Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Peluang dan Tantangan Ekstensifikasi Cukai pada Jasa di Indonesia
30 Januari 2025 14:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Panji Edwinanda Hutama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cukai adalah pungutan resmi yang diterapkan pada barang-barang tertentu yang memiliki karakteristik khusus, seperti barang yang penggunaannya berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Di Indonesia, barang yang menjadi objek cukai saat ini meliputi hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol. Tujuan utama dari penerapan cukai adalah untuk mengontrol konsumsi barang tersebut, sekaligus mengurangi dampak buruk yang dapat ditimbulkan, serta menjadi salah satu sumber penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, penerapan cukai di Indonesia hanya terbatas pada barang, sedangkan jasa belum dimasukkan sebagai objek pengenaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Cukai. Namun, pemerintah telah mulai mengeksplorasi kemungkinan memperluas cakupan cukai ke sektor jasa. Kajian awal mengenai hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, yang juga memperhatikan praktik serupa di negara-negara lain. Beberapa negara di ASEAN, seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar, telah menerapkan cukai pada jasa tertentu.
Di Indonesia, banyak jasa yang sebenarnya memiliki potensi untuk dikenakan cukai, terutama jika layanan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial, kesehatan, maupun lingkungan. Contohnya, jasa hiburan malam seperti diskotek dan klub malam, layanan perjudian, atau bahkan layanan telekomunikasi yang memiliki risiko terhadap kesehatan akibat radiasi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta Barat menunjukkan adanya peningkatan jumlah tempat hiburan seperti bar, diskotik, dan karaoke antara tahun 2018 hingga 2022. Dari 2018 ke 2022, terdapat kenaikan 121,88% jumlah bar, 28,57% jumlah diskotik, dan 15,69% jumlah tempat karaoke di Jakarta Barat. Tren ini menunjukkan pertumbuhan sektor hiburan di Jakarta Barat, yang juga dapat meningkatkan potensi eksternalitas negatif dari layanan tersebut. Oleh karena itu, potensi pengenaan cukai pada jasa hiburan menjadi relevan untuk dikaji lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Praktik pengenaan cukai pada jasa sudah dilakukan di beberapa negara ASEAN. Dikutip dari CNBC Indonesia, berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal (BKF) pada 2016, negara-negara seperti Thailand dan Kamboja mengenakan cukai pada 11 objek barang, Laos pada 10 objek barang, Myanmar 9 objek barang, dan Vietnam 8 objek barang. Sebagai perbandingan, Indonesia saat ini hanya mengenakan cukai pada empat barang, yaitu hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol. Selain barang, beberapa negara ASEAN juga telah mengenakan cukai pada jasa, seperti klub malam, diskotek, perjudian, dan layanan telepon. Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar, misalnya, mengenakan cukai pada klub malam dan perjudian. Sementara Malaysia hanya mengenakan cukai untuk perjudian.
Pengalaman negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa pengenaan cukai pada barang dan jasa tertentu dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengendalikan dampak negatif. Namun, perlu diingat bahwa setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda. Di Indonesia, aspek budaya dan regulasi menjadi salah satu kendala yang membuat pengenaan cukai pada jasa tertentu tidak dapat disamakan dengan negara lain. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal, Deni Surjantoro (dikutip dari CNBC Indonesia), kebijakan pengenaan cukai harus mempertimbangkan budaya dan karakteristik masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Kedepannya, pemerintah Indonesia berencana menambah objek barang kena cukai dengan memasukkan plastik kresek, minuman berpemanis, dan emisi gas buang. Jika kebijakan ini berhasil diterapkan, maka Indonesia akan memiliki ema, objek barang kena cukai, setara dengan negara-negara seperti Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Namun, untuk mencapai kesetaraan tersebut, pengenaan cukai pada jasa juga dapat dipertimbangkan, terutama untuk jasa-jasa yang memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
Rencana penerapan cukai pada jasa di Indonesia merupakan peluang besar untuk mengelola dampak negatif dari layanan tertentu sekaligus meningkatkan pendapatan negara. Namun, langkah ini harus dilakukan dengan kehati-hatian dan melalui kajian yang mendalam. Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan ekonomi agar kebijakan ini dapat diterima dan memberikan manfaat yang maksimal. Belajar dari pengalaman negara-negara lain, Indonesia dapat mengembangkan kebijakan cukai pada jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakatnya, sehingga tujuan utama cukai sebagai instrumen pengendalian sosial dapat tercapai.
ADVERTISEMENT