Pengusaha Ramai-ramai Protes Kenaikan Tarif Kargo Udara

20 Februari 2019 10:44 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyortiran komoditas pertanian kargo Bandra Udara Haluoleo, Kendari oleh tim balai karantina pertanian. Foto:  Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyortiran komoditas pertanian kargo Bandra Udara Haluoleo, Kendari oleh tim balai karantina pertanian. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Para pengusaha khususnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memprotes adanya kenaikan tarif kargo udara (Surat Muatan Udara/SMU). Naiknya tarif kargo udara bikin biaya operasional mereka membengkak.
ADVERTISEMENT
Misalnya dialami oleh Direktur CV Jaya Seafood, Muhammad Yusuf. Dia sudah lama menjalankan usahanya sebagai eksportir ikan khususnya produk tuna loin. Pada awal tahun ini, dia mengaku cukup berat untuk mengirim tuna loin dari Gorontalo ke Jakarta. Sebab tarif kargo udara sudah naik 2 kali di Januari 2019.
Contohnya, tarif kargo udara dari Gorontalo ke Jakarta yang biasa Rp 12.000 per kg menjadi Rp 33.000 per kg. Begitu pun dengan rute Makassar ke Jakarta dari sebelumnya Rp 7.000 per kg menjadi Rp 19.000 per kg. Sedangkan dari Banda Aceh ke Jakarta sebelumnya Rp 7.000 per kg menjadi Rp 16.000 per kg.
"Keberatan lah kita udah enggak bisa jual ikan lagi karena ongkos sangat tinggi sedangkan pembelinya tidak mau menaikkan harga," curhat dia kepada kumparan, Rabu (20/2).
ADVERTISEMENT
Kenaikan tarif kargo udara lantas membuat 270 perusahaan jasa pengiriman barang kompak menaikkan tarif pada Januari 2019. Seluruh perusahaan tersebut adalah anggota dari Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo).
"Garuda Indonesia terhitung dari 2018 bulan Juni, Oktober naik 2 kali, lanjut November, lanjut Januari. Total 6 kali kenaikan dengan total mencapai 300 persen lebih. Dampaknya dari kenaikan ini adalah user, karena berapapun biaya kenaikkan itu pada akhirnya adalah yang harus menanggung user yang ada di belakang kita,” sebut Ketua Asperindo Muhammad Feriadi.
Feriadi sudah meminta pemerintah memfasilitasi pertemuan antara pelaku usaha logistik dengan maskapai penerbangan. Sehingga ditemukan solusi untuk menekan kenaikan harga kargo udara.
Kenaikan tarif kargo udara ini, juga dikeluhkan para pelaku UMKM. Apalagi sejak penjualan online marak, perusahaan jasa pengiriman menjadi partner penting karena merupakan jembatan bagi UMKM kepada para konsumennya.
Ilustrasi kargo. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Aini, produsen gamis asal Solo, Jawa Tengah mengaku sangat terpukul dengan kenaikan tarif ongkos kirim (ongkir). Bagaimana tidak, ongkir merupakan komponen yang cukup krusial dalam bisnisnya. Aini mengaku untuk memproduksi gamis, ia harus membeli bahan baku dari Bandung, Jawa Barat. Bahan baku tersebut kemudian dikirim ke Solo menggunakan jasa ekspedisi.
“Kami beli kain dan bahan jahit dari Bandung. Jika ongkir naik otomatis biaya produksi naik. Kalau dulu katakanlah Rp 1,5 juta untuk kirim bahan baku, sekarang jadi Rp 2 juta. Semua online shop se-Indonesia megap-megap jualan,” ujarnya.
Proses itu baru meliputi pengiriman bahan baku hingga produksi. Tapi Aini sudah merasa terpukul dengan kenaikan ongkir. Padahal setelah gamis selesai diproduksi, Aini masih harus mengirim produknya ke para pengecer alias reseller. Dari para reseller ini, gamis masih harus melanjutkan perjalanan hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Rangkaian ini membuat Aini harus putar otak, sebab menurutnya banyak reseller akhirnya kabur karena tak mau bayar ongkir mahal.
ADVERTISEMENT
Untuk pelaku usaha sekelas Aini, ongkir tidak bisa dilimpahkan ke konsumen. Sebab yang ia layani adalah para reseller. Mau tak mau Aini pun harus berkorban agar rantai produksinya tetap berputar. Untuk pengiriman ke reseller, Aini bersedia turut andil menanggung ongkir. Pun demikian, Aini mengaku kemampuannya terbatas. Ia tak berani serta merta mensubsidi ongkir ke semua reseller.
“Saya akali dengan memberi subsidi ongkir agar reseller tetap mau beli produk. Ongkir ditanggung bersama. Tapi kalau terlalu jauh ya enggak berani. Misal Sulawesi dan lain-lain,” ujarnya.
Keluhan yang dialami Muhammad Yusuf dan Aini diamini oleh Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun. Bagi Ikhsan, para pengusaha UMKM sedang terpukul karena naiknya tarif kargo udara yang berujung pada naiknya ongkir. Hal ini belum lagi dengan harga tiket pesawat yang naik dan kebijakan bagasi berbayar yang menurunkan mobilitas wisatawan.
com-Armada Pengiriman JNE Foto: JNE
ADVERTISEMENT
“Oleh-oleh produk UMKM kearifan lokal yang saat ini terpukul omzetnya menurun dengan adanya tarif bagasi berbayar dan juga tarif jasa ekspedisi yang juga ada kenaikan. Tiket juga kan mengalami kenaikan,” timpalnya.
Untuk itu, Ikhsan mendesak agar pemerintah bisa melakukan intervensi menurunkan tarif kargo udara. Jika tidak maka kelangsungan usaha mereka terancam.
“Segera pemerintah melakukan intervensi bagasi berbayar, tinjau ulang harga tiket pesawat, terus tinjau harus diatur harga kargo wajib disesuaikan terhadap program-program UMKM. Sekarang orang-orang jadi berhenti beli oleh-oleh karena terlalu mahal. Nah ini pemerintah juga intervensi berapa harga yang pantas,” jelasnya.