Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gaya Blak-blakan Susi saat Bertemu Pengusaha Jepang
3 Juni 2018 19:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggelar one on one meeting dengan beberapa pengusaha dalam bidang kelautan dan perikanan Jepang dalam lawatannya ke Jepang 30 Mei hingga 1 Juni 2018 lalu. Dalam pertemuan yang juga dihadiri kumparan, Susi bersikap apa adanya saat bertemu mereka. Jauh dari kesan formal.
ADVERTISEMENT
Barangkali karena Susi bukanlah seorang birokrat, tapi berlatar belakang pengusaha. Pertemuan yang digilir untuk 5 perusahaan di ruang Saloon, lantai 5 Hotel Imperial, Tokyo itu berlangsung serius tapi santai. Bahkan, pertemuan diselingi dengan tawa, karena Susi langsung minta segera mereka berinvestasi. Susi juga menyindir mereka, karena masih terlalu sedikit dalam investasi di bidang perikanan di Indonesia.
Masing-masing perusahaan diberi waktu sekitar 30 menit. Para pengusaha yang melakukan one on one meeting dengan Menteri Susi adalah Hideyuki Nakatani (President Nakatani Shouten Co, Ltd), Tadatoshi Oshima (President Oshima Fisheries Co Ltd), Kentaro Narumi (CEO & President FTI Japan Co Ltd), Koji Yamazaki (Chief Operating Officer Marubeni Corporation), dan Masami Sueta (Deputy Chief Operating Officer Itochu Corporation).
ADVERTISEMENT
Kedatangan para pengusaha ini disambut langsung oleh Susi yang didampingi oleh Rachmat Gobel (Utusan Khusus Presiden RI untuk Jepang), Arifin Tasrif (Dubes RI untuk Jepang), Nilanto Perbowo (Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi (Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP), Risyanto Suanda (Dirut PT Perindo/Perikanan Indonesia) dan Dendi Anggi Gumilang (Dirut PT Perinus/Perikanan Nusantara).
Setelah saling jabat tangan dan tukar kartu nama, pertemuan pun dimulai. Mayoritas dari mereka berbicara dalam bahasa Jepang dan diterjemahkan oleh penerjemah.
President Nakatani Shouten Co Ltd Hideyuki Nakatani mendapat kesempatan pertama. Nakatani merupakan perusahaan importir Tuna. Perusahaan ini telah mengimpor Natuna dari Indonesia sejak tahun 2008. Dia melakukan kerja sama dengan perusahaan lokal di Aceh. Setiap tahun, Nakatani mengimpor 800 ton Tuna dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Nakatani menanyakan Susi apakah diperbolehkan memberi pelatihan ke nelayan Aceh agar para nelayan bisa bertambah mahir dalam penangkapan ikan. Menurut Nakatani, selama ini nelayan Aceh sangat tradisional dalam menangkap ikan. Terkait hal ini, Susi mempersilakan. “Please, welcome,” kata Susi. Namun, Susi mengingatkan agar Nakatani tidak terjun ke proses penangkapannya. Bila membantu dalam peningkatan skill nelayan, diperbolehkan.
Selanjutnya Susi meminta agar Nakatani menambah lagi volume impornya dari Indonesia. Sebab, saat ini ikan di Indonesia sudah melimpah, setelah pemerintah serius memberantas illegal fishing dan melakukan deregulasi terkait penangkapan ikan. Stok ikan tahun ini sekitar 13 juta ton. “Bulan depan nambah 50 ton impor Tuna-nya, bisa?” pinta Susi langsung tembak.
Terhadap permintaan ini, pihak Nakatani senyum-senyum saja dan tertawa. Mereka berjanji akan menambah volume impor tunanya dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama dilakukan Susi saat bertemu Tadatoshi Oshima, President Oshima Fisheries Co Ltd. OshimeaFisheries salah satunya bergerak dalam bidang produksi mesin es (cold storage). Perusahaan ini siap menambahkan lagi investasinya. Saat ini, Oshima sudah mengirimkan sekitar 270 mesin es ke Indonesia.
“Kurang dua nolnya itu. Masak cuma 270,” kata Susi. “Datangkanlah 2.000 mesin es lagi,” sambung Susi. Atas permintaan Susi ini, Tadatoshi senyum-senyum saja dan mengangguk.
Indonesia yang memiliki panjang pantai sekitar 90.000 kilometer (km), kata Susi, membutuhkan banyak cold storage. Desain pemerintah saat ini, setiap 30 km garis pantai akan ada mesin es kapasitas 1,5 ton/hari, setiap 100 km ada mesin es berkapasitas 10 ton/hari, dan setiap 300 km ada cold storage dengan kapasitas 5.000 ton/hari. Untuk mesin es kapasitas 1,5 ton saja dibutuhkan 3.000 mesin es.
Sementara Kentaro Narumi, CEO & President FTI Japan Co Ltd, saat bertemu Susi menyampaikan informasi bahwa perusahaannya sudah mengimpor Tuna dari Indonesia sekitar 60 ton tahun 2017. Tahun ini, FTI akan menargetkan lagi akan impor lebih banyak lagi: 300 ton Tuna. Indonesia Timur akan menjadi tujuan FTI untuk memperoleh Tuna.
ADVERTISEMENT
Susi menyambut baik rencana tersebut. Susi menyarankan Kentaro dan para pengusaha di Jepang untuk melakukan konsolidasi. “Silakan bangun konsorsium. Cepat saja, jangan lambat. China sekarang sudah mulai masuk membangun pelabuhan dan sebagainya. Pengusaha Jepang jangan sampai ketinggalan. Sekarang ini pengusaha Jepang sangat lamban,” tegas Susi. Kentaro pun senyum-senyum saja dan mengangguk-angguk.
Saat bertemu Koji Yamazaki, Chief Operating Officer Marubeni Corporation, Susi lama membahas soal unagi (ikan sidat). Marubeni memiliki pabrik pengolahan unagi yang cukup besar di Banyuwangi, Jawa Timur. Perusahaan ini mengirim hasil produknya ke Jepang. Rupanya, Koji mengkhawatirkan saat ini produksi unagi semakin turun.
“Lepaskanlah induknya yang besar-besar ke alam. Kalau tidak dilepas, bagaimana mereka bisa berkembang biak. Karena unagi tidak bisa dibudidayakan. Dia harus kawin secara alami, sama seperti Lobster,” saran Susi yang tahu banyak mengenai pengembangbiakan unagi ini. Unagi biasanya akan kawin di musim kawin dan harus di laut dalam. Setelah kawin, anak-anak unagi akan bermigrasi ke pinggir pantai.
ADVERTISEMENT
Pihak Marubeni pun sedang melakukan pelepasan induk-induk unagi ke alam. “Kami sudah berkoordinasi dan kerja sama dengan WWF untuk melepaskan induk-induk unagi ini,” kata salah seorang yang mendampingi Koji.
Selain memiliki pabrik pengolahan unagi di Banyuwangi, Marubeni juga memiliki pabrik pengolahan Tuna di Surabaya. “Kalau butuh bantuan untuk pengembangan, silakan. Kami akan bantu,” kata Susi.
Kepada pengusaha-pengusaha Jepang itu, Susi juga menyarankan mereka untuk berkoordinasi dan melakukan kerja sama dengan PT Perindo dan PT Perinus, dua BUMN perikanan milik pemerintah.