LIPSUS, Airasia, Pesawat Airasia

AirAsia: Kami Tak Meladeni Kompetisi Tak Sehat

18 Maret 2019 9:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Airasia. Foto: AFP/MOHD RASFAN
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Airasia. Foto: AFP/MOHD RASFAN

AirAsia geram karena tiket maskapainya raib di agen travel online. Tapi ia tak akan melapor ke KPPU.

Tak ada lagi tiket AirAsia di sejumlah agen travel online. Jika pada insiden kali pertama, tiket AirAsia sempat muncul kembali; tidak pada kali kedua. Alih-alih muncul, AirAsia Group di enam negara justru mencabut penjualan tiketnya secara permanen dari agen travel online terbesar—Traveloka.
Direktur Niaga AirAsia, Rifai Taberi, menyatakan heran karena tiket maskapainya hilang secara “ajaib”. “Kami menangkap ada sesuatu yang ditutupi. Kami pahami itu dari gestur mereka. Kami curiga, ada apa? Mereka enggak berani jawab.”
CEO AirAsia Indonesia, Dendy Kurniawan, menyebut agen travel online besar telah bertindak diskriminatif. Sebab, konsumen yang bertanya kepada mereka justru diarahkan untuk membeli tiket dari maskapai lain.
Berikut wawancara kumparan dengan Direktur Niaga AirAsia Rifai Taberi dan CEO AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan pada dua kesempatan terpisah di Kebayoran Baru Jakarta, Senin (4/3) dan AirAsia RedHouse Tangerang, Kamis (14/3).
Direktur Niaga AirAsia, Rifai Taberi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kenapa AirAsia sampai merasa perlu mencabut seluruh penjualan dari Traveloka?
Rifai Taberi: Sebenarnya kami nggak marah. Suspend atau nggak suspend, tiket kami tetap hilang. Kami colokin kabelnya di sana juga nggak ada hasilnya, ya saya gunting saja. Kami sudah sambung itu kabel, tapi (tiket) nggak dimunculin, ya buat apa?
Kalau kenyataannya Traveloka tidak berkenan untuk menjual AirAsia, atau tidak bisa menjual AirAsia, ya sudah. Ini kan kayak hubungan suami-istri? Ya sudah kami nggak usah jualan di sana. Kami tarik tiket dari toko.
Sudah bicara dengan Traveloka?
Sejak Sabtu (2/3) kami sudah follow-up lewat email. Sampai siang belum ada jawaban dari Traveloka. Padahal biasanya kalau memang masalah teknis, responsnya cepat.
Bagaimana dengan Tiket.com? Tiket AirAsia juga kan hilang di situ sampai sekarang.
Kami masih tunggu langkah selanjutnya karena ini keputusan grup. Jadi ini keputusan besar. Kami mengambil keputusan sangat berhati-hati karena berkaitan dengan seluruh grup kami.
Untuk online travel agent lain kami masih under review langkah selanjutnya seperti apa. Kami harapkan hubungan tetap terjaga baik.
Apakah hilangnya tiket AirAsia di sejumlah agen travel online berpengaruh signifikan ke maskapai?
Sebenarnya tidak, karena kami cepat bereaksi. Misal, setelah beberapa hari tiket hilang, konsumen kami arahkan untuk beli di website AirAsia. Jadi setelah tiket kami hilang di berbagai platform penjualan online, traffic website kami dan penjualan tiket di web naik sekitar 50-60 persen.
Masyarakat sudah tahu, untuk mencari tiket AirAsia ya paling gampang ke situs AirAsia. Kami pertama masuk ke Indonesia memang lewat website AirAsia.com. Di saat penetrasi internet belum tinggi, kami sudah mengedukasi masyarakat, karena kita tahu internet adalah masa depan.
Website AirAsia adalah channel penjualan utama kami. Tapi kami harus tetap bekerja sama dengan yang lain supaya produk kami ada di mana-mana, dan penjualan Traveloka itu besar di Indonesia. Meski kalau dari segi penjualan, tidak terlalu signifikan karena kami punya toko pribadi yang sudah dikenal luas.
Teka-teki Tiket AirAsia. Infografik: Basith Subastian/kumparan
Seberapa signifikan pasar Indonesia bagi AirAsia?
Fleet size AirAsia di Indonesia itu 24, Malaysia 164, Thailand 60. Jadi (pasar di Indonesia) sekitar 12 persen dari total grup AirAsia (di enam negara).
AirAsia kan heran dan curiga karena merasa ada sesuatu yang ditutupi. Jadi apakah melapor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha? Kan KPPU saat ini sedang menyelidiki dugaan kartel harga tiket pesawat.
Rifai Taberi: Kami sampai sekarang belum dipanggil. Kami juga tidak akan melaporkan, karena memang KPPU berhak untuk melakukan investigasi atas laporan masyarakat. Kalau nanti kami dipanggil, kami siap untuk bekerja sama. Tapi AirAsia tidak akan melaporkan.
Yang kami pikirkan adalah supaya produk kami benar, penumpang senang, dan flight jangan di-delay.
Dendy Kurniawan: Tugas institusi lain untuk melihat adanya pelanggaran persaingan usaha. Tugas pihak berwenang untuk menyelidiki dan menindak. Kami dari AirAsia tidak akan meladeni pihak yang ingin bermain atau berkompetisi secara tidak sehat.
Kalau memang ada indikasi tidak sehat menurut agen travel online, monggo Traveloka lapor.
Penguasa Langit Indonesia. Infografik: kumparan
Bagaimana AirAsia bisa mempertahankan harganya di level batas bawah?
Rifai Taberi: AirAsia kan LCC—low-cost carrier alias maskapai yang beroperasi dengan biaya rendah. Fokus kami dari tahun ke tahun bukan hanya dari segi revenue. Fokus kami adalah bagaimana cara untuk bisa menurunkan cost di luar biaya baku seperti safety.
Kembali ke slogan kami, everyone can fly, kami berupaya semaksimal mungkin menekan cost, menawarkan harga tiket terjangkau kepada penumpang, dengan memanfaatkan teknologi. Kami selalu mengedukasi penumpang untuk punya perencanaan jika mau terbang. Kami men-stimulate market dengan harga murah untuk penerbangan yang jauh ke depan. Itu untuk mengakomodir orang-orang yang mau berlibur tapi punya kemampuan terbatas.
Jadi planning-nya enam bulan ke depan, bahkan satu tahun ke depan. Kenyataannya itu banyak yang beli. Kami juga konsisten setiap satu tahun memberikan kursi gratis.
Kalau sudah mendekati waktu terbang, misalkan dua hari lagi, karena kalangan bisnis biasanya dadakan harus meeting, nah yang begitu harganya sudah mahal. Jadi orang yang bisnis tetap bisa (terakomodasi), yang punya daya beli rendah juga bisa dengan beli jauh-jauh hari. Kebutuhan semua segmen terpenuhi, dan itu common practice bisnis LCC secara global.
Pesawat udara parkir di Apron Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (7/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Faktor apa saja yang jadi perhatian AirAsia dalam mengembangkan bisnis?
Nomor satu dan paling penting: rute penerbangan. AirAsia misal pertama kali masuk Indonesia itu ke Bandung. Penerbangan internasional di Bandung yang pertama adalah AirAsia. Sekarang lihat di Bandung, orang Malaysia banyak sekali.
Kami pertama kali membuka akses internasional ke Bandung. Semua rute baru memang punya risiko. Tapi kami melihat ada potensi di rute itu. Jadi kenapa tidak? Kami berinvestasi.
Yang baru, kami announce buka Lombok-Perth. Itu penerbangan baru yang belum ada. Kami melihat potensinya besar dan menjanjikan; bukan untuk sekarang saja, tapi mungkin satu tahun lagi baru menghasilkan (keuntungan). It’s fine. It’s part of the investment.
Jadi target pasar AirAsia di Indonesia seperti apa?
Segala sesuatu mengenai industri travel umumnya meningkat. Jumlah bandara di Indonesia terus bertambah, dan kapasitas runway bahkan ditambah. Artinya, market-nya siap.
Pasar di Indonesia tumbuh dari tahun ke tahun, masih sangat besar dan potensial tumbuh 20-30 persen. Apalagi sekarang orang-orang muda sangat suka traveling. Belum lagi daerah Indonesia timur di mana spot pariwisata muncul terus. Kreativitas anak-anak muda juga muncul terus—banyak spot baru yang Instagrammable, misal.
Potensi pasar Indonesia nggak usah diragukan karena potensi pariwisatanya tinggi sekali. Kalau bicara mengenai market growth, sky is the limit. Untuk negara kepulauan, terbang jadi pilihan karena paling convenient. Yang paling penting buat AirAsia, now everyone can fly.
_________________
Simak selengkapnya Liputan Khusus kumparan: Teka-teki Tiket Raib AirAsia
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten