Cara Sederhana Mengatur Keuangan bagi yang Hobi Belanja

1 November 2018 8:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon pembeli berbelanja di pusat belanja berbasis teknologi Artificial Intelligence pertama di Indonesia "JD.ID X", Kamis (2/8). (Foto: Dok. JD.ID)
zoom-in-whitePerbesar
Calon pembeli berbelanja di pusat belanja berbasis teknologi Artificial Intelligence pertama di Indonesia "JD.ID X", Kamis (2/8). (Foto: Dok. JD.ID)
ADVERTISEMENT
Hobi tiap orang memang beragam, ada yang sekadar melakukan hal sederhana namun ada pula yang sampai rela merogoh kocek hanya untuk berbelanja. Hobi berbelanja memang hal yang wajar tapi jangan sampai anggaran Anda jebol.
ADVERTISEMENT
Perencana Keuangan, Mike Rini Sutikno, mengatakan penting untuk membuat alokasi khusus agar ujungnya kondisi keuangan Anda tetap sehat.
“Yang pasti jangan terlalu besar atau terlalu berlebihan ya, jumlah 5 sampai 10 persen dari pemasukan,” katanya ketika dihubungi kumparan, Kamis (1/11).
Selain membuat persentase maksimal dari gaji, Mike juga memberikan alternatif untuk melakukan pembatasan keuangan setiap bulan.
“Misalnya setiap bulan tidak lebih dari Rp 500.000. Pembatasan itu diperlukan agar tidak terbiasa impulsif,” lanjut dia.
Mike menambahkan, penentuan alokasi belanja hobi itu menjadi penting karena bagaimanapun juga hobi sebaiknya tak menganggu cash flow terutama untuk kebutuhan pokok, tabungan, serta penyiapan dana darurat.
Belanja impulsif (Foto: Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Belanja impulsif (Foto: Unsplash)
“Kemudian sebaiknya pengeluaran hobi ini dibayar menggunakan uang sendiri tidak perlu memaksa berhutang untuk menyalurkan kepuasan hobi (belanja),” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia menekankan, agar menjalani hobi belanja tak malah jadi gaya hidup konsumtif maka diperlukan sikap realistis. Singkatnya, menjalankan hobi seperlunya dan semampunya.
Di samping itu, Ia juga menyarankan agar hobi bisa diarahkan menjadi suatu hal yang produktif. Tak hanya menambah keahlian dan jaringan, namun hobi belanja juga bisa menciptakan peluang-peluang yang justru menguntungkan.
“Menjadikan diri sebagai expertis, kemudian membuat personal branding, diakui dengan diundang sebagai pembicara misalnya. Bisa jadi menawarkan produk atau jasa kepada orang-orang yang ada di komunitas itu,” tutupnya.