Konten dari Pengguna

Perkembangan Wayang dari Masa ke Masa

Zulfikar
Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang
16 Desember 2022 14:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfikar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Wayang. Sumber: Shutterstock/Daniel Adi Pamungkas
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wayang. Sumber: Shutterstock/Daniel Adi Pamungkas
ADVERTISEMENT
UNESCO menetapkan 7 November sebagai hari wayang nasional. Keputusan tersebut memiliki latar belakang hingga pada akhirnya diresmikan secara nasional. Kehadiran wayang di Indonesia tidak serta merta langsung menjadi warisan budaya, mulanya mengalami transformasi hingga menjadi wayang yang dikenali oleh masyarakat. Peninggalan sejarah kesenian Indonesia berupa kulit bermotif ini dahulu merupakan media kepercayaan nenek moyang yang berpegang teguh dengan keyakinan aliran animisme dan dinamisme, peristiwa ini telah terjadi 1500 SM. Pada saat itu wayang digunakan sebagai media pemanggilan arwah roh leluhur yang telah meninggal untuk urgensi keagamaan. Sehingga seiring berjalannya waktu, mulailah ramai pembuatan wayang dengan rupa dari roh-roh leluhur yang telah tiada.
ADVERTISEMENT
Masuknya agama Hindu dan Budha ke indonesia pada abad ke 9 sampai 10 M menjadikan wayang menjadi sarana untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama atau media dahkwah. Kitab yang terkenal dalam agama ini adalah Ramayana dan Mahabarata. Di dalam kitab tersebut terdapat epos-epos kehidupan, seperti halnya dalam Ramayana yang memiliki tujuh epos yang menceritakan kisah Rama dan Sita. Seiring berjalannya waktu, kisah kedua kitab tersebut menjadi luas berkembang. Seperti dalam Ramayana, terdapat masing-masing cerita hanoman dalam karakter lain.
Dalam penyebaran agama Islam yang dilakukan para walisanga membungkus dakwah dengan cerita kisah nabi dan rasul serta sejarah kebudayaan Islam melalui wayang. Mubaligh Islam atau walisanga menggunakan wayang dan gamelang sebagai media dakwah ditransformasikan menjadi kesenian bernafaskan keislaman. Dalam hal ini mendorong terjadinya perubahan yang besar di berbagai bidang dalam kebudayaan masyarakat. Wayang dibuktikan dalam kehadirannya di pulau Jawa ditemukan dalam prasasti dan kepustakaan Jawa Kuna. Perihal prasasti dijelaskan bahwa istilah wayang ditemukan pada tahun 829 Saka (709 M) zaman prasasti Prabu Dyah Balitung, dalam prasasti tersebut diterangkan pementasan pergelaran wayang yakni menyanyi (menembang), bercerita dan memainkan wayang. Pada masa itu rakyat mulai menambahkan fungsi wayang menjadi fungsi hiburan yang pada saat itu pagelaran wayang diselenggarakan oleh petinggi (raja).
ADVERTISEMENT
Pementasan wayang pertama kali ditunjukkan pada masa kerajaan Kediri hingga kerajaan Mataram III (1135-1552 M), tujuan pewayangan dalam masa tersebut bukan lain sebagai media hiburan dan media promosi kerajaan untuk ditampilkan kepada rakyatnya. Berawal dari media promosi, wayang berkembang dari segi motif yang dibeda-bedakan untuk menandakan karakteristik setiap kerajaan. Dari sinilah setiap kerajaan memiliki ciri khas wayang yang berbeda walaupun berupa jenis wayang purwa (wayang orang) karena mengukuhkan fungsi awal kehadiran wayang di masyarakat sebagai pemanggilan arwah roh leluhur.
Pada masa penjajahan yang terjadi di Indonesia, wayang juga berkembang menjadi sarana hiburan dan penceritaan. Pada tahun 1829 di masa penjajahan Belanda, wayang kulit dipentaskan untuk masyarakat. pementasan tersebut harus membayar tiket masuk seharga 20 gulden (10 kuintal padi kering). Dihubungkan pada dewasa ini, pagelaran wayang dilakukan di museum wayang. Beberapa pagelaran tersebut dilakukan di beberapa wilayah sepanjang tahun 2022 diantaranya; wayang kulit dengan judul “Cerita Gatotkaca Wisuda” (digelar pada 27 Maret didalangi oleh Ki Sri Surakarta dilaksanakan di Jakarta), wayang kulit Jogjakarta berjudul “Cerita Gendero Jati Waseso” (digelar pada tanggal 22 Mei didalagi oleh Ki Sunandar dilaksanakan di Jakarta), wayang purwa berjudul “Pandawa Wiratama” (digelar pada 10 Juli dilaksanakan di Surakarta), wayang purwa berjudul “Bima Bungkus” (digelar pada 04 Agustus didalangi oleh MP. Cermu Widagda dilaksanakan di Jogja), “Cerita Rama Tambak” (digelar pada 14 Agustus didalangi oleh Ki Bima Arya dilaksanakan di Jakarta).
ADVERTISEMENT
Wayang pada masa era modern saat ini dijadikan sebagai sarana penceritaaan atau saran hiburan agar masyarakat Indonesia mengetahui kebudayaan wayang yang telah dijadikan dengan apa yang telah dikukuhkan oleh UNESCO. Oleh karena itu, masyarakat indonesia menginginkan wayang terlestarikan, hal tersebut terbukti oleh masyarakat mulai membuat wayang menjadi sarana penceritaan seperti halnya pada saat pertunjukan wayang dalam museum wayang. Pertunjukkan wayang yang dipentaskan pada masa modern ini mengalami modifikasi dari segi judul, namun dari segi tema tidak berubah karena kisah wayang modern merupakan bentuk saduran dari beberapa epos dalam kitab Mahabarata dan Ramayana.
Hal tersebut diperkuat dengan pementasan wayang yang disaksikan oleh penulis dalam museum wayang di Jakarta, pertunjukkan tersebut diadakan pada 25 September 2022 dengan judul lakon “Petruk Dadi Ratu” yang didalangi oleh Ragil Handoko Himawan, pementasan wayang ini berjenis wayang orang Surakarta. Petruk adalah tokoh wayang yang tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata dari India. Tokoh Petruk adalah panukawan dalam pewayangan Jawa dipihak keturunan/trah Witaradya. Menurut dalang, ia adalah anak dari Raja Gandarwa raksasa yang terdapat dalam kisah Mahabarata. Dapat dijelaskan bahwa masyakarat sebagai sarana pencipta berupa wayang ingin dilestratikan dan diketahui oleh banyak orang, baik lokal maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan mengenai sejarah dan contoh beberapa pementasan, diketahui bahwa wayang pertama kali hadir hingga menjadi terkenal seperti dewasa ini tidak serta merta menjadi warisan budaya, melainkan membutuhkan beberapa waktu. Jika pertama kali kehadiran wayang dimanfaatkan oleh nenek moyang sebagai media pemanggilan arwah atau ruh, berevolusi menjadi media dakwah yang dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu-Budha. Pada zaman sekarang wayang sudah bertransformasi menjadi media penceritaan yang berfungsi sebagai sarana penghibur atau hiburan yang dipilih oleh masyarakat Indonesia dan sebagai media pengenalan kebudayaan generasi dari segi pewayangan.
Referensi
Anggoro, B. (2018). “Wayang dan Seni Pertunjukan” Kajian Sejarah Perkembangan Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukan dan Dakwah. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 2(2), 257–268.
ADVERTISEMENT
Ariyanto, A. D. N. (2022). Giat Museum Wayang Menjaga Eksistensi dengan Pergelaran Wayang. Kumparan. https://kumparan.com/annisa-dyah-novia-arianto-00000061851/giat-museum-wayang-menjaga-eksistensi-dengan-pergelaran-wayang-1y9G0OxKgFy
Awalin, F. R. N. (2018). Sejarah Perkembangan dan Perubahan Fungsi Wayang dalam Masyarakat. Kebudayaan, 13(1), 77–89.
Jadwal Pentas Paket Wisata Srimanganti Bulan Agustus 2022. (2022). Visitingjogja. https://visitingjogja.jogjaprov.go.id/36562/jadwal-pentas-paket-wisata-srimanganti-bulan-agustus-2022/
Jadwal Wayang Orang Sriwedari Bulan Juli 2022. (2022). Pemerintah Kota Surakarta. https://surakarta.go.id/?p=25354
Jr., B. (2022). Petruk. In Wikipedia. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Petruk
Nostalgia, P. (2017). ‘Pajak Tontonan’ Wayang Masa Kolonial. Kumparan. https://kumparan.com/potongan-nostalgia/pajak-tontonan-wayang-masa-kolonial