Ombudsman Catat Data Impor Pangan Era Jokowi Lebih Tinggi daripada SBY

29 Januari 2019 16:55 WIB
Pekerja mengangkat karung isi beras di Gudang Beras Bulog. (Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengangkat karung isi beras di Gudang Beras Bulog. (Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
ADVERTISEMENT
Impor pangan masih menjadi masalah klasik bagi Indonesia. Dikenal sebagai negara agraris, Indonesia justru rutin mengimpor pangan dari berbagai negara.
ADVERTISEMENT
Komisioner Ombudsman, Alamsyah Saragih, pun mencoba membandingkan data impor pangan seperti beras, jagung, gula, dan garam, pemerintah saat ini dengan sebelumnya. Dia menilai, di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo, impor pangan jauh lebih besar dibandingkan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Misalnya impor gula, dalam kurun waktu 2015 hingga 2018, Indonesia mengimpor 17,2 juta ton gula. Angka ini sangat tinggi dibandingkan periode Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya mengimpor 12,7 juta ton dalam kurun waktu 2010-2014.
"Gula ini harga di produksi di petani dari tahun ke tahun cenderung turun. Dan kemudian banyak sekali impor," ujar Alamsyah di Diskusi Publik ‘Jokowi Raja Impor?’ di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (29/1).
ADVERTISEMENT
Sementara itu soal impor beras, Ombudsman mengungkapkan pada periode Jokowi (2015-2018) sebanyak 4,7 juta ton. Sedangkan di zaman SBY 6,5 juta ton (2010-2014).
“Saya tidak tahu apakah tahun 2019 akan bertambah lagi, kalau nambah jadi remis atau bisa lebih,” ujarnya.
Pekerja memindahkan beras medium untuk kebutuhan operasi pasar awal tahun 2019 di gudang Perum Bulog. (Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memindahkan beras medium untuk kebutuhan operasi pasar awal tahun 2019 di gudang Perum Bulog. (Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa)
Sedangkan 2 komoditas pangan lainnya yaitu jagung dan garam, impor di era Jokowi juga diklaim lebih besar dibandingkan SBY. Hanya saja dia tidak menuturkan angkanya berapa.
“Kalau boleh bilang posisinya 3-1 kalau pertanyaannya siapa yang lebih banyak impor,” ujarnya.
Ke depan, dia bilang bahwa perhatian utama pemerintah harus menekan laju impor pangan. Pemerintah harus punya cara untuk menggenjot produksi pangan di dalam negeri.
“Maka siapapun yang menjadi presiden ke depan, apabila dalam 100 hari kerja tidak memiliki satu kerangka penguatan kelembagaan sosial ekonomi petani maka kami pastikan 5 tahun lagi akan hal yang sama,” sebutnya.
ADVERTISEMENT