Produsen Tempe: Kedelai Lokal Kualitasnya Bagus, tapi Stok Terbatas

12 September 2018 8:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menunjukkan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe di sentra produksi rumahan di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/9). (Foto: ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menunjukkan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe di sentra produksi rumahan di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/9). (Foto: ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tahu dan tempe menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia. Hampir di semua kelas masyarakat, kedua kudapan ini disukai dan tersedia di meja makan.
ADVERTISEMENT
Tapi bahan baku tahu dan tempe yang dimakan kebanyakan berasal kedelai impor. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin mengatakan pada prinsipnya sebenarnya para pembuat tahu tempe lebih suka pakai kedelai lokal.
Menurutnya, kualitas kedelai lokal jauh lebih bagus dari impor. Tapi, stok di dalam negeri tidak sebanyak di negara pengimpor yang akhirnya tidak bisa memenuhi kebutuhan produsen.
“Kedelai lokal itu wanginya lebih harum. Lebih gurih. Itu kelebihannya. Kualitas yang lokal juga non GMO. Jadi dia tidak pakai zat kimia, lebih sehat. Tapi stoknya sedikit,” kata Aip kepada kumparan, Rabu (12/9).
Pekerja memproduksi tempe di sentra produksi rumahan di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/9). (Foto: ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memproduksi tempe di sentra produksi rumahan di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/9). (Foto: ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)
Aip bilang, dalam satu hektare kedelai di dalam negeri menghasilkan sekitar 1-2 ton per tahun. Sementara di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, 1 hektare bisa menghasilkan 4 ton kedelai per tahun. Jadi dari segi jumlah, Indonesia kalah banyak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, karena kedelai lokal banyak yang tidak menggunakan zat kimia, penyimpanan di gudang pun tidak bisa lama. Setelah 2 bulan diendapkan di gudang, cenderung berjamur.
Sementara dari harga, kata Aip, meski dolar AS tengah naik dan menekan nilai tukar rupiah, harga kedelai impor tidak terpengaruh. Sudah sejak 4 bulan ini harga kedelai impor relatif stabil di kisaran Rp 6.900-Rp 7.100 per kg.
“Sementara di lokal HPP (Harga Pokok Penjualan) saja Rp 8.500 per kg. Kita tidak ingin pakai lokal tapi enggak memenuhi dan memang harganya lebih mahal. Tapi semua itu tergantung impor kualitas standar. Kalau lokal itu tergantung dari pada peminat, kadang belum tua sudah dipetik,” tandasnya.
ADVERTISEMENT