Konten dari Pengguna

Bantuan Militer dan Keamanan AS ke Taiwan: Niat Tulus atau Ambisi Geopolitik?

Dhiva Zayyana Syifa'un Nabilla
Seorang Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur
20 Oktober 2024 12:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhiva Zayyana Syifa'un Nabilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar: Canva, dibuat oleh penulis. Bendera AS dan peta Taiwan, mengilustrasikan keterlibatan atau dukungan AS terhadap wilayah Taiwan.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar: Canva, dibuat oleh penulis. Bendera AS dan peta Taiwan, mengilustrasikan keterlibatan atau dukungan AS terhadap wilayah Taiwan.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang
Ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan semakin meningkat pada beberapa tahun terakhir, hal tersebut berbanding lurus juga dengan meningkatnya tekanan yang diberikan oleh Tiongkok kepada Taiwan. AS yang sejak lama diketahui sebagai sekutu dari Taiwan turut meningkatkan bantuan militer dan keamanannya. Diketahui bahwasannya AS berkomitmen memberikan bantuan pertahanan diri dari ancaman eksternal sejak berlakunya Taiwan Relation Act tahun 1979. AS menjadi negara yang paling masif memberikan bantuan militernya ke Taiwan. Di balik pemberian bantuan ini, tentu masih banyak yang bertanya-tanya apakah terdapat ambisi geopolitik di dalamnya?
ADVERTISEMENT
Teori
Sebelum masuk ke pembahasan, untuk menganalisis isu ini kita dapat menggunakan kaca mata realisme. Di mana realisme memandang bahwasannya sebuah negara akan bertindak sesuai dengan kepentingan nasional negara tersebut utamanya yang berhubungan dengan keamanan dan keseimbangan kekuatan. Mengutip dari buku Politic Among Nations oleh Hans Morgenthau menegaskan bahwa
yang mana sebuah negara akan bertindak untuk melakukan pertahanan atau memperluas pengaruhnya dalam menghadapi ancaman eksternal. Pada buku War and Change in World Politic yang ditulis oleh Robert Gilpin juga menyoroti jika
Apabila dihubungkan dengan yang dilakukan oleh AS kepada Taiwan selama ini adalah untuk menjaga stabilitas kekuatan di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini dikarenakan Tiongkok dipandang sebagai ancaman utama hegemoni AS. Sehingga dalam perspektif realisme, Taiwan yang berada pada tingkat utama sekutu AS di kawasan Asia-Pasifik digunakan untuk menahan ekspansi hegemoni Tiongkok, maka dari itu tindakan AS yang selama ini meberikan bantuan kepada Taiwan bukan altruistis tetapi lebih kepada strategi geopolitik demi mempertahankan pengaruh serta kekuatan di wilayah strategis.
ADVERTISEMENT
Pembahasan
Pada tahun 2022, AS menyepakati RUU yang bertujuan untuk meningkatkan bantuan militer secara masif ke Taiwan. Hal ini dilakukan melihat Tiongkok yang terus aktif menunjukkan ambisinya dalam menguasai Taiwan. Dalam merespons hal tersebut, peningkatan bantuan militer AS kepada Taiwan juga terus dilakukan. Melansir dari VOA Indonesia, pada 29 Juli 2023 AS turut meluncurkan bantuan militer senilai US$345 juta. Masih melansir dari media yang sama, tanggal 30 September 2024 Joe Biden juga telah menyetujui pemberian bantuan militer kepada Taiwan senilai US$567 juta. Tindakan tersebut dilakukan sebagai strategi AS dalam mencegah hegemoni Tiongkok sekaligus menjaga stabilitas kekuatan. John Mearcheimer seorang tokoh Hubungan Internasional dalam bukunya mengungkapkan tentang offensive realism, di mana negara besar seperti AS akan terus berupaya dalam memupuk kekuatan serta menghalangi lawan potensialnya yang di mana dalam hal ini adalah Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Keamanan nasional itu menjadi hal yang utama dari perspektif realisme. Di mana tindakan AS tersebut menjadi cerminan kekhawatirannya akan potensi hegemoni Tiongkok yang mampu mengancam posisi strategis serta kepentingan nasionalnya di kawasan Asia-Pasifik. Sehingga Taiwan yang berada di posisi strategis dijadikan AS sebagai benteng pertahanannya. Dari artikel yang berjudul A Political Theory of Foregin Aid oleh Hans Morgenthau menjelaskan bahwasannya
Jika dihubungkan dalam kasus ini, maka motif utama pemberian bantuan yang dilakukan oleh AS yaitu memastikan bahwasannya Taiwan tidak jatuh pada hegemoni Tiongkok dan akan tetap berada di orbit pengaruhnya agar kepentingan keamanan AS tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, realisme juga menyoroti seberapa vitalnya kekuatan militer sebagai salah satu alat diplomasi. Dengan melihat sebanyak apa bantuan militer yang telah diberikan AS, menegaskan bahwasannya Taiwan tidak akan dibiarkan jatuh ke tangan Tiongkok, ini adalah salah satu contoh coercive diplomacy. Selain itu, Bantuan militer terhadap Taiwan ini juga mampu memperkuat kedudukan AS di kawasan Asia-Pasifk, yang di mana hal ini turut menjadi bagian strategi koalisi AS dengan jangkauan yang lebih luas seperti Korea Selatan, Jepang serta Australia demi menahan hegemoni Tiongkok.
Kesimpulan
Melalui penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya bantuan militer yang diberikan oleh AS terhadap Taiwan merupakan upayanya dalam menjaga kepentingan strategis sekaligus mempertahankan stabilitas kekuatan di kawasan Asia-Pasifik. Tiongkok yang dipandang sebagai ancaman terhadap hegemoni di kawasan tersebut, menjadikan Taiwan sebagai sekutu utamanya demi menghalau pengaruh Tiongkok. Sehingga, bantuan yang diberikan selain sebagai alat pertahanan juga sekaligus sebagai strategi AS dalam persaingan global dengan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Di sini, kita dapat memahami bahwasannya bantuan militer kepada Taiwan merupakan sebuah strategi AS yang dipicu oleh kepentingan nasional, keamanan, serta upaya AS dalam menjaga dominasi global. Seperti halnya yang dikatakan oleh para realis, bahwa prioritas utama dalam politik internasional yaitu kekuatan dan kepentingan nasional.