Memaknai Gagal

Khasiatun Amaliyah
- Social Science Education 2020, Universitas Negeri Semarang - Mahasantri di Pesantren Riset Al-Muhtada
Konten dari Pengguna
3 September 2022 12:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khasiatun Amaliyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
picture Khasiatun
zoom-in-whitePerbesar
picture Khasiatun
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Adakah dari kita saat ini dengan sengaja sedang merencanakan gagal dan ingin mengalami kegagalan? Aku rasa tidak ada yang mau. Jika bisa dan ada kesempatan untuk menghindari yang namanya kegagalan itu, mungkin kita akan melakukannya. Bukti bahwa tidak ada dari kita yang ingin mengalami atau merasakan gagal adalah masih banyaknya dari kita yang terus berjuang. Mengusahakan hal terbaik dalam tiap kesempatan dan peluang. Masih banyak dari kita yang berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan good ending. Meskipun demikian, nyatanya kita tetap tidak bisa menghindari yang namanya kegagalan. Entah itu sebagai bentuk kegagalan kita yang pertama, kedua, ketiga, atau bahkan tidak terhitung gagal yang ke berapa. Sangking banyak dan seringnya. :(
ADVERTISEMENT
Di sini aku tidak akan memaksa kalian untuk menghindari kegagalan itu sendiri, melakukan manipulasi bagaimana caranya terhindar dari kegagalan, atau memberikan tips maupun trik untuk selalu berhasil. Kenapa? Karena aku hanya ingin memberikan sudut pandang berbeda. Sudut pandang dengan memaknai kegagalan bukan sebagai bentuk gagal yang saklek. Namun, aku menyebutnya sebagai sesuatu yang belum tepat. Entah itu waktunya, saat, momentum, teknik, cara, atau hal-hal lain yang terkait dalam proses mengusahakan sesuatu. Sesuatu yang belum tepat (dianggap gagal oleh kebanyakan orang) nyatanya, masih bisa kok diperbaiki. Entah dari strategi atau cara lebih baru dan berbeda, melalui kesempatan dan peluang yang lain, atau bahkan dengan cara maupun pemikiran yang harus diubah ranahnya.
ADVERTISEMENT
Maksudnya bagaimana dan apa hubungan atau keterkaitan antara gagal dan belum tepat? Memberikan penyebutan gagal dalam setiap upaya yang belum berhasil, rasa-rasanya secara otomatis mendoktrin, bahwa kita nggak bisa, nggak mampu, atau bahkan nggak layak untuk sesuatu yang kita usahakan. Padahal, Jika sudah seperti itu, rasanya pennyebutan seperti itu membuat diri susah untuk kembali bangkit bagi sebagian orang. Seakan, kita harus mencari obyek lain yang diusahakan sebagai pengganti obyek di awal yang gagal. Apakah dengan kita mengganti-ganti obyek akan menjamin tidak lagi menemui gagal, kesulitan, bahkan hambatan?
Contohnya begini, aku ingin menjadi seorang penulis. Memberikan manfaat, menyebarluaskan pengetahuan sesuai bidang ilmu yang aku tekuni lewat tulisan. Namun, aku mengalami kendala dalam mencapai hal sebagai penulis. Misalnya, pada saat aku submit tulisan pertama, kedua, bahkan sampai yang ke sekian ke media massa, dan tidak ada yang mau menerimanya. Seandainya, aku menganggap sesuatu yang belum tepat itu sebagai bentuk kegagalan. Aku bisa saja berhenti menulis dan mencari obyek lain.Begitupun seterusnya. Padahal, bisa saja penolakan yang aku terima disebabkan ada yang kurang tepat antara genre tulisan dengan genre media yang aku tuju. Bisa saja penolakan yang aku terima karena tulisanku belum rapi, kalimat dalam tulisan yang masih berantakan, maupun ketidaktepatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Artinya apa? Memberikan makna gagal secara tepat dapat membantu kita menjadi sesuatu yang luar biasa, tanpa kita menyadarinya. Seandainya, dalam beberapa hal kita belum berhasil, terima saja itu, lihat apa-apa yang harus dievaluasi. Kita nggak harus sempurna untuk semua aspek kehidupan, tapi kita harus memberikan yang terbaik dalam tiap kesempatan. Bagaimana bisa memberikan yang terbaik jika jika masih ada rasa ketidakpercayaan, keraguan dalam diri atas apa yang dipilih?
Entah sesuatu yang belum tepat itu dari segi teknis maupun non teknis. Jika ditanya, gimana ya rasanya gagal? Sangat tidak mengenakkan, perasaan insecure yang tiba-tiba datang, kebingungan antaraharus terus berjuang atau berhenti saja di tengah-tengah perjalanan. Akui saja kalau memang dibeberapa kesempatan kita belum mampu. Mengakui bukan berarti pecundang kan? Nyatanya, manusia lahir dengan dua sisi, yaitu kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Namun, jangan sampai itu dijadikan alasan untuk malas-malasan, itu poinnya.
ADVERTISEMENT
Namun, apa pun makna yang kita beri atas segala sesuatu yang belum berjalan baik atau belum sesuai harapan. Pastikan makna yang kita beri adalah sesuatu yang mampu menjadikan kita terus maju bertumbuh sebagai seorang manusia yang berkualitas ke depannya. Sesuatu yang bisa membuat kita merdeka sebagai seorang individu dan sosial, dan mampu memberikan dampak positif pada setiap kesempatan dan peluang.