Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Sertifikasi dan Kesejahteraan Guru: Kunci Mutu Pendidikan Bangsa
16 November 2024 1:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fikri Haikal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas guru, oleh sebab itu guru merupakan faktor utama yang sangat menentukan dalam proses pendidikan. Alasan utamanya adalah karena guru yang berhadapan langsung dengan peserta didik melalui proses pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
ADVERTISEMENT
Guru bukan hanya mengajar, melainkan juga mendidik dan membimbing peserta didik. Oleh sebab itu, proses pembelajaran dan hasil pembelajaran dapat dipahami dari tingkat kemampuan atau kepakaran seorang guru.
Problem kualitas guru di Indonesia, kini sudah mulai teratasi melalui kebijakan sertifikasi guru. Hajat utama sertifikasi guru adalah peningkatan kualitas guru, peningkatan kualitas guru, berimplikasi pada peningkatan kualitas pendidikan. Sertifikasi guru di Indonesia kini menjadi langkah utama untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik melalui uji kompetensi yang menghasilkan sertifikat pendidik.
Uji kompetensi guru dilakukan melalui penilaian portofolio yang mengakui pengalaman profesional guru. Komponen penilaian meliputi kualifikasi akademik, pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan pembelajaran, penilaian dari atasan, prestasi akademik, karya profesional, partisipasi dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi, serta penghargaan di bidang pendidikan dan keagamaan.
ADVERTISEMENT
Peningkatan kualitas guru, seharusnya berbanding lurus dengan kesejahteraan guru. Namun, kesejahteraan guru masih menjadi isu serius yang dihadapi bangsa ini. Selain uji kompetensi yang harus dilalui oleh guru, tugas dan tanggung jawab yang tidak sederhana, yaitu mencerdaskan, membentuk karakter, dan menyiapkan landasan masa depan bangsa. Uji komptensi guru harus melalui kualifikasi yang ketat, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, di sisi yang lain kesejahteraan guru harus menjadi prioritas utama.
Kesejahteraan Guru Masih Miris
Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa melakukan survei kesejahteraan guru di Indonesia pada pekan pertama Mei 2024 dalam momentum Hari Pendidikan Nasional, menyatakan 89% guru guru honorer merasa bahwa penghasilan dari mengajar tersebut pas-pasan, bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
ADVERTISEMENT
Peneliti IDEAS Muhammad Anwar menyebutkan sekitar 42% guru secara umum memiliki penghasilan di bawah Rp 2 Juta per bulan dan 13% di antaranya berpenghasilan di bawah Rp 500 Ribu per bulan.
Tingkat penghasilan yang rendah, mendorong guru-guru untuk menutupi kebutuhan hidup, yaitu dengan melakukan pekerjaan sampingan selain sebagai guru. Misalnya mengajar Privat atau Bimbel (39,1%), Berdagang (29,3%), Bertani (12,8%), Buruh (4,4%), Konten Kreator (4%), dan Driver Ojek Daring (3,1%).
Pemerintah pusat maupun daerah perlu memperhatikan masalah ini dengan serius, dan memandang bahwa guru adalah pekerja profesional, bukan sebagai bentuk pengabdian. Analoginya, jika masih menganggap menjadi guru adalah bentuk pengabdian, tidak mengherankan kesejahteraan guru masih diabaikan.
Meminjam pandangan Abraham Maslow dalam Hierarki Kebutuhan manusia, kebutuhan tingkat paling bawah adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis misalnya kebutuhan akan makan, air atau minuman, oksigen aktif, istirahat, keseimbangan, dan lain sebagainya. Jika, kebutuhan pokok dalam kesehariannya (fisiologis) saja guru tidak mampu terpenuhi, bagaimana mau sampai pada kebutuhan rasa aman, kebutuhan pengakuan dan kasih sayang, kebutuhan penghargaan, dan aktualisasi diri.
ADVERTISEMENT
Imbasnya ketika kebutuhan dapur tidak tercukupi, guru dalam proses pembelajaran memungkinkan tidak dapat fokus. Padahal proses pembelajaran sangat penting dalam mencerdaskan, membentuk karakter, dan menyiapkan generasi masa depan bangsa. Kita mengakui bahwa guru melakukan hal-hal besar, sehingga slogan dialamatkan padanya sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Pahlawan tanpa tanda jasa bukan dimaknai secara tekstual, tetapi harus dimaknai secara kontekstual.
Cahaya Dari Sang Surya
Tokoh pendidikan dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti resmi dilantik sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) oleh Presiden Prabowo Subianto. Penunjukan Abdul Mu’ti sebagai Mendikdasmen diharapkan menguatkan dan memajukan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Komitmen Abdul Mu’ti dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah yaitu Peningkatan Kualifikasi D4 atau S1, Pelatihan Kompetensi Guru, dan Peningkatan Kesejahteraan melalui Sertifikasi. Kesejahteraan guru, Abdul Mu’ti memastikan bahwa kenaikan gaji guru akan berlaku untuk semuanya, termasuk guru yang berstatus non-Aparatur Sipil Negara (ASN).
ADVERTISEMENT
Kesenjangan penghasilan guru yang berstatus ASN dengan swasta ini cukup lama menjadi perhatian Abdul Mu’ti sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah, para pimpinan-pimpinan Muhammadiyah tidak diragukan lagi, termasuk sosok Abdul Mu’ti.
Kesejahteraan guru adalah kewajiban pemerintah, namun harus diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Skema baru berbasis sertifikasi bertingkat lima bisa menjadi solusi, di mana semakin tinggi sertifikasi guru, semakin baik kompetensinya, dan gajinya pun meningkat. Cara ini bisa menjadi solusi secara beriringan mengenai kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan.
Sertifikasi guru merupakan amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, karena kualitas guru dapat dilihat dengan sertifikasi. Tujuan sertifikasi guru untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran, yaitu meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
ADVERTISEMENT
Namun, naasnya guru yang bersertifikasi belum mencapai 50%. Presentasi guru yang tersertifikasi paling banyak terdapat di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 48,44%, Sekolah Dasar (SD) sebesar 45,77%, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 28,49%.
Kenaikan gaji guru yang direncanakan pada tahun 2025 berbasis sertifikasi, diharapkan menjadi motivasi tersendiri bagi guru-guru yang belum bersertifikasi. Sertifikasi guru bukan hanya soal kenaikan gaji, melainkan juga memastikan kualitas guru, yang berimplikasi pada kualitas pendidikan.