Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Berharap dari Simposium Kejahatan Perikanan di Copenhagen
15 Oktober 2018 18:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Kejahatan tindak pidana perikanan masih terus terjadi dan upaya menanggulanginya terus digaungkan di forum internasional. Sudah 3 kali simposium internasional mengenai tindak pidana perikanan digelar. Berharap di simposium ke-4, ada rumusan lebih jelas dalam menanggulangi kejahatan perikanan ini secara bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Simposium Internasional ke-4 mengenai Tindak Pidana Perikanan ini akan berlangsung selama 3 hari di UN City, Copenhagen, Denmark, mulai hari ini, Senin (15/10) hingga Rabu (17/10). Pemerintah Indonesia mengambil bagian dalam simposium ini sebagai upaya perjuangan untuk memberantas kejahatan perikanan bersama negara-negara lain.
Sebelum dibuka secara resmi pada pukul 13.00 hari ini, digelar lebih dulu side event mengenai Large Oceans Forum (LON Forum), sebuah forum yang membahas mengenai tantangan-tantangan negara-negara yang memiliki laut lebih luas dibanding daratan terkait pemberantasan kejahatan perikanan. Side event ini juga akan meluncurkan LON Forum on Transnational Organised Fisheries Crime (TOFC).
Dalam LON Forum ini, hadir sejumlah pembicara, seperti Hogni Hoydal (Menteri Perikanan yang juga Wakil PM Kepulauan Faroe), Fleming Umilch Sengebau (Menteri Sumber Daya Alam, lingkungan dan Pariwisata Republik Palau), dan Tetabo Nakara (Menteri Perikanan dan Pengembangan Sumberdaya Kelautan Republik Kiribati). Pembicara lainnya antara lain Odd-Inge Kvalheim (Utusan Khusus Kementerian Luar Negeri Norwegia), Eko Rudianto (Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia), Dagfinn Hoybraten (Sekjen Kementerian Dewan Negara-negara Nordik), dan perwakilan dari pemerintah Fiji, Jamaica dan Mauritius.
Sementara saat pembukaan Simposium, sejumlah menteri akan jadi pembicara. Antara lain Harald T Nesvik (Menteri Kelautan Norwegia), Elizabeth Afoley Quaye (Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Ghana), Ameer Ali Shihabdeen (Wakil Menteri Kelautan Sri Lanka), Silvia Makgone (Wakil Menteri Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Republik Namibia), dan Abdullah Omar Abshir (Wakil Menteri Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Somalia). Sementara pembicara dari Indonesia adalah Mas Achmad Santosa (Koordinator Staf Khusus Satgas 115 (Satgas IUU Fishing)), yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
ADVERTISEMENT
Dalam simposium yang diinisiasi Norwegia akan dibahas banyak hal terkait kejahatan perikanan. Antara lain mengenai kebijakan baru untuk mengatasi kejahatan perikanan, mengelaborasi dampak-dampak dari kejahatan perikanan, bagaimana ‘shadow economy’ mempengaruhi kejahatan perikanan dan penegakan hukum kejahatan perikanan, bagaimana cara mengatasi korupsi di perikanan, dan cara-cara apa yang akan ditempuh di masa mendatang untuk menanggulangi kejahatan perikanan.
Simposium akan dihadiri 300 orang perwakilan pemerintah, penegak hukum, LSM, akademisi, dan para ahli dari berbagai negara. Para ahli akan membahas berbagai tantangan yang terkait dengan kejahatan perikanan untuk komitmen global dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), untuk keanekaragaman hayati, kebijakan kelautan, dan, paling tidak, untuk daya saing industri yang sah. Tujuan simposium tahun ini adalah mengalihkan fokus dari laut ke darat dan mengatasi kejahatan perikanan sebagai kejahatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Dalam side event yang digelar dalam dua sesi, perwakilan-perwakilan negara telah menyampaikan kejahatan-kejahatan perikanan dan praktik penangkapan ikan ilegal (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing/IUU Fishing ) yang terjadi di negaranya. Mereka juga berbagi cara bagaimana menanggulanginya.
Semua perwakilan negara menyampaikan dampak buruk dari IUU Fishing dan kejahatan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi negara dan pelestarian ekosistem laut. Perlu ada komitmen bersama-sama dari negara-negara yang memiliki laut untuk menanggulangi IUU Fishing dan tindak pidana perikanan.
Secara umum, tindak pidana perikanan (fisheries crime) adalah konsep yang relatif baru, yang berdasarkan klasifikasi UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), dimasukkan ke dalam new and emerging crime (tindak pidana baru yang berkembang). Di antara seluruh negara di dunia, Indonesia (di bawah kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan dan partisipasi aktif SATGAS 115) dan Norwegia adalah dua negara yang sangat aktif dalam membawa advokasi konsep baru ini di forum- forum dunia. Selain itu, negara-negara di Afrika juga termasuk negara-negara yang mendukung konsep ini.
ADVERTISEMENT
Kejahatan perikanan yang selama ini terjadi, meliputi penghindaran pembayaran pajak, korupsi, pencucian uang (TPPU), transaksi BBM secara ilegal, pemalsuan dokumen kapal dan kelengkapan persyaratan imigrasi, penyelundupan flora dan fauna yang dilindungi, hingga perdagangan orang (TPPO) dan perbudakan.
Tiga Simposium Sebelumnya
Sebelumnya Simposium Tindak Pidana Perikanan ini digelar di Cape Town (Afrika Selatan), Yogyakarta (Indonesia) dan Wina (Austria). Berikut garis besar dari tiga simposium sebelumnya:
Simposium ke-1 di Cape Town tahun 2015,
para ahli menetapkan hubungan antara penangkapan ikan ilegal dengan kejahatan transnasional terorganisir (transnational organized crime (TOC). Dengan memfokuskan pada nilai perikanan dan rantai suplai, para peserta mengidentifikasi beragam tindak pidana perikanan transnasional terorganisir dan tantangan yang ditimbulkan terhadap penegakan hukum atas tindak pidana perikanan yang efektif.
Dalam simposium ke-2 di Yogyakarta, para ahli mengidentifikasi perlunya menggunakan seluruh pendekatan pemerintah untuk menangani kejahatan perikanan melalui strategi 'hukum yang diperluas’, tidak hanya regulasi dalam bidang perikanan. Dengan demikian, para pelaku bisa diidentifikasi, diselidiki, dan dituntut.
ADVERTISEMENT
Dalam simposium ke-3 di Wina, para ahli berfokus pada kebijakan untuk mengatasi tindak pidana perikanan. Panel tingkat tinggi yang dihadiri para menteri perikanan dan pejabat tinggi pemerintah dan eksekutif antar-pemerintah merespons studi kasus tentang kejahatan dalam perikanan dengan menyarankan melakukan intervensi kebijakan untuk menangani kejahatan perikanan sebagai tantangan penegakan hukum pidana.