Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kemendag: Impor Gula Rafinasi Diirit agar Ngirit Devisa
20 Agustus 2018 8:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Kementerian Perdagangan akan segera mengeluarkan izin impor gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman. Total jatah izin impor gula rafinasi yang tersisa di semester II 2018 adalah sebesar 1,8 juta ton .
ADVERTISEMENT
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengungkapkan jatah tersebut bisa jadi tidak diberikan semua. Kemendag akan selektif memberikan jatah impor sesuai kebutuhan industri makanan dan minuman.
"Cuma saya ya keluarinnya diirit lah. Saya yang diirit itu sekalian ngirit devisa. Begitu saya keluarkan berarti dolar AS keluar. Kita keluarin yang mendesak dan yang kebutuhannya masih November atau Desember enggak saya keluarin," kata Oke kepada kumparan, Senin (20/8).
Menurut catatan Kemendag, realisasi impor gula rafinasi di semester I 2018 sebesar 1,5 juta ton dari izin yang dikeluarkan sebesar 1,8 juta ton. Sedangkan total izin impor gula rafinasi tahun ini adalah sebesar 3,6 juta ton. Untuk semester ke II 2018, masih ada jatah sebesar 1,8 juta ton. Sementara itu, sisa jatah impor di semester I sebesar 300 ribu ton tidak diakumulasikan di semester II.
"kita keluarin 1,8 juta ton (semester I 2018) baru mereka hanya merealisasikan 1,5 juta ton karena industri maminnya (makanan dan minuman) lagi goyang jadi serapannya kurang," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Oke menjelaskan impor gula rafinasi masih diperlukan mengingat industri makanan dan minuman tidak bisa menyerap gula kristal putih (GKP) yang diproduksi petani. Gula yang diperlukan industri makanan dan minuman harus memiliki spesifikasi khusus yang tidak dimiliki gula lokal.
"Industri kan enggak pakai (gula lokal) makanya kita keluarkan, enggak ada hubungannya dengan petani karena rafinasi untuk industri. Saya enggak boleh bunuh industri tetapi kita atur pola impor karena tahu sendiri kita defisit (neraca perdagangan) tiap bulan sehingga enggak saya keluarin semuanya. Kita atur dulu bulan ini segini kan saya mengendalikan impor tapi saya enggak boleh membunuh industri. Laporin dulu mana yang kontrak segera, mana yang butuh," paparnya.