Mendag: Negosiasi Perdagangan Bebas RI-Australia Butuh Waktu 9 Tahun

4 Maret 2019 17:26 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita (kanan) dan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham (kiri) setelah menandatangani perjanjian dagang IA CEPA Indonesia dan Australia di Hotwl JS Luwansa, Jakarta Pusat, Senin (4/3). Foto: Dok. Setwapres
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita (kanan) dan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham (kiri) setelah menandatangani perjanjian dagang IA CEPA Indonesia dan Australia di Hotwl JS Luwansa, Jakarta Pusat, Senin (4/3). Foto: Dok. Setwapres
ADVERTISEMENT
Indonesia akhirnya meneken perjanjian perdagangan bebas dengan Australia (IA-CEPA) pada hari ini. Kedua negara dinilai saling diuntungkan dari kesepakatan IA-CEPA.
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menceritakan kesepakatan perdagangan bebas kedua negara dilalui dengan proses yang cukup panjang. Butuh waktu negosiasi sekitar 9 tahun hingga akhirnya kedua negara sepakat menggelar perdagangan bebas di tahun 2019.
“Akhirnya, setelah berunding selama sembilan tahun IA-CEPA dapat ditandatangani. IA-CEPA merupakan salah satu perjanjian terpenting bagi Indonesia karena sifat dan cakupannya yang menyeluruh. Bukan saja di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi, sebagaimana perjanjian dagang yang tradisional selama ini, tetapi IA-CEPA juga mencakup kerja sama dan kemitraan ekonomi yang lebih luas, terutama di bidang pembangunan manusia dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia,” ungkap Enggar di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (4/3).
Enggar menjelaskan negosiasi IA-CEPA diluncurkan pada November 2010 dan berlangsung selama 12 putaran dengan beberapa pertemuan tingkat ketua negosiator. Cakupan perundingan IA-CEPA adalah perdagangan barang meliputi aspek nontarif, berbagai measures, ketentuan asal barang, prosedur bea cukai dan fasilitasi perdagangan, hambatan teknis perdagangan, sanitasi dan fitosanitasi; perdagangan jasa yang meliputi ketenagakerjaan, jasa keuangan, telekomunikasi, jasa profesional; investasi; perdaganganelektronik; kebijakan daya saing; kerja sama ekonomi; serta ketentuan kelembagaan dan kerangka kerja.
ADVERTISEMENT
Bagi Enggar ada keunggulan IA-CEPA dibandingkan perjanjian perdagangan lainnya. Misalnya adanya kerja early outcomes yang berjalan bersamaan dengan dirundingkannya IA-CEPA. Menurutnya, program early outcomes dilaksanakan untuk menumbuhkan saling percaya di antara kedua negara.
Penandatanganan Indonesia-Australia CEPA. Foto: Elsa Toruan/kumparan
Program early outcomes IA-CEPA meliputi Indonesia-Australia Business Partnership Agreement (IA-BPG), Red Meat and Cattle Partnership, jasa keuangan, proyek pertukaran pengembangan keterampilan, pendidikan dan pelatihan vokasi, Indonesia Food Innovation Center (IFIC), pengembangan desain pakaian dan perhiasan, produk-produk herbal dan spa, pengawasan standar obat dan makanan, dan proyek pemetaan standar.
Untuk itu, ada beberapa produk Indonesia yang berpotensi meningkat ekspornya dari adanya perjanjian bebas ini, misalnya produk otomotif, khususnya mobil listrik dan hibrid. Alasannya, IA-CEPA memberikan persyaratan kualifikasi konten lokal (QVC) yang lebih mudah untuk kendaraan listrik dan hibrid asal Indonesia dibandingkan negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, produk-produk Indonesia yang berpotensi meningkat ekspornya yaitu kayu dan turunannya termasuk furnitur, tekstil dan produk tekstil, ban, alat komunikasi, obat-obatan, permesinan, dan peralatan elektronik.
Lalu di sektor perdagangan jasa, Indonesia akan mendapatkan akses pasar perdagangan jasa di Australia, antara lain kenaikan kuota visa kerja dan liburan, yaitu dari 1.000 visa menjadi 4.100 visa di tahun pertama implementasi IA-CEPA dan akan meningkat sebesar 5 persen di tahun-tahun berikutnya.
Sedangkan dari segi iklim investasi, IA-CEPA akan memberikan perlindungan investor. Terdapat 400 perusahaan Australia yang beroperasi di Indonesia dan dengan IA-CEPA diharapkan investasi Australia akan bertambah, baik secara kuantitas maupun kualitas, khususnya di sektor pendidikan tinggi, kesehatan, industri, konstruksi, energi, pertambangan, pariwisata, dan keterampilan (vokasi).
Penandatanganan Indonesia-Australia CEPA. Foto: Elsa Toruan/kumparan
ADVERTISEMENT
"Peningkatan di berbagai sektor tersebut dapat mendorong daya saing Indonesia di kancah global," ujar Enggar.
Australia merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-17 dan negara sumber impor nonmigas ke-8 bagi Indonesia. Total perdagangan Indonesia-Australia pada 2018 sebesar USD 8,6 miliar, dengan
ekspor Indonesia tercatat senilai USD 2,8 miliar dan impor sebesar USD 5,8 miliar, sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar USD 3 miliar.
Namun, dari sepuluh besar komoditas impor Indonesia dari Australia mayoritas merupakan bahan baku atau bahan penolong industri, seperti gandum, batu bara, bijih besi, alumunium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.
Sementara itu, investasi Australia di Indonesia pada 2018 mencapai USD 597,4 juta dengan 635 proyek terdiri lebih dari 400 perusahaan Australia yang beroperasi di berbagai sektor seperti pertambangan, pertanian, infrastruktur, keuangan, kesehatan, makanan, minuman, dan transportasi.
ADVERTISEMENT