Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
25 Tahun Haktenas dan Cita-cita BJ Habibie
17 Agustus 2020 5:33 WIB
Tulisan dari Zuliyan M Rizky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
10 Agustus 1995, hari itu, Indonesia menorehkan sejarah. Peristiwa peluncuran 'first flight' penerbangan pesawat N-250 'Gatot Kaca' tercatat sebagai prestasi membanggakan bagi putra-putri Indonesia. Ada sosok besar B.J Habibie dibalik keberhasilan itu. Tokoh yang 20 tahun mengabdi sebagai Menteri Riset dan Teknologi, dan kelak menjadi Presiden ke-3 RI, memang penuh ambisi soal membangun sumber daya manusia (SDM). Impiannya visioner, yakni menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri. Namun, seolah akan terwujud dalam waktu dekat, cita-cita Habibie yang juga cita-cita bangsa Indonesia, nyatanya masih harus menempuh jalan yang panjang.
ADVERTISEMENT
Hari Kebangkitan Teknologi Nasional memang identik dengan Habibie. Dia-lah yang paling berperan dan bertanggung jawab, mulai dari meletakkan nilai-nilai fundamental Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), melakukan industrialisasi strategis, meningkatkan SDM terbaik dari putra-putri Indonesia, mendorong variasi pangsa pasar berbasis teknologi, hingga memastikan seluruhnya berjalan lancar dan berhasil. Walau demikian, upaya-upaya panjang dan melelahkan tersebut masih saja belum cukup. Kondisi yang ada tidak berjalan sesuai rencana. Sehingga, tidak berlebihan kalau mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menjuluki Habibie sebagai The Right Man in the Wrong Time.
Mengenang kembali momen Haktenas yang sudah 25 tahun berlalu. Dimulai ketika Habibie menjabat Menteri Riset dan Teknologi pada 29 Maret 1978. Posisi tersebut cukup strategis mewujudkan cita-citanya, yaitu membuat industri pesawat terbang. Ia bergerak cepat dengan mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) atau sekarang menjadi PT Dirgantara Indonesia. Memimpin BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) beserta lebih dari 40 jabatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai kontribusi langsung kepada masyarakat, khususnya dalam hal peningkatan SDM. Habibie turut mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pada 7 Desember 1990. Ketika didaulat sebagai pimpinan, Habibie menginstruksikan jika organisasi ini tidak hanya berfokus terhadap umat islam, melainkan nasib seluruh bangsa Indonesia.
Langkah-langkah tersebut dilakukan Habibie demi orientasi penuh terhadap peningkatan SDM masyarakat serta kemandirian bangsa Indonesia untuk berkembang dan sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Ia juga menjadi kunci daripada ‘era tinggal landas’ yang diwacanakan pemerintah orde baru di bawah Soeharto. Tidak tanggung-tanggung, kepercayaan tersebut dibayar Habibie dengan konsistensi 20 tahun menjadi Menristek. Alhasil, pesawat terbang karya anak bangsa benar-benar tercipta sebagai kado ulang tahun ke-50 kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pesawat N-250 ‘Gatot kaca’ adalah yang pertama di kelas Subsonic Speed yang menggunakan teknologi Fly by Wire (seluruh gerakannya dikendalikan secara komputerisasi). Ini merupakan kelebihan N-250, karena pada saat itu baru pesawat A-340 milik Airbus dan Boeing-767 yang menerapkan teknologi Fly by Wire. Terbukti, pada penyelenggaraan Indonesia Air Show 1996, pesawat N-250 ‘Gatot kaca’ menjadi bintang di pameran dirgantara internasional tersebut.
Selang 3 tahun setelahnya, krisis moneter menghantam Asia pada 1998. Peristiwa ini menjadi mimpi buruk bagi cita-cita Habibie, juga masa depan dirgantara Indonesia. PT. IPTN terpaksa ditutup atas desakan IMF (International Monetary Fund) dan secara otomatis tidak dapat melanjutkan program. 16 ribu karyawan IPTN yang merupakan insinyur dan ilmuwan harus menjadi pengangguran, terbuang dari negeri sendiri, serta tersebar di negara orang untuk mengais rezeki. Mirisnya, pangsa pasar yang seharusnya diisi oleh N-250, justru dimasuki oleh pesawat ATR buatan Prancis dan Italia.
ADVERTISEMENT
Kekecewaan besar jelas dirasakan Habibie. Dikutip dari Habibie 3: Kecil Tapi Otak Semua (2012) karya A. Makmur Makka. Menurut Habibie, hanya 3 negara di dunia yang diminta menutup industri strategis, yaitu: Jerman karena trauma dengan Nazi, Jepang setelah perang dunia ke-2, lalu Indonesia. Habibie juga menganggap jika program IPTN tidak berhenti, Indonesia tidak perlu membeli Airbus dan B-737 dari Amerika karena pesawat nasional N-2130 masih dibuat. Ia pun memprediksi kalau IPTN dapat menjual 8000 unit pesawat N-250 rentang tahun 2000-2020 untuk pangsa pasar dunia. Soal apresiasi, Korea mengakui kualitas pesawat nasional CN-235 yang jauh lebih baik dari pada pesawat model CASA.
Gagasan yang dituangkan Habibie bukanlah peta buta. Ia tahu betul apa yang dilakukannya, berlandaskan apa, berikut proyeksi dan potensi kedepannya. Indonesia berdasarkan situasi geografis adalah negara kepulauan yang terpisah-pisah, sehingga sangat rentan terjadi kesenjangan sosial antar daerah.
ADVERTISEMENT
Bagi Habibie, membangun industri pesawat yang mandiri adalah salah satu cara untuk mengantisipasinya. Transportasi yang memfasilitasi mobilitas, dapat mendorong hadirnya pemerataan dan ketersediaan akses yang sama untuk menghubungkan seluruh masyarakat Indonesia di setiap daerah. Terbukti, ‘kesenjangan sosial’ atau ‘sentralisasi Jawa’ masih menjadi narasi yang belum usai. Pemindahan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang menghabiskan biaya besar, bahkan masih didasari oleh isu pemerataan, yang efektivitasnya tentu harus dibuktikan lebih lanjut.
Habibie sebetulnya memiliki kuasa untuk menghidupkan kembali IPTN, khususnya saat ia menjabat sebagai Presiden. Namun, nilai tukar rupiah yang anjlok serta keadaan negara yang chaos membuatnya enggan mengambil kesempatan tersebut. Ia menghadapi berbagai tudingan dan keraguan, sehingga upaya yang dapat membantahnya adalah dengan membuat kebijakan yang tepat sasaran. Dalam acara Mata Najwa yang tayang tahun 2014, Habibie dengan gamblang dan jelas menjawab:
ADVERTISEMENT
Kini, cita-cita Habibie dilanjutkan lewat pesawat R-80, pengembangan dari pesawat sebelumnya yaitu N-250. Kali ini, pesawat tersebut dibuat oleh PT. Regio Aviasi Industri yang berbendera swasta. Bisa dibilang jika pesawat R-80 adalah karya terakhir B.J Habibie sebelum tutup usia, yang saat ini pengerjaannya dilanjutkan oleh anaknya, Ilham Akbar Habibie. Proyek pesawat R-80 sempat masuk dalam PSN (Proyek Strategis Nasional) sesuai dengan Perpres Nomor 58 Tahun 2017.
Tetapi pada 3 Juni 2020, pesawat R-80 justru dicabut dari PSN oleh pemerintah atas dasar kebutuhan yang tidak mendesak. PT. RAI pun menegaskan tidak akan bergantung pada pemerintah. Bagaimanapun itu, kerja dan karya Alm. Habibie adalah nilai yang patut dihargai. Sehingga, sudah seyogyanya bangsa ini mewujudkan cita-cita Habibie sebagai budi baik, tidak terkecuali bagi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Merawat cita-cita Habibie adalah kerja bersama. Etika dan etos kerjanya adalah norma yang patut dijaga. 25 tahun Haktenas telah berlalu, jangan sampai bangsa ini berhenti berinovasi menghasilkan hal baru. Minimal, kita dapat membuktikan jika celotehan komik Abdurrahim Arsyad tidak benar-benar nyata: