Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Polemik Impor Produk Pakaian Bekas Mancanegara terhadap Produk UMKM Lokal
5 Januari 2023 14:40 WIB
Tulisan dari Bintang Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di media sosial khususnya TikTok, kita banyak menemukan video baik secara live maupun di kolom marketplace menemui berbagai lapak kebutuhan sandang dengan harga jauh di bawah harga standar yang biasa kita temui di pasaran, seperti jaket, celana, kaus, sepatu dan pakaian lainnya dengan berbagai merk ternama dari brand mancanegara. Ini mempermudah kita dalam membandingkan harga dengan produk yang tersedia secara langsung agar kita mendapatkan harga yang lebih terjangkau. Kebutuhan gadget mengalami peningkatan secara drastis seiring berubahnya pola rutinitas manusia dengan adanya smartphone dan media sosial. Pada awalnya, sosial media hadir menyatukan sebagian besar individu agar mampu terap terhubung tanpa harus bertemu satu sama lain. Namun seiring waktu berjalan, kebutuhan gadget semakin semakin meluas dengan hadirnya platform sosial media yang menyajikan video melalui kreator konten yang pada saat itu mempunyai peluang yang cukup baik, kemudian setelah itu muncul beberapa aplikasi dan fitur jual beli online di media sosial. Keberadaan aplikasi jual beli online memberikan perubahan paling besar kepada masyarakat Indonesia sehingga memberikan pola kebiasaan baru yang lebih efisien.
Globalisasi membuat perkembangan aspek pola kehidupan manusia semakin pesat, salah satu buktinya pada saat beberapa tahun silam kita dapat membeli sesuatu dengan bertemu langsung dengan penjual, namun kini kita dapat melakukan jual beli secara online melalui gadget melalui aplikasi marketplace maupun sosial media yang sebagian besar kita pakai. Lapak berjualan dan pembelian melalui marketplace membuka kesempatan peluang usaha dan lapangan kerja baru bagi sumber daya manusia di Indonesia. Para supplier industri khususnya pakaian, kain dan garmen lebih mudah untuk melakukan ekspansi dan mencapai target market pasarnya karena ketersediaan peluang agar dapat mencapai para pembelinya. Para penjual yang biasa menjajakan produknya dengan turun secara langsung kini menjadi lebih mudah dengan tidak perlu menyiapkan lapak dan tempat mereka akan berjualan tetapi langsung berjualan dari rumah karena menyediakan produknya dari marketplace dimana hanya perlu mengirim barang tersebut kepada pembeli yang memesan secara online. Target jangkauan penjual-penjual ini menjadi lebih luas karena mempunyai peluang mendapatkan pembeli dari berbagai tempat yang jaraknya cukup jauh.
ADVERTISEMENT
Kesempatan penjualan dan pembelian secara online ini memberikan tren baru kepada masyarakat bahwa kita dapat lebih mengetahui barang-barang yang viral dan menarik. Seperti salah satunya tren Thrifting yang masih diminati kalangan remaja sampai orang dewasa. Thrifting adalah memilih produk pakaian bekas yang mempunyai nilai fashion yang bagus sesuai selera kalangan remaja dari ala-ala Barat, Eropa, Korea Selatan, Jepang dan lainnya. Bahkan beberapa diantara pakaian-pakaian bekas tersebut ada yang masih mempunyai nilai jual yang cukup tinggi sehingga dapat dijual kembali. Tren thrifting ini menekankan adanya jaringan atau networking di masyarakat dalam arus globalisasi.
Dampak buruk dari adanya online marketplace ini dapat merebut pasar dari perusahaan gerai offline seperti Mall dan toko konvensional jika mereka tidak beradaptasi dengan tren dan persaingan harga. Selain itu, pasokan produk yang akan dijual tidak selalu legal atau resmi berasal dari produk dalam negeri melainkan berasal dari mancanegara yang diselundupkan. Direktorat Pajak mengemukakan bahwa terdapat modus yang dilakukan penyelundup agar dapat meloloskan baju impor bekas ke wilayah Indonesia. Regulasi Kementerian Perdagangan sendiri melarang keras adanya kedatangan pakaian-pakaian bekas dari negara lain karena berpotensi mempunyai resiko sangat tinggi, yakni;
1. Memakai pakaian bekas tidak baik bagi kesehatan
ADVERTISEMENT
Pakaian bekas yang dijual di pasaran baik online dan offline sangat berkemungkinan terdapat jamur dan tidak higienis apalagi konsumen tidak mengetahui pola dan kondisi tubuh konsumen pertama sebelumnya. Meskipun telah dicuci air panas, bekas keringat dan bakteri dalam pakaian bekas juga masih melekat dalam pakaian bekas yang akan “diolah kembali” bagi peminat baju bekas di Indonesia.
2. Keberadaan baju bekas impor berpotensi merugikan perusahaan dalam negeri
Meski memberikan peluang bagi masyarakat untuk dapat memulai usaha penjualan pakaian, Kementerian Perdagangan sendiri melakukan pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas impor baju bekas karena penjualan baju bekas sendiri dapat mematikan UMKM lokal yang memakai bahan-bahan lokal pula, jika UMKM dan brand lokal kehilangan pelanggannya otomatis usaha mereka sulit bertahan sehingga menyebabkan mereka berhenti menyetok bahan di industri bahan pokok pakaian dan garmen di Indonesia. Maka dari itu Kementerian Perdagangan melakukan pengawasan terhadap baju bekas yang masuk ke Indonesia, bukan melakukan pelarangan baju bekas legal yang dijual di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
3. Masuknya Baju Bekas Impor ke Indonesia berdampak bagi lingkungan
Sebenarnya tren thrifting adalah upaya yang baik untuk dapat mengurangi limbah kain di Indonesia, namun itu tidak sebanding dengan masuknya baju bekas impor di Indonesia. Meskipun Kementerian Perdagangan memperketat masuknya pasokan barang ke wilayah Indonesia, namun masih banyak pihak-pihak yang tidak kehabisan akal untuk dapat melakukan penyelundupan “bal-balan” baju bekas, seperti dengan ditutupi dengan tumpukan ikan sampai dengan diletakkan dalam box dengan label yang berbeda.
Terlepas dari semua itu, lebih memilih untuk meminati pakaian buatan lokal adalah keputusan yang bijak. Kita terus beradaptasi dan mempunyai siasat tersendiri dalam menghadapi berkembangnya jaman dan globalisasi yang mengubah kehidupan manusia semakin efisien dan “dimanjakan” dalam waktu yang bersamaan dan ini berdampak pada berbagai aspek baik sosial, ekonomi dan khususnya budaya, khususnya dalam pertukaran informasi. Oleh karena itu, tidak ada yang namanya orisinalitas dari sebuah kebiasaan karena terdapat interaksi yang jamak dan heterogen dari berbagai wilayah. Globalisasi budaya lebih mudah diterima oleh banyak orang karena tidak bersifat memaksa.
ADVERTISEMENT