Konten dari Pengguna

Gen Z: Buy or Bye, Is It Worth the Hype?

Ayu Arzety
Mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Udayana.
11 Oktober 2024 11:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 21 Oktober 2024 8:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Arzety tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Argumentasi terkait kemunculan tren buy or bye. Ilustrasi dibuat menggunakan canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Argumentasi terkait kemunculan tren buy or bye. Ilustrasi dibuat menggunakan canva.com
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, media sosial kembali ramai dengan kemunculan tren buy or bye di kalangan generasi muda, terutama untuk Generasi Z. Kemunculan tren ini bukan semata-mata hanya untuk mencari engagement ataupun pundi-pundi rupiah bagi pembuat konten. Tren buy or bye sering ditemui dan dipelopori oleh kalangan influencer. Sebenarnya, tren ini dapat muncul dikarenakan di generasi sekarang, banyak dari generasi ini yang termakan oleh iklan ataupun kegiatan belanja yang impulsif. Kebanyakan dari Gen Z dikenal sebagai pembeli yang teliti, banyak dari mereka yang sanggup untuk menghabiskan waktu berjam-jam di pusat perbelanjaan ataupun e-commerce untuk meneliti produk yang mereka sukai.
ADVERTISEMENT
Meskipun memiliki akses informasi yang sudah luas, mereka sebisa mungkin menghindari kegiatan belanja impulsif. Pertimbangan yang dilakukan oleh mereka ini lah yang dapat melahirkan tren buy or bye di masyarakat, masyarakat yang awam terkait suatu produk akan mencari tahu dan meneliti lebih lanjut tentang produk yang mereka minati dan umumnya mereka memanfaatkan media sosial seperti X, Instagram, TikTok, dll sebagai bahan pertimbangan untuk mencari ulasan yang sesuai dengan mereka.
Faktor lain yang dapat dilihat yakni bagaimana para Gen Z sekarang sangat peka terhadap produk-produk yang akan mereka kenakan. Mereka lebih suka berinvestasi pada produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka, mengutamakan kualitas serta branding produk agar saat mereka mengenakannya nanti dapat “terlihat” oleh publik. Lebih dari pada itu, Gen Z pun cenderung membeli produk-produk yang menunjukkan komitmen nyata dari suatu perusahaan, misalnya apabila suatu produk menggunakan campaign peduli lingkungan, feminisme, anti kekerasan seksual, dan isu-isu keadilan sosial lainnya. Keberadaan Gen Z sebagai salah satu bentuk smart buyer ini mendorong para perusahaan-perusahaan untuk terus berinovasi serta berusaha untuk memenuhi kebutuhan generasi ini agar tetap relevan di pasaran.
ADVERTISEMENT
Karakteristik belanja Gen Z memang jauh berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Mereka selain mengutamakan fungsi, kualitas, dan gengsi juga mempertimbangkan bagaimana keuangan mereka nantinya. Sifat “picky” ini lah yang sebenarnya dapat melindungi mereka dari maraknya sifat konsumerisme di dunia. Uang menjadi segalanya bagi mereka, mereka kebanyakan berpendapat apabila mereka memutuskan untuk membeli suatu barang, barang tersebut diharapkan masih memiliki nilai jual yang sama di masa depan sehingga perputaran uang tetap terjadi. Terlepas dari segala pertimbangan yang ada, tren ini juga dapat mereka jadikan ajang self-reward karena dengan mereka berhasil mempertimbangkannya, mereka dapat membeli produk tersebut yang sesuai dengan ekspetasi awal mereka. Karakteristik Gen Z ini lah yang dapat menyelamatkanmereka dari multi-level marketing.
ADVERTISEMENT
Berbagai keuntungan dan dampak positif muncul melalui tren ini. Namun, di sisi lain, keberadaan tren ini juga membawa polemik bagi para pengikutnya. Ulasan-ulasan yang mereka harapkan terkadang bisa saja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kemunculan konten kreator “nakal” yang seringkali memberikan ulasan palsu atau ulasan “ghaib” di akunnya semakin banyak. Bahkan, beberapa konten yang dipublikasikan terlihat baik-baik saja, tidak ada unsur penipuan dan semacamnya. Memang benar adanya, Gen Z adalah konsumen yang teliti dan cermat, namun mereka pun tidak luput dari kesalahan terutarama apabila mereka sudah terbuai oleh ulasan manis yang diunggah oleh para kreator “nakal”.
Lantas, apakah tren ini layak untuk dikembangkan? Tentu saja. Kemunculan suatu tren di lingkup masyarakat bukan sesuatu yang dapat dinilai baik dan buruk secara langsung. Penilaian terkait sesuatu sebenarnya bergantung pada individu masing-masing. Maka dari itu, bijak lah dalam memilah suatu kegiatan, jangan mudah terbawa arus sehingga meninggalkan pemikiran rasional.
ADVERTISEMENT