Pengusaha Keberatan soal Rencana Pembatasan Merek dan Kemasan Polos

9 Oktober 2019 17:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Minyak Goreng Curah di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Minyak Goreng Curah di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana membatasi merek dan menerapkan kemasan polos pada beberapa produk konsumsi seperti rokok, makanan, dan minuman. Wacana ini dimunculkan karena pertimbangan kesehatan seperti mengurangi jumlah perokok dan kandungan pada makanan dan minuman yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Terkait wacana ini, pelaku usaha menyatakan keberatannya. Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Doni Wibisono mengaku heran jika aturan ini diberlakukan pada industri makanan dan minuman.
Menurut dia, kehadiran kemasan menjadi sangat penting dalam produk makanan dan minuman. Sebab dalam setiap kemasan tersebut memuat keterangan tentang komposisi produksi, keterangan gizi, hingga sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Jadi untuk penerapan kemasan polos tidak mungkin bisa dilakukan pada industri makanan dan minuman, apalagi ada undang-undang yang menjamin konsumen," kata dia dalam diskusi Dilema Pembatasan Merek dan Kemasan Polos di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (9/10).
Doni mencontohkan misalnya pada produk susu UHT. Menurut dia, produk susu jika kemasannya polos, maka keterangan nutrisinya tidak bisa ditampilkan. Padahal itu penting bagi konsumen.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, konsumen saat ini sudah sangat pintar dalam mencari keterangan pada produk makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Jadi, jika kemasan tersebut polos, produk tersebut berpotensi ditinggalkan konsumen.
Ilustrasi sayuran dalam kemasan Foto: Shutter Stock
Sejauh ini, kata dia, Kementerian Kesehatan yang mewacanakan pertama kali ini isu harus memberikan keterangan sejelas mungkin. Para pengusaha GAPPMI pun siap beradu argumen dengan memanggil pakar atau ahli untuk membahas isu ini.
"Jadi lebih baik regulator unruk kami untuk tentukan aturan ini tepat sasaran enggak, dari pada nanti pelaku usaha enggak sanggup lagi di Indonesia dan pindah ke Vietnam?" katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia Budidoyo Siswanto. Menurut dia, selama ini industri hasil tembakau sudah banyak mendapatkan tekanan dari berbagai aturan yang ada, termasuk rencana kenaikan cukai tahun depan.
ADVERTISEMENT
Pada rokok, sebenarnya industri ini sudah mengikuti aturan pemerintah sejak beberapa tahun lalu yang mengharuskan memuat gambar dampak bahaya merokok. Karena itu, menurut dia, wacana kemasan polos ini cukup mengagetkan.
Menurut dia, jika tujuan dari pembatasan merek dan kemasan polos pada rokok ini bertujuan mengurangi jumlah perokok, Budidoyo justru meragukannya.
"Apa iya begitu? Yang ada gambar dampak bahaya merokok seseram itu saja, masih banyak yang merokok. Jadi tolonglah, ini masih bisa dikaji lagi (wacananya)," kata dia.
Budidoyo mengatakan, para pelaku industri hasil tembakau tak anti pada aturan. Tapi menurutnya, aturan yang berlaku harus adil bagi semua pihak. Selama ini, banyak aturan ketat pada rokok, tapi cukai rokok tetap dinaikkannya dan menyumbang pajak sangat besar tiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Wacana ini dimunculkan pemerintah karena melihat aturan yang berlaku di Australia. Sejak 2012, negara Kangguru itu telah menerapkan rokok kemasan polos