Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) memprotes kebijakan Kementerian Perhubungan yang bakal memberlakukan jalan satu jalur atau one way di jalan tol Trans Jawa saat mudik Lebaran 2019. Protes ini dilayangkan IPOMI lewat surat terbuka yang dikirim langsung ke Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Ketua IPOMI, Kurnia Lesani Adnan, membeberkan alasan pengusaha menolak aturan ini. Menurutnya, kebijakan one way tersebut akan berdampak terlambatnya armada bus dan angkutan umum lainnya masuk ke Jakarta dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Padahal, bus-bus tersebut harus kembali ke Jakarta untuk mengangkut para pemudik.
Menurut rencana, kebijakan one way bakal dilakukan pemerintah selama 3 hari yakni pada 30 Mei 2019, 1 Juni, dan 2 Juni 2019. Pada tanggal tersebut, one way bakal dilakukan selama 24 jam. Pemerintah berkeyakinan penerapan satu jalur di jalan tol dianggap bisa merekayasa lalu lintas untuk mengurai kemacetan.
Kurnia justru menilai jika jalan tol tidak diberlakukan one way alias normal tidak akan menimbulkan kemacetan. Dia pun mensimulasikannya pada jumlah penumpang dan angkutan bus yang melintas di sana.
ADVERTISEMENT
Kata dia, jika satu kendaraan dinaiki tujuh orang dan selama satu hari puncak arus mudik Jalan Tol Trans Jawa dilalui 150 ribu kendaraan, selama tiga hari diberlakukan diperkirakan ada 450 ribu kendaraan artinya ada 3,1-3,2 juta orang yang mudik.
"Jika kita bandingkan dengan bus, yang berisi 30-40 penumpang, maka 3,2 juta orang itu bisa diangkut 106 ribu bus dengan asumsi 30 tempat duduk dalam satu bus. Jika dihitung satu bus dengan 40 tempat duduk maka hanya ada 80 ribu bus. Tidak ada kemacetan," kata Kurnia kepada kumparan, Senin (20/5).
Alasan lain yang membuat IPOMI menolak aturan ini adalah jika one way diberlakukan dan angkutan bus yang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur terhambat ke Jakarta, maka konsumsi bahan bakar minyak (BBM) pada bus akan lebih banyak. Padahal, salah satu tujuan dibuatnya Tol Trans Jawa, kata Kurnia, agar konektivitas lancar dan efisien, dengan begitu bisa mengurangi beban konsumsi bahan bakar.
ADVERTISEMENT
Sementara jika bus dari Jawa Tengah dan Jawa Timur kembali ke Jakarta menggunakan jalan arteri di Jalur Pantau Utara (Pantura), Kurnia menyebut jalan tempuhnya akan jauh lebih lama. Belum lagi rentan kemacetan. Menurutnya, perbandingan via tol Trans Jawa dan jalan arteri dengan kondisi normal saja bisa selisih 5 jam dengan aturan one way.
"Karena (via Jalur Pantura), pengguna sepeda motor akan banyak, traffic light dan pasar tumpah yang akan menjadi kendala. Di samping itu, tingkat kecelakaan lalu lintas bisa menjadi tinggi karena pengguna jalan motor seperti apa. Kalau dalam kondisi normal selisihnya bisa 5 jam, apa kabarnya kalau jalan arteri padat?" katanya.
Karena itu, kata Kurnia, ntuk memenuhi lonjakan penumpang arus mudik lebaran, para operator bus sudah menyiasatinya dengan cara meningkatkan ritase atau perjalanan. Ritase dilakukan dengan pemberangkatan bus dari arah barat atau Jakarta. Syaratnya, kata dia, pemberlakuan jalan satu jalur ditinjau ulang.
ADVERTISEMENT