Ekspor Sawit Lesu, Indonesia Disalip Malaysia di Pasar India

15 Juli 2019 12:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja membongkar buah kelapa sawit di unit pemrosesan minyak kelapa sawit milik negara. Foto: REUTERS / Tarmizy Harva
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja membongkar buah kelapa sawit di unit pemrosesan minyak kelapa sawit milik negara. Foto: REUTERS / Tarmizy Harva
ADVERTISEMENT
Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia turun tajam, akibat regulasi yang menghambat di negara-negara utama tujuan ekspor.
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan, ekspor minyak sawit Indonesia secara total (CPO dan turunan, olechemical dan biodiesel) pada April 2019 turun hingga 18 persen, dibandingkan total ekspor pada Maret lalu.
Jika volume ekspor pada Maret sebesar 2,96 juta ton, maka pada April turun jadi 2,44 juta ton. Kemudian pada Mei kinerja ekspor mulai merangkak naik, namun masih di bawah ekspektasi.
Pada Mei 2019 total ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 2,79 juta ton atau naik 14 persen dibandingkan dengan total ekspor pada bulan sebelumnya.
Sementara itu total ekspor khusus CPO dan turunannya (tidak termasuk oleochemical dan biodiesel) pada April 2019 mencatatkan penurunan 27 persen atau dari 2,76 juta ton di Maret menurun menjadi 2,01 juta ton di April.
ADVERTISEMENT
Sementara pada bulan Mei total ekspor tercatat mencapai 2,40 juta ton atau meningkat 18 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
“Melemahnya pasar ekspor minyak sawit Indonesia tentu menjadi suatu pekerjaan rumah bagi industri sawit Indonesia. Beberapa negara tujuan ekspor utama memberlakukan regulasi yang sudah masuk dalam kategori hambatan dagang,” kata Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono, melalui pernyataan tertulis, Senin (15/7).
Buruh memanen kelapa sawit di Desa Sukasirna, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Disalip Malaysia Dia mencontohkan India, yang menaikkan tarif bea masuk minyak sawit sampai pada batas maksimum. Padahal India merupakan salah satu negara utama tujuan ekspor sawit Indonesia.
Menyikapi regulasi India, Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar kedua, telah mengambil langkah sigap. Yakni dengan memanfaatkan perjanjian dagang berupa Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA), dengan perundingan lanjutan di Free Trade Agreement.
ADVERTISEMENT
Kesepakatan antara Malaysia dengan India itu, menghasilkan diskon bea masuk impor refined products yang lebih rendah dibandingkan bea masuk yang dikenakan kepada Indonesia. Tarif bea masuk refined product dari Malaysia hanya 45 persen, dari dari tarif berlaku 54 persen.
“Alhasil dari diskon tarif bea masuk yang dinikmati Malaysia, pasar minyak sawit Indonesia ke India kian tergerus, pasar India didominasi oleh Malaysia,” ujar Mukti.
Menyikapi hal ini, dia mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat segera mengakselerasi kerja sama ekonomi dengan India untuk pemberlakuan tarif impor yang sama, sehingga Indonesia dapat berkompetisi memeriahkan pasar India.
Data ekspor CPO dan refined products Indonesia dan Malaysia ke India (dalam 1.000 ton), seperti tabel berikut.
ADVERTISEMENT
Hambatan regulasi ekspor juga terjadi di Uni Eropa. Sejak diadopsinya Delegated Act RED II Maret lalu, tidak dapat dipungkiri telah ikut membangun sentimen negatif pasar minyak sawit Indonesia di Eropa.
GAPKI mencatatkan ekspor CPO dan turunannya ke Benua Biru ini terus tergerus. Pada April 2019 ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia tercatat menurun 37 persen dibandingkan Maret lalu. Kemudian pada Mei kembali melorot 4 persen dibandingkan April (Maret 498,24 ribu ton, April 315,24 ribu ton dan Mei 302,16 ribu ton).
Pasar utama ekspor lain yang juga mengalami dinamika adalah China. Pada April membukukan kenaikan impor sebesar 41 persen dibandingkan Maret (dari 353,46 ribu ton meningkat menjadi 499,57 ribu ton). Kemudian pada Mei, ekspor kelapa sawit melorot 18 persen (atau dari 499,57 ribu ton turun menjadi 410,56 ribu ton). Hal ini juga diikuti oleh Bangladesh.
ADVERTISEMENT