Dana Parpol Dibantu APBN, Pantaskah Seruan Gerindra Boikot Pajak?

17 Mei 2019 8:02 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ajakan boikot membayar pajak diserukan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, kepada para pendukung Prabowo-Sandi. Boikot itu dilakukan jika nantinya KPU menetapkan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
Arief menilai boikot pajak adalah salah satu cara masyarakat tidak mengakui hasil Pilpres 2019.
"Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate. Itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/5).
Ia mengatakan pemerintah baru bisa memungut dan mengelola pajak dari masyarakat apabila pemerintah itu dihasilkan dari pemilu yang jujur dan adil. Jika pemerintah tersebut ditetapkan dari hasil pemilu yang tidak jujur dan adil, menurutnya masyarakat punya hak untuk tidak tunduk pada undang-undang dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintahan tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani tak khawatir dengan pernyataan Arief tersebut. Ia menilai para politisi sudah memberikan komentar.
ADVERTISEMENT
"Enggak (khawatir). Kan kalau kita lihat di antara teman-teman politisi sudah berkomentar, saya tetap berharap masih banyak yang memiliki cara pendekatan kenegarawanan yang baik," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Kamis (16/5).
Namun, ia mengingatkan uang pajak sangat bermanfaat bagi masyarakat. Mulai dari membangun jalan, sekolah, rumah sakit, hingga dana untuk DPR. Bahkan, dana parpol juga memperoleh sokungan APBN yang bersumber dari penerimaan pajak.
Sri Mulyani Konferensi Pers APBN per April 2019 Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik (Parpol), pemerintah mengatur kenaikan dana parpol menjadi Rp 1.000 per perolehan suara di Pemilu. Dalam APBN 2018, Parpol memperoleh alokasi Rp 250 miliar. Kenaikan ini juga merupakan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
ADVERTISEMENT
"Kalau Anda tanya uang pajak untuk apa, untuk segala macam, mulai dari jalan raya, sekolah, rumah sakit, kita bicara air listrik, tentang seluruh aparat, termasuk DPR, partai politik pun juga mendapat APBN jangan lupa, karena mereka mendapatkan per kepala," ujar Sri Mulyani.
Senada dengan Sri Mulyani, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menuturkan memboikot pajak akan merugikan sebagian besar rakyat Indonesia. Sebab layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, subsidi, hingga dana desa, berasal dari pajak.
"Belum lagi belanja infrastruktur, pertahanan, keamanan, birokrasi, dan lainnya. Dengan kata lain, ajakan memboikot pajak adalah ajakan memperburuk keadaan yang merugikan rakyat Indonesia," ujarnya kepada kumparan, Kamis (16/5).
Dia mengatakan perspektif kepatuhan pajak saat ini masih memprihatinkan. Masih banyak orang yang seharusnya membayar pajak, namun tidak membayarnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga ajakan memboikot pajak berarti memberi pembenaran perilaku pengemplangan pajak. Selain itu juga sangat rawan ditunggangi para pengemplang pajak lainnya yang selama ini memang enggan membayar pajak.
"Artinya, ajakan memboikot bayar pajak ini tak lain kolaborasi hitam yang melebihi ajakan makar, karena mengeroposkan fondasi negara dan menghancurkan modal sosial yang penting untuk keberlanjutan pembangunan," jelasnya.