news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Keputusan Menhub Naikkan Tarif Ojol Gerus Minat Pengguna

7 Mei 2019 5:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perhubungan, Budi Karya menghadiri acara Silatnas Kerluarga Besar Pengemudi Ojek Online di Jiexpo Kemayoran Foto: Rian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perhubungan, Budi Karya menghadiri acara Silatnas Kerluarga Besar Pengemudi Ojek Online di Jiexpo Kemayoran Foto: Rian/kumparan
ADVERTISEMENT
Keputusan Menteri Perhubungan menaikkan tarif ojek online (ojol), menggerus permintaan hingga tiga perempat dari kondisi normal. Hal ini terungkap dari survei lembaga penelitian independen, Research Institute of Socio-Economic Development (RISED).
ADVERTISEMENT
Kenaikan tarif itu ditetapkan Menhub melalui Keputusan Nomor 348 Tahun 2019, dan berlaku mulai 1 Mei 2019 lalu.
Ketua Tim Peneliti, Rumayya Batubara, menjelaskan survei ini dilakukan untuk menggambarkan respon konsumen terhadap kebijakan kenaikan tarif, serta untuk mengetahui willingness to pay (kesediaan membayar) konsumen terhadap layanan ojol.
“Ternyata kenaikan tarif justru bisa menggerus permintaan ojol hingga 75 persen atau tiga perempatnya, yang akhirnya bisa berdampak negatif pada pendapatan pengemudi,” kata Rumayya dalam paparan hasil penelitiannya.
Menurutnya, survei dilakukan terhadap 3.000 konsumen pengguna ojol yang tersebar di 9 wilayah Indonesia. Pemilihan wilayah itu, mewakili 3 zona yang diatur dalam Kepmenhub tersebut. Yakni Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, Makassar, dan Malang.
ADVERTISEMENT
Penelitian dilakukan pada 29 April hingga 3 Mei 2019. Sedangkan nilai margin of error survei berada di kisaran 1,83 persen.
Aplikasi GOJEK dan Grab. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
Rumayya yang juga ekonom di Universitas Airlangga, Surabaya, menambahkan tarif baru yang diatur Pemerintah per 1 Mei 2019 itu tidak mencerminkan tarif yang akan dibayar oleh konsumen.
“Tarif atau biaya jasa yang tertera pada Kepmenhub No. 348 tahun 2019 merupakan tarif bersih yang akan diterima pengemudi. Artinya, tarif yang harus dibayar konsumen akan lebih mahal lagi, mengingat harus ditambah biaya sewa aplikasi,” ujarnya.
Dia mencontohkan, dengan asumsi tambahan biaya sewa aplikasi sebesar 20 persen, tarif batas bawah yang harus dibayar oleh konsumen di Jabodetabek adalah sebesar Rp 2.500 per km, bukan seperti yang tertera di Kepmenhub yang menyatakan Rp 2.000 per km.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dari hasil survei RISED didapati kenaikan tarif berpengaruh terhadap pengeluaran konsumen setiap harinya. Menurut RISED, jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 7-10 km per hari di Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), 8-11 km per hari di Zona II (Jabodetabek), dan 6-9 km per hari di Zona III (wilayah sisanya).
Dengan skema tarif yang berpedoman pada Kepmenhub tersebut dan jarak tempuh sejauh itu, berarti pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 4.000-11.000 per hari di Zona I, Rp 6.000–15.000 per hari di Zona II, dan Rp 5.000-12.000 per hari di Zona III.
“Bertambahnya pengeluaran sebesar itu sudah memperhitungkan kenaikan tarif minimum untuk jarak tempuh 4 km ke bawah. Jangan lupa tarif minimum juga mengalami peningkatan. Misalnya di Jabodetabek dari sebelumnya Rp 8.000 menjadi Rp 10.000-12.500,” jelas Rumayya.
Mitra pengemudi GOJEK. Foto: REUTERS/Beawiharta
Rumayya mengatakan, bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh 47,6 persen kelompok konsumen yang hanya mau mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk ojol maksimal Rp 4.000-5.000 per hari.
ADVERTISEMENT
Bahkan, sebenarnya ada pula 27,4 persen kelompok konsumen yang tidak mau menambah pengeluaran sama sekali. “Total persentase kedua kelompok tersebut mencapai 75 persen secara nasional,” tambah Rumayya.
Terbatasnya kesediaan membayar konsumen, didorong oleh data bahwa 75,2 persen pengguna ojol berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Faktor tarif ojek online ini jadi pertimbangan utama pengguna. Sebagai bukti, papar Rumayya, sebanyak 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama. Jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan.
“Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen,” pungkas Rumayya.