Belajar dari Kasus Ferdian Paleka: Jangan Bisanya Menghakimi, Mari Evaluasi Diri

Zulfikri Nurfadhilla
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Malang Raya
Konten dari Pengguna
13 Mei 2020 16:58 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfikri Nurfadhilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Youtuber Ferdian Paleka. Foto: Instagram @ferdianpalekaaa
zoom-in-whitePerbesar
Youtuber Ferdian Paleka. Foto: Instagram @ferdianpalekaaa
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini jagat media sosial ramai membahas kasus prank dari seorang content creator bernama Ferdian Paleka. Sebuah konten prank pemberian sembako kepada transpuan dan remaja yang ternyata berisi sampah .
ADVERTISEMENT
Hal memalukan tersebut menuai banyak kecaman dan cercaan dari sebagian besar masyarakat. Mengingat mungkin di masa-masa pandemi hari ini, ketika banyak sektor pemberdayaan dan penghasilan terbilang lumpuh. Ditambah adanya konten yang justru membuat banyak kalangan naik darah.
Kenyataan tersebut tak bisa dipungkiri banyak mengundang segala hujatan bahkan hinaan kepada sang pelaku. Meskipun hari ini, ia telah didakwa dan mendekam di penjara sebagai tahanan karena kasus tersebut.
Dalam hal ini, kita mungkin dapat menyepakati dan sebenar-benarnya menyadari bahwa apa yang dilakukan content creator tersebut merupakan perbuatan yang salah, tindakan tidak bermoral. Penghinaan terhadap salah satu pihak dengan konten yang semata-mata hanya bertujuan viral. Sangat ironis. Betul-betul kreativitas yang kelewat batas.
ADVERTISEMENT
Kita semua mungkin merasa tersinggung, marah, terhina, atau mungkin malu dengan perlakuan salah seorang anak muda dari satu di antara anak bangsa lainnya. Yang seolah sudah merendahkan martabat manusia di depan publik, di muka umum, dan di dunia maya.
Kita mungkin merasa kaget, heran, dan tidak sampai pikiran mengapa ada orang setega itu. Lantaran menyoal hal tersebut banyak di antara pembuat konten lain, artis, dan kalangan netizen membuat sebuah unggahan konten sarkasme dalam rangka menanggapi kasus yang dinilai sebagai cerminan dari kemorosotan moral tersebut.
Alih-alih kecewa, kita mungkin perlu kemudian mengevaluasi diri sendiri. Siapa sangka, bisa jadi ini bentuk tamparan sekaligus pesan berharga yang diantarkan seorang ferdian paleka untuk kita semua.
ADVERTISEMENT
Kita patut mengakui bahwa tindakan tersebut juga merupakan pelajaran moral untuk kita sesama anak bangsa. Sesama remaja, sesama kaula muda, sesama generasi yang katanya memiliki kekuatan untuk membangun indonesia emas ke depannya.
Maka dalam hal ini, penulis berupaya untuk menarik persoalan dari perspektif lain, atau bisa jadi lewat pendekatan arif seorang manusia yang hakikatnya tak luput dari dosa dan khilaf.
Sejumlah tanggapan miring dan sederet hujatan di jagat maya mungkin sulit untuk dibendung. Kemahakuasaan netizen dalam mengoperasikan jempol dan jarinya tak bisa dikomandai dan diintervensi oleh satu suara dan satu kesepakatan akan kebenaran dan nilai. Penulis di sini juga tidak berposisi menjadi bagian dari poros yang membela tindakan seorang Ferdian, melainkan upaya dalam mengajak sesama bahwa mungkin kita perlu meyakini hal demikian adalah contoh dari pelajaran moral anak bangsa. pembelajaran kasat mata yang sangat berharga.
ADVERTISEMENT
Kita mungkin dapat menghakimi siapa pun dengan sebutan sampah, penjahat bahkan dajal sekali pun. Namun mengapa kita tidak lalu kemudian menyikapi kenyataan tersebut dengan mengevaluasi diri sendiri? Atas kejadian yang dirasa menyentuh hati kecil kita.
Kita seolah kehilangan arah untuk menuntun diri kita sendiri hanya karena penghakiman terhadap orang-orang yang memang dianggap salah.
Padahal rasanya kita akan jauh lebih gagah ketika menyudahi dan memaafkan kenyataan ini dengan terbuka. Berhenti untuk membenci dan menghakimi apa dan siapa pun.
Kita ada pada fase di mana krisis moral anak bangsa banyak yang tidak nampak. sebagian contoh lain mungkin terlihat terang benderang. Namun siapa yang dapat menjamin bahwa bisa jadi kita bagian dari contoh krisis tersebut. atau mungkin kita sendiri terlalu naif untuk mengakui bahwa diri kita lebih tidak bermoral ketimbang Ferdian Paleka. Siapa tahu, mungkin di luar sana, atau orang-orang terdekat kita juga melakukan hal yang sama dengan kemasan dan motif yang berbeda, merendahkan kehormatan orang di muka publik hanya untuk kepentingan sesaatnya.
ADVERTISEMENT
Mari berkaca pada tingkah laku kita di rumah, di lingkungan, cara kita bersikap kepada yang lebih tua, cara kita bermedia, hingga cara kehidupan kita lainnya. Mari kemudian menjadikan kasus di atas sebagai pembelajaran berharga kita bahwa ternyata sejauh ini kita masih harus selalu saling membantu, membimbing, mengarahkan, membenahi, dan mengawal sesama anak bangsa menuju tangga moralitas dan nilai . Mari bersama menyikapi fakta dan drama yang dilakoni Ferdian Paleka sebagai auto kritik juga untuk kita yang masih saja merasa lebih benar dan suci ketimbang yang lain, merasa lebih mulia dari orang lain yang dilihat dari kacamata kuda sebagai objek yang rendah dan hina.
MasyaAllah.
Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang selalu berbenah.
ADVERTISEMENT