Konten dari Pengguna

Dilema Ekonomi Negara Pasca Covid-19: Implikasi Tren Kemiskinan dalam Masyarakat

Ahmad Rizky Ramadhani
Saya mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya.Saya memiliki ketertarikan kuat pada isu-isu pembangunan, ekonomi, sosial, politik, dan teknologi. Dengan latar belakang akademis yang mendalam, saya aktif dalam menulis & membuat publikasi.
25 Desember 2024 16:26 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Rizky Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemiskinan masih menjadi tantangan besar dalam pembangunan nasional. Pandemi COVID-19 yang dimulai pada 2020 menciptakan dampak sosial-ekonomi yang signifikan, memperburuk kondisi masyarakat miskin, dan meningkatkan angka kemiskinan ekstrem. Meskipun berbagai program telah dilaksanakan, pemerintah terus menghadapi tekanan serta intervensi dari berbagai pihak untuk mengentaskan kemiskinan dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Ilustrasi kondisi masyarakat kelas bawah yang membutuhkan bantuan pemerintah. Photo: istockphoto/Stas_V
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kondisi masyarakat kelas bawah yang membutuhkan bantuan pemerintah. Photo: istockphoto/Stas_V

Tren Kemiskinan 2021–2024

ADVERTISEMENT

Kemiskinan di Awal Pandemi

Pada September 2021, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan sebesar 9,71% atau sekitar 26,5 juta orang. Kondisi ini meningkat dibandingkan sebelum pandemi, yang berada pada angka 9,22% pada 2019. Faktor utama peningkatan ini adalah:
ADVERTISEMENT

Kemiskinan Ekstrem

Menurut laporan pemerintah, kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai pendapatan di bawah $1,90 per hari (Rp29.300 per kapita). Pada 2022, terdapat sekitar 4 juta jiwa di Indonesia yang masuk kategori ini. Pemerintah menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada akhir 2024, melalui program-program intervensi langsung. Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan ukuran kemiskinan absolut yang konsisten antar negara dan waktu, sesuai dengan definisi Bank Dunia. Garis kemiskinan ekstrem ditetapkan berdasarkan paritas daya beli (PPP) dan saat ini ditetapkan pada $1,90 per hari13. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), seseorang dianggap miskin ekstrem jika pengeluarannya kurang dari Rp10.739 per hari atau Rp322.170 per bulan.

Penurunan Angka Kemiskinan 2023–2024

Dengan pemulihan ekonomi, angka kemiskinan mulai menunjukkan perbaikan. Pada Maret 2023, angka kemiskinan turun menjadi 9,36%, meskipun masih terdapat disparitas besar antara daerah perkotaan dan pedesaan. Sebagai contoh:
ADVERTISEMENT
Visualisasi Grafik Angka Kemiskinan Rentang 2021-2024

Faktor Penyebab Kemiskinan

ADVERTISEMENT
2. Keterbatasan Akses Layanan Dasar
ADVERTISEMENT
3. Inflasi dan Kenaikan Harga Bahan Pokok

Program Pengentasan Kemiskinan

1. Program Perlindungan Sosial
Pemerintah telah memperluas cakupan program bantuan sosial (bansos) seperti:
ADVERTISEMENT
2. Dana Desa
Program Dana Desa digunakan untuk:
3. Penguatan UMKM
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkontribusi pada lebih dari 60% PDB Indonesia dan menjadi tumpuan mata pencaharian sebagian besar masyarakat miskin. Pemerintah mengalokasikan:
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah melalui program bantuan sosial, Dana Desa, dan penguatan UMKM merupakan langkah strategis untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan dukungan berkelanjutan dan implementasi yang efektif, program-program ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin, tetapi juga mendorong kemandirian dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan tujuan untuk menciptakan negara yang lebih sejahtera dan berkeadilan dapat tercapai.