4 Fakta Terbaru BPJS Kesehatan: Penerapan Sanksi hingga Kenaikan Iuran

8 Oktober 2019 8:06 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani pengurusan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani pengurusan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
BPJS Kesehatan diramal menanggung defisit Rp 32 triliun pada akhir tahun ini jika iuran peserta tidak dinaikkan. Selain menaikkan iuran yang diusulkan mulai 1 Januari 2020, pemerintah juga tengah menyusun berbagai kebijakan agar persoalan defisit itu dapat segera teratasi. Salah satunya adalah dengan menyusun aturan penunggak BPJS Kesehatan tak bisa menikmati pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
Berikut fakta terbaru mengenai defisit BPJS Kesehatan yang dirangkum kumparan, Selasa (8/10):
1. Penunggak Tak Bisa Nikmati Pelayanan Publik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menyusun Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur tentang penunggak BPJS Kesehatan tidak bisa mengakses pelayanan publik agar tingkat kolektibilitas meningkat.
Hal itu diungkap oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris. Saat ini Inpres tersebut masih digodok berbagai pihak terkait di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
"Kita masuk ke fase berikutnya sedang disusun Inpres di Kemenko PMK yang menginisiasi pelayanan publik," jelasnya dalam Forum Merdeka Barat di Kemenkominfo, Jakarta, Senin (7/10).
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris (tengah) saat melakukan kunjungan ke kantor kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Dia pun menjelaskan dalam Inpres ini, penunggak iuran itu tidak akan bisa memperpanjang paspor, SIM, tak bisa mengajukan kredit perbankan, hingga tak bisa mengurus administrasi pertanahan. Selama ini, hal itu hanya menjadi wacana.
ADVERTISEMENT
"Selama ini, itu hanya menjadi tekstual karena pelayanan publik tidak ada di BPJS Kesehatan. Dengan adanya instruksi ini, kita bisa melakukan koordinasi penegakkan," kata Fachmi.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan‎ Kesehatan Kementerian Kesehatan, Kalsum Komaryani, menjelaskan bahwa nantinya Inpres itu akan ditujukan bagi 26 Kementerian/Lembaga dan seluruh kepala daerah yang melakukan pelayanan publik.
"Instruksi Presiden ini tujuannya untuk mengoptimalkan jumlah coverage dan untuk meningkatkan kolektibilitas iuran agar rutin membayar," paparnya.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengungkapkan bahwa tingkat kolektibilitas yang begitu rendah yaitu kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri, hanya mencapai 50 persen dari total 23 juta peserta.
"Nah ini sumber BPJS defisit. Karena dia mendaftar pada saat sakit, setelah mendapat layanan dia berhenti," ucap Mardiasmo.
ADVERTISEMENT
2. Tunggakan BPJS ke RS Capai Rp 11 Triliun
Jumlah tagihan klaim BPJS Kesehatan yang harus dibayarkan kepada seluruh rumah sakit mitranya kini telah mencapai lebih dari Rp 11 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyampaikan bahwa angka Rp 11 triliun merupakan utang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit pada bulan lalu. Saat ini, menurut dia, jumlahnya masih terus bertambah.
“Itu (Rp 11 triliun) bulan lalu. Kalau bulan ini pasti bertambah lagi,” jelasnya saat ditemui di Kemenkominfo, Jakarta, Senin (7/10).
Dia menambahkan, angka defisit itu belum termasuk denda keterlambatan yang harus dibayar BPJS Kesehatan ke rumah sakit. Sesuai perjanjian, BPJS Kesehatan dikenakan denda 1 persen jika terlambat membayar klaim.
“Kalau BPJS telat bayar itu kena denda 1 persen. Denda itu besar, itu menjadi beban,” ucap Fachmi.
ADVERTISEMENT
3. Iuran Naik, BPJS Janji Tak Telat Bayar Klaim
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, berjanji ketika iuran naik, pembayaran klaim rumah sakit akan dibayarkan tepat waktu. Saat ini, diakuinya pembayaran klaim rumah sakit tersendat lantaran kejadian defisit itu.
"Kalau iuran naik, proses pembayaran akan tepat waktu," bebernya dalam Forum Merdeka Barat di Kemenkominfo, Jakarta, Senin (7/10).
Kantor pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dia pun meyakini ketika pembayaran dilakukan tepat waktu‎, kualitas layanan yang diberikan rumah sakit akan lebih baik. Sebab suasana kerja di rumah sakit itu akan menjadi lebih baik lantaran pembayaran gaji pekerja tak terganggu.
"Bagaimanapun kalau terlambat bayar, ada pengaruh. Walaupun komitmen dan dedikasi ada, tapi berpengaruh," kata Fachmi.
4. Daftar Usulan Kenaikan Iuran BPJS
ADVERTISEMENT
Berikut daftar rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan di 2020:
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI): Semula Rp 23.000 per orang per bulan menjadi Rp 42.000.
2. Kelas I: Semula Rp 80.000 per orang per bulan menjadi Rp 160.000.
3. Kelas II: Semula Rp 51.000 per orang per bulan menjadi Rp 110.000.
4. Kelas III: Semula Rp 25.500 per orang per bulan menjadi Rp 42.000.