Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Setelah menunjukkan tren kenaikan pada awal pekan lalu, harga minyak di awal pekan ini melanjutkan penurunan. Hal ini terjadi, setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, meminta OPEC mengisi kekosongan produksi akibat diembargonya ekspor minyak Iran oleh AS.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, harga minyak Brent berada di posisi USD 71,72 dolar per barel atau turun 43 sen dollar AS (0,6 persen) dari penutupan perdagangan terakhir.
Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di harga USD 62,92 dolar per barel atau turun 38 sen dolar AS.
Trump pada Jumat (26/4), mengaku telah menelepon dan meminta Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) itu untuk menurunkan harga. “Harga minyak harus turun. Saya telepon OPEC, saya katakan Anda harus menurunkannya,” kata Trump kepada wartawan.
Pernyataan itu telah memicu sentimen yang mendorong aksi jual kontrak berjangka minyak.
Menyikapi hilangnya pasokan minyak sekitar 1 juta barel per hari, seiring pemberlakukan total sanksi ekonomi AS ke Iran, sebelumnya negara-negara OPEC tak menunjukkan komitmen untuk mengisi kekosongan pasar tersebut. Mereka baru mau meningkatkan produksi, jika memang ada peningkatan permintaan.
Sementara itu analis senior pasar energi, Cyril Widdershoven, tak yakin OPEC akan memenuhi permintaan menaikkan produksi, agar harga minyak tak melambung.
ADVERTISEMENT
“Sebagian besar analis optimis tentang pemimpin teh facto OPEC, Arab Saudi, bersedia mengisi kekosongan pasokan minyak Iran. Tapi kenyataannya bisa sangat berbeda,” katanya dikutip dari oilprice.com.
Dia mengaku tak melihat ada tanda-tanda, Arab Saudi atau Uni Emirat Arab akan menaikkan produksi. Dunia menurutnya harus menyiapkan mitigasi, untuk mengantisipasi lonjakan harga minyak , sebagai dampak berkurangnya pasokan dari Iran ke pasar global.
“Arab Saudi dan produsen minyak lainnya, harus sangat berhati-hati untuk menstabilkan pasar tanpa jatuh ke dalam perangkap Trump, yang dapat mengakibatkan situasi kelebihan pasokan dalam jangka pendek,” tandas Widdershoven.