BJ Habibie, Jadikan Bank Indonesia Independen di Tengah Krismon 1998

11 September 2019 19:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Indonesia B.J. Habibie saat wawancara dengan wartawan di kantor Presiden Bina Graha di Jakarta 11 Juli 1998. Foto: AFP/KEMAL JUFR
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Indonesia B.J. Habibie saat wawancara dengan wartawan di kantor Presiden Bina Graha di Jakarta 11 Juli 1998. Foto: AFP/KEMAL JUFR
ADVERTISEMENT
Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie meninggal dunia pada Rabu (11/9), pukul 18.05 WIB. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada usia 83 tahun di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Mengenang Habibie tidak terlepas dari perannya saat menjadi Presiden Indonesia di tengah krisis ekonomi yang melanda Tanah Air pada 1998. Saat itu, nilai tukar rupiah sempat anjlok hingga menyentuh Rp 16.800 per dolar AS.
Salah satu peran Habibie adalah menjadikan Bank Indonesia menjadi lembaga yang independen, tak bisa diintervensi oleh siapa pun, termasuk presiden.
Dalam bukunya 'Detik-detik Yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi', Habibie menceritakan mengenai latar belakang dan proses perubahan Bank Indonesia.
Untuk menyikapi persoalan krisis ekonomi pada 1998, Habibie menilai semua langkah dan kebijakan harus profesional, rasional, dan dimanfaatkan sebaik-baiknya agar dapat menyelesaikan masalah multikompleks yang sedang dihadapi.
"Kesimpulan saya, kunci untuk menyelesaikan permasalahan terletak pada kedudukan dan peran Bank Indonesia. Bank Indonesia harus mandiri, bebas, kuat, dan tidak dapat dipengaruhi oleh siapa saja termasuk oleh Presiden Republik Indonesia," tulis BJ Habibie dalam bukunya.
ADVERTISEMENT
Dengan masalah tersebut, Habibie menilai perlu dilakukan perubahan Undang-undang Bank Indonesia. Sehingga lembaga tersebut tidak disalahgunakan oleh siapa pun.
"Untuk mencegah penyalahgunaan Bank Indonesia oleh siapa saja, termasuk presiden, perlu meninjau kembali undang-undang. Undang-undang khusus Bank Indonesia yang mandiri, kuat, dan transparan," tulis Habibie.
Untuk merumuskan aturan tersebut, Habibie meminta bantuan Prof Dr Helmut Schlesinger, yang telah berkiprah 20 tahun menjadi anggota pimpinan Deutsche Bundasbank, bank sentral Jerman.
Menurut Habibie, keberhasilan Jerman Barat dalam pembangunan, tak terlepas atas keberhasilan Deutsche Bundesbank menjadikan Deutsche Mark menjadi mata uang yang stabil dan berkualitas tinggi.
"Melalui Kanselir Dr Helmut Kohl, saya meminta Prof Dr Schlessinger dapat membantu para pakar moneter Indonesia khususnya dari Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk mempersiapkan UU Bank Indonesia yang mandiri, independen, transparan, dan kuat," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Habibie mengakui pengaruhnya menjadi presiden sangat menguntungkan untuk mengubah undang-undang yang diperlukan dalam keadaan yang cukup genting.
"Pada pidato pengantar kabinet reformasi pembangunan, saya telah menjelaskan Bank Indonesia yang mandiri, independen, transparan, dan kuat dengan gubernurnya yang tidak menjadi anggota kabinet," tulis Habibie.
Ilustrasi Bank Indonesia Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Suatu hari di Wisma Negara, Habibie memanggil Gubernur Bank Indonesia untuk menjelaskan tugas dan peran Bank Indonesia. Adapun saat itu, Gubernur Bank Indonesia dijabat Syahril Sabirin.
Habibie saat itu didampingi Ginandjar Kartasasmita yang menjadi Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Indonesia.
Ada lima poin yang disampaikan Habibie kepada Gubernur Bank Indonesia saat itu.
1. Segera diberlakukan Gubernur BI tidak menjadi anggota kabinet lagi dan tidak bertanggung jawab kepada presiden,
ADVERTISEMENT
2. Gubernur Bank Indonesia harus mandiri dan profesional;
3. Khususnya untuk Bank Indonesia, akan dipersiapkan dan dirancang undang-undang dan jikalau perlu diperkuat oleh amandemen UUD atau ketetapan MPR;
4. Harap segera diambil tindakan untuk meningkatkan kualitas mata uang rupiah dengan menjadikan Bank Indonesia lebih transparan;
5. Jikalau pemerintah membutuhkan rupiah untuk pelaksanaan proyek apa saja, maka harus dicari pinjaman dari pasar modal. Dalam hal ini, pemerintah hanya dapat berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
Setelah itu, Undang-undang Bank Indonesia lahir pada 1999. Undang-undang Bank Indonesia kemudian mengalami perubahan kembali pada 2004, 2008, dan 2009.