Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Bandung Spirit: Politik Luar Negeri yang Bukan Sekadar Romantisasi
15 Oktober 2023 16:01 WIB
Tulisan dari Naufal Demelzha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam sejarah perkembangannya yang panjang, Semangat Bandung atau yang dikenal dengan istilah Bandung Spirit telah mendorong negara-negara Konferensi Asia-Afrika (KAA) untuk melakukan kerja sama yang berbasis simbiosis mutualisme—saling menguntungkan—antara negara anggota satu dengan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Dibuktikan dengan terbentuknya New Asia-Africa Strategic Partnership (NAASP) pada tahun 2005 yang berfokus di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya (Kawuri, 2017).
Ditilik dari milestone Konferensi Bandung atau Konferensi Asia-Afrika, yaitu memantik kesadaran dari negara-negara dunia ketiga di kawasan Asia dan Afrika dari hegemon selama Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, maka secara langsung negara-negara tersebut telah merespons rivalitas antara Blok Barat dan Blok Timur.
Hal demikian dapat terjadi karena terdapat memori kelam terkait imperialisme dan kolonialisme yang pernah dirasakan oleh negara-negara dunia ketiga tersebut.
Tantangan Multipolar bagi Bandung Spirit
Ketika berbicara mengenai konsep negara dunia ketiga, tentu saja relevansinya masih sangat kuat. Mengingat tatanan dunia saat ini bukan hanya dipenuhi oleh hegemon besar layaknya Amerika Serikat dan Uni Soviet—yang saat ini pecah menjadi Rusia dan beberapa negara satelit lainnya, melainkan dihuni oleh hegemon-hegemon regional seperti Tiongkok di kawasan Asia, India di kawasan Asia Selatan, dan Afrika Selatan di kawasan Afrika.
ADVERTISEMENT
Di tengah dunia yang multipolar, Bandung Spirit telah mengaplikasikan balancing kepada negara-negara. Tidak peduli negara tersebut besar atau kecil, setiap negara berhak atas kemerdekaan dan yurisdiksi penuh atas wilayah serta penduduknya.
Dikutip dari (El Rahman, 2023), Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengungkapkan bahwa Bandung Spirit menjadi inspirasi ketika Indonesia menjadi Presiden G20 pada tahun 2022 lalu. Hal ini membuktikan bahwa Bandung Spirit tidak terfalsifikasi sebagai sebuah wacana yang gagal.
Dengan adanya Bandung Spirit, adalah mungkin akan terbentuk hegemon baru melalui BRICS, yaitu kelompok negara yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
Dikutip dari (Erwanti, 2023), Bandung Spirit sempat disinggung oleh Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS. “Kita harus menggunakan persatuan, persahabatan, dan kerja sama ala Bandung Spirit,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan munculnya hegemon-hegemon baru, maka kemungkinan terburuk yang akan terjadi adalah paradoks hegemoni. Hal tersebut dapat terjadi ketika sebuah negara yang pada awalnya ingin melakukan praktik balance of power terhadap hegemon besar yang telah ada, justru menjadi hegemon regional yang melakukan penjajahan dalam bentuk lain—debt trap dan algoritma e-commerce—kepada negara-negara yang menjadi periphery-nya.
Bandung Spirit dan Solidaritas Internasional
Bandung Spirit mengutamakan solidaritas terhadap negara-negara dunia ketiga. Dasasila Bandung menjadi prinsip utama dalam melakukan solidaritas internasional.
Menghargai, menghormati, dan mengakui merupakan nilai-nilai inti yang dapat ditelaah dari Dasasila Bandung (Weber & Winanti, 2016).
Komitmen kolektif dari negara-negara dunia ketiga untuk melawan imperialisme dan kolonialisme tersebut didasari oleh sebuah konsep yang dikenal dengan istilah “solidaris-internasionalisme” (Weber & Winanti, 2016).
ADVERTISEMENT
Konsep solidaris-internasionalisme sama halnya dengan ungkapan senasib sepenanggungan, namun dengan signifikansi lingkup yang lebih luas.
Dalam konteks demikian, Bandung Spirit berperan penting dalam memotivasi negara-negara untuk membentuk Group of 77 atau G77 pada tahun 1964. Sehingga dapat tercipta sebuah visi bagi negara-negara dunia ketiga, antara lain: dekonolonisasi dan pengembangan ekonomi di setiap negara.
Melalui prinsip dasar dekolonisasi, Bandung Spirit membawa angin segar tentang kedaulatan kepada negara-negara korban imperialisme dan kolonialisme, yaitu dengan menyumbang ide bahwa proses pengambilan kebijakan sebuah negara sepenuhnya dilakukan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun (Nurhasdy et al., 2016).
Meskipun multipolaritas telah terjadi pada tatanan dunia saat ini, relevansi Bandung Spirit akan tetap eksis. Dengan adanya konsep dekoloniasi, solidaritas internasional, dan pemberdayaan negara-negara berkembang, maka Bandung Spirit akan tetap membara bagi kemajuan negara-negara dunia ketiga secara berkelanjutan, terutama bagi Indonesia yang menjadikan Bandung Spirit sebagai inspirasi dalam dinamika politik luar negeri.
ADVERTISEMENT