Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Persaingan Pedagang di Tengah Deflasi: Menguak Tekanan Ekonomi & Politik Pasar
7 Oktober 2024 12:30 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ahmad Rizky Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, fenomena persaingan pedagang yang semakin keras menjadi sorotan di berbagai media sosial dan berita. Video pedagang yang saling berebut pembeli dengan cara yang ekstrem, mulai dari menurunkan harga besar-besaran hingga melakukan promosi gila-gilaan, menjadi viral. Dalam beberapa kasus, bahkan terjadi konflik fisik antar pedagang yang sama-sama ingin merebut konsumen yang jumlahnya terus menurun. Fenomena ini terjadi seiring dengan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai tren deflasi 0,03% dalam indeks harga konsumen Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini hanyalah cerminan dari persaingan bisnis biasa, atau ada dinamika yang lebih kompleks di balik layar? fenomena ini adalah cerminan dari tekanan ekonomi yang semakin besar, terutama disebabkan oleh deflasi yang merugikan para pedagang kecil. Faktor-faktor ekonomi politik seperti regulasi pemerintah yang kurang tepat sasaran, dominasi oligarki, dan dampak globalisasi juga memainkan peran penting dalam memperburuk situasi ini.
Deflasi dan Dampaknya pada Penurunan Daya Beli
Deflasi, yang ditandai dengan penurunan harga barang dan jasa, sering kali dianggap sebagai tanda positif karena harga barang menjadi lebih murah bagi konsumen. Namun, pada kenyataannya, deflasi juga membawa dampak negatif, terutama bagi para pedagang kecil. Penurunan harga ini bukanlah karena pasokan melimpah, tetapi karena penurunan permintaan dari konsumen yang mengalami krisis daya beli.
ADVERTISEMENT
Bagaimana deflasi ini memengaruhi pedagang? Dalam kondisi deflasi, pedagang terpaksa menurunkan harga produk mereka agar tetap dapat bersaing dan menjual barang-barangnya. Namun, dengan daya beli yang juga menurun, keuntungan yang diperoleh pun semakin kecil. Dalam pasar yang semakin kompetitif ini, penjual harus "saling sikut" untuk mendapatkan pangsa pasar, meskipun ini berarti mereka harus menjual di bawah harga yang menguntungkan. Inilah yang menyebabkan banyak pedagang terlibat dalam promosi ekstrem, diskon besar-besaran, dan bahkan konflik langsung di pasar tradisional.
Faktor-Faktor Ekonomi Politik
ADVERTISEMENT
Rentetan Peristiwa Deflasi
ADVERTISEMENT
Data Deflasi Berdasarkan BPS
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat deflasi month-to-month (m-to-m) di Indonesia pada September 2024 tercatat sebesar 0,12 persen. Ini merupakan deflasi kelima berturut-turut sepanjang 2024, melanjutkan tren dari bulan Mei hingga Agustus. Deflasi ini terjadi terutama karena penurunan harga sejumlah komoditas penting, termasuk bahan bakar minyak (BBM), yang memberikan kontribusi besar terhadap penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK)​
Penurunan IHK ini berarti bahwa pada bulan September 2024, harga-harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 di September​ Deflasi yang berlangsung beberapa bulan ini dipandang sebagai sinyal tekanan ekonomi, khususnya bagi sektor-sektor yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.
Meski demikian, secara tahunan, Indonesia masih mencatat inflasi year-on-year (yoy) sebesar 1,84 persen, yang menunjukkan bahwa meskipun terjadi deflasi bulanan, secara keseluruhan harga barang masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya​.
ADVERTISEMENT
Fenomena saling sikut di kalangan pedagang Indonesia bukanlah sekadar persaingan bisnis biasa, tetapi mencerminkan krisis ekonomi yang lebih dalam. Deflasi, meskipun tampak menguntungkan bagi konsumen, membawa dampak buruk bagi para pedagang kecil yang harus berjuang mempertahankan usahanya di tengah penurunan harga dan daya beli yang terus merosot. Selain itu, faktor-faktor ekonomi politik seperti kebijakan yang tidak tepat sasaran, dominasi oligarki, dan globalisasi semakin memperparah situasi ini.