Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
RKUHP Sah, Masyarakat Bingung dengan Pemerintah
16 Desember 2022 18:01 WIB
Tulisan dari Amarthadia Pramesti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia tengah ramai memperbincangkan ancaman nyata di Indonesia yang menganga. Ancaman itu berupa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sejak lama telah menuai kontroversi.
ADVERTISEMENT
RKUHP yang telah bertahun-tahun dikritik oleh warga justru resmi disahkan pada tanggal 6 Desember 2022. Bahkan salah seorang pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa rencana pengesahan RKUHP ini merusak Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi.
Ada beberapa masyarakat menganggap pasal-pasal tersebut bermasalah dan aneh. Adapula masyarakat yang setuju dengan pasal-pasal tersebut.
Dalam RKUHP termuat larangan penyebaran paham yang tak sesuai Pancasila, seperti ideologi komunisme atau marxisme atau leninisme. Hal ini berbahaya, karena frasa ini bisa saja digunakan untuk mengkriminalisasi kelompok oposisi penguasa. Selain itu, frasa ini menurut saya juga tak adil, karena komunisme, marxisme, atau leninisme juga perlu diketahui di ruang-ruang akademik sebagai pengetahuan. Sedangkan paham yang tak sesuai Pancasila sebenarnya juga tak hanya itu, jika paham yang tak sesuai Pancasila dilarang, mengapa kapitalisme tak juga dilarang.
ADVERTISEMENT
Bivitri Susanti mengatakan bahwa draf RKUHP yang diketok oleh DPR tersebut masih kacau dan memuat pasal-pasal yang bermasalah. Bivitri menambahkan bahwa beberapa pasal dalam RKUHP bisa dengan enteng digunakan alat kriminalisasi terhadap masyarakat.
Ancaman di Depan Mata Kita
Melihat RKUHP tersebut membuat saya bergidik. Pasalnya semua orang dapat dengan mudah dikriminalisasikan. Apalagi dengan adanya pasal larangan penyebaran paham yang tak sesuai Pancasila.
Satu hal yang banyak diketahui, bahwa pendiri bangsa ini dulunya juga mengkaji komunisme, marxisme atau leninisme. Misalnya, Soekarno, beliau memiliki gagasan Nasakom (Nasionalisme, Islam, dan Komunisme). Pertanyaannya, mengapa hingga beliau menggunakan asas komunisme dalam gagasannya? Itu tandanya komunisme perlu dipelajari, tanpa perlu diikuti.
Lalu Muhammad Hatta, beliau dikenal sebagai orang yang menerjemahkan Das Kapital karya KarlMarx ke dalam Bahasa Indonesia. tetapi apakah Bung Hatta seorang komunis? Tidak juga, bukan?
ADVERTISEMENT
Masih banyak lagi tokoh pendiri bangsa ini yang juga mempelajari komunisme, marxisme atau leninisme, hal itu hanya sebagai alat untuk menganalisis.
Begitu pula dengan paham khilafah, sebelum kita menolaknya mentah-mentah, kiranya perlu kita kaji agar memahami apa sebenarnya dari paham tersebut yang bertentangan dengan paham kita saat ini.
Tak cukup itu, aturan tentang hukum adat, tentang kohabitasi, dan aturan mengenai pelaku korupsi rasa-rasanya makin membuat kita—sebagai rakyat jelata—makin tersisihkan dan yang miskin makin miskin. Karena, seperti hukum adat, misalnya, negara makin mengintervensi hal-hal yang seharusnya diselesaikan oleh adat. Belum lagi tentang peringanan hukuman pelaku korupsi. Tanpa korupsi pun mereka sudah kaya, ini malah makin diringankan.
Terakhir, yang membuat kita makin terancam adalah pidana bagi penghina kepala negara dan lembaga negara. Nyatanya saat ini kritikan pun kerap dianggap hinaan. Lantas jika lembaga negara anti-kritik semacam itu, bagaimana negara ini berbenah? Saya makin membayangkan bahwa lama-kelamaan negara ini akan makin otoriter karena sikap yang anti-kritik dan sangat menodai demokrasi.
ADVERTISEMENT
Jadi sebagai warga negara Indonesia alangkah baiknya kita menjaga perilaku kita. Dengan adanya RKUHP ini dapat membuat kita semakin was-was dalam melakukan sesuatu hal karena hal yang menurut kita wajar dapat disalahkan oleh pemerintah.
Live Update
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold 20 persen dalam sidang uji materi terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (2/1). Semua partai politik kini bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri.
Updated 2 Januari 2025, 17:41 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini