Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2019 masih seret. Total realisasi penerimaan pajak hingga bulan lalu baru Rp 801,16 triliun atau baru 50,78 persen dari target Rp 1.577,56 dalam APBN 2019. Artinya, masih ada kekurangan pajak sekitar Rp 776 triliun untuk mencapai target.
ADVERTISEMENT
Realisasi penerimaan pajak tersebut hanya tumbuh 0,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan periode akhir Agustus 2018 yang mencapai 16,52 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak yang melambat akibat pelemahan ekonomi global. Dia pun akan terus mewaspadai kondisi tersebut.
"Penerimaan pajak yang melambat ini menandakan ekonomi mengalami penurunan, sehingga membayar pajaknya lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini yang harus kita waspadai, karena pelemahan ini dari sisi pajak, terutama dari pajak perusahaan, menandakan mereka mengalami kondisi yang kurang baik," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (24/9).
Secara rinci, Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas mencapai Rp 454,78 triliun atau tumbuh 3,97 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara PPh migas sebesar Rp 39,42 triliun atau turun 6,22 persen dibandingkan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp 288,01 triliun atau turun 6,36 persen dari tahun lalu.
Sementara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencapai Rp 18,94 triliun, tumbuh hingga 52,41 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan jenis pajaknya, terlihat ada tekanan pada perusahaan manufaktur, perdagangan, pertambangan, konstruksi, dan lainnya dengan pertumbuhan PPh Badan yang hanya Rp 155,62 triliun atau hanya tumbuh 0,6 persen. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan tahun lalu yang mencapai 23,3 persen.
Sementara PPh 21 yang berasal dari gaji atau upah karyawan yang dipekerjakan tumbuh 10,6 persen menjadi Rp 102,13 triliun. Angka ini juga lebih rendah dari pertumbuhan tahun lalu 16,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Ini artinya tekanan ekonomi belum terasa pada karyawan karena penerimaan pajaknya masih tumbuh,” jelasnya.
Selanjutnya PPh Orang Pribadi pada Januari-Agustus mencapai Rp 8,91 triliun atau tumbuh 15,4 persen dibandingkan tahun lalu, masih lebih rendah dari pertumbuhan tahun lalu 21,1 persen.
Sri Mulyani menambahkan, jika kondisi tersebut terus berlangsung hingga akhir tahun, kekurangan pajak (shortfall) diprediksi akan melebar dari outlook Rp 140 triliun.
Sementara itu, pemerintah tak akan menahan belanja negara. Akibatnya, defisit anggaran juga akan melebar.
Namun pihaknya enggan merinci hingga berapa pelebaran tersebut. Adapun outlook defisit anggaran tahun ini mencapai 1,93 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kalau dilihat bahwa proyeksinya nanti akan mengalami tambahan shortfall, defisit akan lebih besar dari 1,93 persen," tambahnya.
ADVERTISEMENT