuk pelaksanaan Program IISMA memang besar. Namun di luar itu, persiapan sebelum akhirnya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti IISMA juga ternyata memerlukan biaya yang tidak kecil. Akibatnya, kesempatan mengikuti Program IISMA ini tidak dapat dikatakan merata bagi seluruh mahasiswa Indonesia. IISMA pun dicap sebagai program beasiswa yang tersegmentasi untuk kelas menengah dan menengah atas.
ADVERTISEMENT
Cap ini disematkan oleh masyarakat karena syarat dan ketentuan untuk mengikuti IISMA secara otomatis menyeleksi siapa yang bisa dan tidak bisa mengikuti program ini. Syarat dan ketentuan tersebut berhubungan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Sebagai contoh, program ini mensyaratkan adanya sertifikat English Proficiency Test (EPT) atau tes kemampuan Bahasa Inggris dengan standar skor yang telah ditetapkan. Sertifikat yang diakui adalah IELTS, TOEFL iBT, dan Duolingo English Test (DET), yang pilihannya ditentukan berdasarkan permintaan universitas tujuan masing-masing. Ada perguruan tinggi mitra (host university) yang menerima IELTS saja; TOEFL iBT saja; IELTS dan TOEFL iBT; atau ketiga-tiganya.
Permasalahannya, biaya tes IELTS dan TOEFL iBT mencapai kisaran angka 3 juta rupiah, sementara itu DET lebih murah dengan biaya di kisaran angka 700 ribu rupiah. Itu pun belum berarti setelah mengikuti tes, mahasiswa dijamin lulus beasiswa, karena masih ada tahap-tahap seleksi yang harus dilewati. Tentunya, untuk seorang mahasiswa yang harus memikirkan matang-matang anggaran kehidupan setiap harinya, mengeluarkan uang untuk biaya EPT terlalu tinggi risikonya untuk dipertaruhkan.
ADVERTISEMENT
Tanpa subsidi, tidak semua orang mampu berpartisipasi. Memang ada perguruan tinggi yang memberikan bantuan berupa subsidi EPT untuk mahasiswanya, seperti UI yang memberi dana bantuan Rp500 ribu–1 juta untuk mahasiswa terpilih dan Unesa yang mendanai EPT untuk 100 mahasiswanya. Namun, lagi-lagi subsidi tersebut sifatnya tidak merata.
Selain EPT, syarat dan ketentuan lainnya yang memakan biaya ialah surat keterangan bebas narkoba (SKBN). Biaya pembuatan SKBN berbeda-beda tergantung lembaganya, di BNN sendiri dikenakan tarif Rp 290 ribu.
Demi mendukung inklusivitas program, IISMA dapat memfasilitasi calon pendaftar dengan EPT dan tes urine gratis. Solusi lainnya adalah EPT dapat diletakkan sebagai tahap akhir setelah peserta dinyatakan diterima sebagai awardee. Untuk membuktikan di tahap awal bahwa peserta memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang mumpuni di tingkat akademik, peserta dapat mengumpulkan sertifikat tes prediksi yang harganya jauh lebih ramah kantong pelajar.
ADVERTISEMENT
Kontribusi Nyata Awardees Dipertanyakan
Setiap program harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. IISMA pun sama. Data akumulasi anggaran yang beredar menimbulkan banyak tanda tanya dari masyarakat. Salah satu alasan yang membuat warganet menyorot, mempertanyakan, dan mengkritik IISMA adalah anggaran gemuk tersebut menghasilkan dampak yang tidak sesuai harapan. Warganet mulai membandingkan anggaran program A, B, C dengan program IISMA dan alternatif apa yang negara bisa lakukan dengan dana sebanyak itu.
Konsep IISMA yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa S1 untuk studi di luar negeri menguntungkan banyak pihak, terutama mahasiswa penerima beasiswa. Tidak dipungkiri para awardees mengakui benefit jangka pendek yang diterima tidak sedikit. Data yang disebutkan oleh Kemendikbudristek menyatakan bahwa mahasiswa lulusan program IISMA hanya butuh waktu 0,3 bulan untuk dapat pekerjaan dan dapat gaji pertama 1,88 kali lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP). Selain itu, beberapa awardees juga menjadikan ilmu dan pengalaman mereka selama menjalani IISMA untuk menyusun tugas akhir mereka yang berbentuk penelitian.
ADVERTISEMENT
Menurut penuturan Kepala Office International Affairs (OIA) Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Elnovani Lusiana, kontribusi yang diberikan awardees IISMA sepulang dari host university kepada kampus asal (home university) berupa peran menjadi motivator untuk mahasiswa yang tertarik untuk menempuh studi atau magang di luar negeri dan tutor untuk calon awardee IISMA selanjutnya. Salah satu bentuk motivasi yang diberikan, yakni melalui seminar dan program mentorship. Peserta IISMA memfasilitasi mentorship dan menjelaskan pengalaman serta bagaimana cara diterima menjadi awardee IISMA.
Ini adalah kontribusi minimal yang dapat dilakukan awardee setelah selesai melaksanakan program. Namun, dengan level kompetisi mereka, ada harapan mereka dapat melakukan lebih dari itu. Melalui berbagai saluran media, masyarakat mempertanyakan dampak nyata yang dapat dirasakan.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, IISMA memberikan potensi benefit jangka panjang untuk Indonesia dalam bentuk global exposure dan SDM dengan kompetisi global. Namun, dari tahun 2021 hingga 2024, warganet mengaku tidak merasakan dampak nyata yang diberikan oleh program dengan anggaran ratusan miliar tersebut. Seperti mahasiswa penerima beasiswa LPDP yang wajib mengabdi pada negara setelah menyelesaikan studi, penerima beasiswa IISMA dinilai layak untuk diberi kewajiban yang serupa.
Minimnya kontribusi alumni IISMA ini disebabkan oleh tidak adanya kewajiban di atas selain membuat laporan kegiatan, memberi motivasi, dan berbagi pengalaman. Berbeda dengan beasiswa sekolah dari LPDP, IISMA adalah pertukaran pelajar yang cukup singkat untuk mahasiswa sarjana dan vokasi. Sepulangnya mereka dari program luar negeri tersebut, mereka masih harus melanjutkan studi yang tertunda. Beban studi mahasiswa peserta IISMA dan LPDP di host university pun berbeda, karena Program IISMA hanya mencakup satu semester saja.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, apabila pengabdian kepada negara diwajibkan bagi lulusan IISMA, bentuknya tidak perlu sama dengan kewajiban yang diberikan kepada lulusan LPDP. Tidak dengan cara bekerja untuk negara, tetapi berupa proyek individu ataupun kelompok. Proyek tersebut ditujukan untuk mengimplementasikan ilmu dan pengalaman yang didapat selama melakukan pertukaran pelajar. Proyek yang dirancang dapat berupa proyek sosial, pendidikan, lingkungan, hingga kewirausahaan.
Minim Laporan Kegiatan di Media Sosial
Kesan bahwa Program IISMA tidak terasa dampaknya ke masyarakat juga dapat disebabkan minimnya expose di media yang banyak diakses publik, salah satunya adalah media sosial. Saat ini media sosial menjadi saluran yang lumrah digunakan oleh semua orang, tidak terbatas hanya influencer saja, dan juga paling banyak berpengaruh berdasarkan hasil riset Reuters tahun 2024. Di luar itu, Generasi Z atau Gen Z yang menjadi target dari program IISMA tumbuh besar dengan teknologi. Mereka adalah generasi yang mengikuti perkembangan media sosial dari sekadar tempat mengunggah kata-kata mutiara, curhatan hidup, dan selfie, hingga saat sekarang menjadi alat branding.
ADVERTISEMENT
Mengingat potensi tersebut, media sosial dapat digunakan sebagai laman awardees untuk mengunggah laporan kegiatan harian, mingguan, atau bulanan mereka. Laporan kegiatan itu selain sebagai bentuk tanggung jawab mereka kepada publik. Awardees IISMA menggunakan media sosial sebagai saluran untuk mengunggah kehidupan sehari-hari mereka, tetapi tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Kegiatan akademik dan non-akademik di host university kurang ditampilkan di media sosial. Jadi, ketika publik melihat akun media sosial awardees hanya diwarnai dengan unggahan pelesiran, asumsi negatif pun tidak bisa ditekan. Meskipun kegiatan pelesir tersebut dilakukan di waktu luang dan awardees pada kenyataannya melakukan hal bermanfaat sehari-hari, jika tidak diberitakan dengan baik, masyarakat tidak akan tahu.
Laporan kegiatan di media sosial cenderung berpusat di akun media sosial utama IISMA dari masing-masing host university, contohnya akun Instagram IISMA University of Glasgow (@iisma.uofg) dan IISMA University of Yale (@iisma_yale). Selain konten ringan yang menyenangkan, setiap awardees harus didorong untuk mengunggah laporan kegiatan akademik dan non-akademik—seperti kegiatan sukarelawan dan pertukaran budaya Indonesia kepada warga lokal—di akun media sosial mereka masing-masing.
ADVERTISEMENT
Setiap Awardee adalah Duta
Branding awardees penting.
IISMA memiliki label sebagai program prestisius dan elite. Seleksi yang harus dilalui calon awardees cukup ketat, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Tahun ini dari 15 ribu pendaftar, hanya 3 ribu yang diterima. Dengan begitu, setiap awardees mau tidak mau, suka tidak suka adalah duta IISMA dan “duta bangsa” seperti yang dikatakan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam. Citra awardees mencerminkan prinsip dan idealisme program, baik di kancah nasional maupun internasional.
Harus diakui bahwa awardees IISMA memegang power untuk memberi dampak, setidaknya di lingkup sosial mereka. Sebagai duta, publik akan mengaitkan hal positif ataupun negatif yang dilakukan awardees dengan program. Oleh karena itu, IISMA harus memberikan pelatihan on screen personality untuk peserta agar peserta dapat menampilkan dan mengelola branding karakter yang sesuai di media sosial.
ADVERTISEMENT
IISMA menjadi satu-satunya program flagship MBKM yang membawa mimpi ribuan mahasiswa melakukan studi ke luar negeri di perguruan tinggi terbaik dunia. IISMA dan penerima beasiswanya memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Anggaran program IISMA yang memakan ratusan miliar rupiah perlu didukung dengan dampak nyata baik dari penyelenggara maupun penerima beasiswa. Transparansi dalam mengevaluasi efektivitas program; dorongan bagi para awardees untuk terlibat dalam proyek yang membantu mengatasi masalah di Indonesia; serta upaya aktif untuk mengkomunikasikan kontribusi mereka di media sosial sangatlah penting.
Anggaran yang besar harus dapat dipertanggungjawabkan secara penuh dan maksimal, baik oleh penyelenggara maupun peserta. Seperti yang dikatakan Uncle Ben dalam film Spider Man, “with great power comes great responsibility”.
ADVERTISEMENT