Nasib Adaro Cs Menggantung, ESDM Klaim Iklim Investasi Masih Bagus

10 Juli 2019 22:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Dibatalkannya perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PT Tanito Harum oleh pemerintah menjadi kabar buruk bagi perusahaan tambang batu bara yang bakal habis masa kontraknya.
ADVERTISEMENT
Tanito Harum adalah salah satu pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi I. PKP2B Tanito Harum telah habis masa berlakunya pada 14 Januari 2019 dan sudah mendapatkan perpanjangan izin hingga 20 tahun ke depan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP No. 23/2010), perpanjangan untuk pemegang PKP2B akan diberikan dalam bentuk IUPK.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa revisi PP No. 23/2010 wajib mengacu pada Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Revisi PP No. 23/2010 sendiri belum diteken Jokowi karena masih ada perbedaan pendapat antara Jonan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. Sama dengan KPK, Rini menilai revisi PP tersebut tak sejalan dengan UU Minerba.
ADVERTISEMENT
Selain Tanito Harum, pemegang PKP2B Generasi I yang segera habis masa kontraknya adalah PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kendilo Coal Indonesia (2021), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).
Kini nasib Tanito Harum dan 7 perusahaan lainnya masih menggantung, belum jelas perpanjangannya. Meski demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengklaim, iklim investasi di sektor tambang masih tetap baik.
"Enggak (bakal terganggu), mudah-mudahan sejuk-sejuk saja," kata Bambang di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (10/7).
Bambang juga berpendapat, kasus Tanito Harum tak akan membuat produksi batu bara nasional terganggu. Sebab, kontribusi produksi perusahaan hanya sekitar 1 juta ton per tahun, sedangkan total produksi batu bara nasional tahun ini hampir 500 juta ton.
ADVERTISEMENT
Pun dengan penerimaan negara dari batu bara, menurut Bambang, tak akan terganggu dengan diputusnya IUPK Tanito.
"Produksi banyak banget, IUP di daerah itu 1.100, banyak banget kalau produksi semua," ucapnya.
Bambang juga mengatakan, dengan dibatalkannya IUPK Tanito Harum, seharusnya sudah tidak ada lagi aktivitas pertambangan di sana. Kalau pun ada, berarti melanggar dan bisa dilaporkan ke pihak terkait.
Adapun status lahan bekas milik Tanito Harum, kata Bambang, jika itu milik negara, maka diputuskan lahan untuk dikembalikan ke negara.
"Ya sesuai aturan saja, kalau lahannya diterminasi ya dikembalikan ke negara," tuturnya.