Darurat, Pemerintah Harus Genjot Ekspor ke China

15 Juli 2019 17:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah perkeja memantau proses bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah perkeja memantau proses bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Kinerja ekspor nasional masih belum bisa diharapkan, meski dalam dua bulan terakhir neraca perdagangan meraih surplus.
ADVERTISEMENT
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekspor Juni 2019 mencapai USD 11,78 miliar atau turun 20,54 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau month to month (mtm). Sedangkan dibandingkan Juni 2018, turun 8,98 persen secara year on year (yoy).
Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Handito Juwono, mengatakan pemerintah harus mengambil langkah darurat ekspor secepatnya. Khususnya ekspor ke pasar China.
"Selama ini kita defisit cukup banyak karena barang impor dari China. Pemerintah harusnya fokus ke satu pasar dan itu China karena sekarang potensinya sedang terbuka lebar. Ke negara lain boleh tapi hanya sebagai tambahan," katanya saat dihubungi kumparan, Senin (15/7).
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit perdagangan dengan China selama Januari-Juni 2019 mencapai USD 9,2 miliar. Angka ini juga melebar dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni defisit USD 8,2 miliar. Artinya, barang-barang impor asal China mengalir lebih deras masuk ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Defisit perdagangan dengan China tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan negara lainnya, seperti dengan Thailand yang defisit USD 1,9 miliar dan dengan Australia yang defisit USD 1,3 miliar selama enam bulan pertama tahun ini.
Karena hal ini, Handito meminta pemerintah tegas dalam memperkuat ekspor ke Negeri Tirai Bambu itu. Apalagi, Indonesia diketahui akan mengikuti kegiatan China-Asean Expo (CAEXPO) di Nanning pada 20-23 September mendatang.
Produk elektronik di Pameran Teknologi Industri China di Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (11/8). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Handito pun meminta agar produk yang diekspor tahun ini tidak lagi produk mentah, melainkan barang jadi. Sebab, pasar disebut akan jenuh jika hanya mengandalkan ekspor produk mentah atau bahan baku.
"Warga negara China itu ada banyak, mereka pasti jenuh kalau yang diekspor hanya bahan baku atau mentah. Harusnya Indonesia bisa ekspor makanan atau produk jadi dan produk hortikultura seperti buah-buahan," katanya.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, nilai ekspor selama bulan Juni tercatat sebesar USD 11,78 miliar, turun 20,54 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau month to month (mtm).
Ekspor migas maupun nonmigas tercatat mengalami penurunan. Adapun ekspor migas mencapai USD 0,75 miliar atau turun 34,36 persen (mtm), sementara ekspor nonmigas mencapai USD 11,03 miliar, turun 10,39 persen (mtm).
Secara kumulatif sejak awal tahun ini hingga akhir bulan Juni, laju ekspor sebesar USD 80,32 miliar, turun 8,57 persen (yoy).
"Ini pemerintah harus kerja keras untuk mendongkrak ekspor di Kuartal II. Surplus di Bulan Juni ini tidak memuaskan karena bukan ekspor yang terdongkrak, tapi laju impor saja yang mampu ditahan sedikit," pungkasnya.