IMF: RI Bisa Jadi Negara Ekonomi Digital Terbesar di Asia Tenggara

4 Oktober 2018 18:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Generasi Milenial dan Internet. (Foto: flickr/@UTKnightCenter)
zoom-in-whitePerbesar
Generasi Milenial dan Internet. (Foto: flickr/@UTKnightCenter)
ADVERTISEMENT
Dana Moneter Internasional atau Internasional Monetary Fund (IMF) memperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar dari seluruh negara di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Kepala Divisi IMF untuk Indonesia Luis Breuer dalam buku bertema "Mewujudkan Potensi Ekonomi Indonesia" menjelaskan, hal tersebut lantaran Indonesia memiliki populasi anak muda terbesar ketiga di dunia dan dengan 130 juta pengguna aktif di media sosial.
"Dengan populasi muda terbesar ketiga di dunia dan dengan 130 juta pengguna aktif media sosial, Indonesia diprakirakan memiliki ekonomi digital terbesar dari seluruh negara-negara Asia Tenggara," ujar Breuer seperti dilansir buku tersebut, Kamis (4/10).
Adapun sebelumnya dalam riset McKinsey and Company (2016), digitalisasi dapat memperluas perekonomian Indonesia hingga 10 persen pada tahun 2025. Keuntungan ekonomi tersebut dapat terwujud melalui kombinasi produktivitas yang tinggi dan input tenaga kerja.
"Teknologi digital juga memiliki potensi untuk menambah 3,7 juta lapangan kerja baru, termasuk melalui skema-skema pencocokan pekerjaan yang lebih canggih dan pekerjaan fleksibel berdasar permintaan (on-demand) melalui platform daring," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Perkembangan digital di Indonesia juga dianggap telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dari peningkatan pemanfaatan big data dan mobile internet hingga berkembangnya jasa keuangan digital dan perniagaan elektronik (e-commerce).
Berdasarkan data McKinsey and Company, pnggunaan big data dan advanced analytics di Indonesia telah meningkat sebesar 60 persen sejak 2014 dan 2015, sementara jumlah pengguna mobile internet tumbuh sebesar 13 juta (lebih dari 20 persen) antara tahun 2015 dan 2017.
Menurut dia, saat ini juga terdapat pergeseran masyarakat menuju layanan keuangan digital. Perkembangan ini pun dapat mendukung inklusi keuangan yang lebih luas.
Sebagai contoh, Survey Perbankan Indonesia yang dilakukan PricewaterhouseCoopers (2017) menemukan jumlah orang yang melakukan kegiatan perbankan sebagian besar melalui kantor cabang tradisional (lebih dari 50 persen dari total transaksi) turun dari 75 persen pada tahun 2015 menjadi 45 persen pada tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Sementara transaksi digital tumbuh pesat. Uang elektronik yang umumnya digunakan perorangan berpendapatan rendah, meningkat hampir empat kali lipat sejak 2014 dan 2017, sementara penerimaan dari perniagaan elektronik tumbuh sebesar 22 persen antara tahun 2016 dan 2017.
"Kalangan muda Indonesia adalah pengadopsi yang tanggap dari teknologi tersebut dan merupakan basis konsumen yang besar untuk ekonomi digital. Selain itu terdapat lingkungan yang dinamis untuk perusahaan rintisan digital," jelasnya.
Starthub Connect 2018, konferensi startup Indonesia (Foto: Dok. Alpha Momentum Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Starthub Connect 2018, konferensi startup Indonesia (Foto: Dok. Alpha Momentum Indonesia)
Survei yang baru-baru ini dilakukan The Economist Intelligence Unit (2017) juga menempatkan Jakarta sebagai kota kedelapan terbaik di dunia untuk perusahaan-perusahaan digital dan secara khusus memujinya untuk pengembangan teknologi-teknologi baru dan untuk inovasi dan kewirausahaannya.
Namun demikian, untuk mewujudkan sebagai ekonomi digital terbesar, Indonesia dinilai masih memililo sejumlah tantangan. Di antaranya yakni rendahnya investasi asing yang masuk dan masih adanya kesenjangan digital di berbagai wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Sebagai salah satu negara dengan tingkat penetrasi internet terendah di kawasan ASEAN, kesenjangan digital ini dapat memperlambat berkembangnya ekonomi digital. Indonesia mungkin akan kesulitan mengambil manfaat dari banyak peluang yang ditawarkan oleh ekonomi digital, penduduk berusia muda, dan Asia yang bangkit jika tidak melaksanakan berbagai reformasi struktural yang diperlukan," kata dia.
Namun, Breuer menuturkan hal tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan penerimaan pajak untuk mendorong pembangunan infrastruktur dan memperbaiki pendidikan.
Selain itu, Indonesia juga membuka pasar produk dan sektor jasa lebih lanjut untuk mendukung alokasi sumber daya yang lebih efisien dan diversifikasi ekonomi, dan pendalaman pasar-pasar keuangan.