Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pagi itu sangat cerah. Sebanyak 8 ribu orang nampak memadati Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka ada yang mengantar suaminya berangkat ke Batam untuk bekerja dan ada pula yang mengantarkan anaknya untuk menempuh pendidikan di Kota Medan.
ADVERTISEMENT
Ya, mereka bersiap menaiki kapal laut milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) bernama KM Kelud yang segera berlayar. Antrean pun mengular demi mendapatkan satu lembar tiket.
Tapi tunggu dulu, fenomena antrean panjang para penumpang membeli tiket kapal Pelni di Pelabuhan Tanjung Priok tersebut terjadi pada pertengahan bulan Maret tahun 2000. Hal ini yang dikenang oleh Manager Public Relations dan CSR Pelni Akhmad Sujadi.
Sujadi mengatakan, dahulu ketika bertanya kepada banyak orang, moda transportasi apa yang akan mereka gunakan untuk bepergian, pasti jawabannya adalah kapal laut Pelni. Alasannya sederhana, kapal Pelni saat itu dianggap sebagai moda transportasi yang paling murah meriah dibandingkan lainnya.
“Saya masih ingat, dulu kalau mau gunakan pesawat terbang ke Sorong, Papua, itu pesawat hanya ada pilihan naik pesawat Merpati. Harga tiketnya tinggi sekali, sementara transportasi ke sana terbatas. Makanya memilih untuk menggunakan kapal laut saja,” kisah Sujadi kepada kumparan, Jumat (29/6).
ADVERTISEMENT
Namun sayang, kejayaan Pelni sebagai kapal angkutan penumpang perlahan-lahan pudar. Kapal Pelni yang dulu menjadi andalan dalam menghubungkan masyarakat ke berbagai pulau di Indonesia telah kehilangan pamor. Jumlah penumpang pun terjun bebas.
Selama lima tahun terakhir, jumlah penumpang kapal laut Pelni terus merosot. Pada tahun 2014, Pelni mengangkut sebanyak 4,4 juta penumpang. Jumlah itu turun 8% dibandingkan tahun 2013 di mana Pelni mampu mengangkut penumpang sebanyak 4,8 juta penumpang. Di tahun 2015, jumlah penumpang yang diangkut Pelni kembali turun menjadi 4,2 juta orang. Fenomena ini berlanjut di tahun 2016 di mana jumlah penumpang Pelni 4 juta penumpang. Puncaknya terjadi tahun lalu, penumpang Pelni secara nasional hanya tersisa 3,69 juta penumpang.
ADVERTISEMENT
“Mulai tahun 1970-an hingga tahun 2000, Pelni masih mencatat pertumbuhan jumlah penumpang. Namun setelahnya, penumpang kapal terus menurun. Di hari-hari biasa, penumpang kapal itu hanya 50%nya. Yang banyak itu hanya saat Lebaran dan akhir tahun,” imbuhnya.
Menurunnya jumlah penumpang ini tentu berdampak pada kinerja Pelni. Pada tahun 2013, Pelni mencatat kerugian cukup besar yaitu Rp 613 miliar. “Kalau dulu saat kapal kita berjaya kita selalu meraup untung. Bahkan dulu itu gaji karyawan di Pelni cukup diambil dari bunga tabungan deposito saja,” ujarnya.
Untungnya, pemerintah sigap dengan memberikan bantuan lewat suntikan dana yang disebut Public Service Obligation (PSO) atau subsidi. Pada tahun 2014 lalu, dana PSO yang diberikan pemerintah ke Pelni sebesar Rp 920 miliar. Jumlah itu kemudian meningkat menjadi Rp 2,2 triliun pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Di tahun ini, Pelni masih mencicipi dana PSO sebesar Rp 1,8 triliun. Dana PSO digunakan untuk subsidi angkutan pelayaran dan rute transportasi pelayaran hingga ke daerah terpencil.
Sujadi menyatakan dana PSO ini merupakan vitamin sementara agar Pelni tetap hidup. Selain dipusingkan dengan kaburnya penumpang setia, Pelni juga harus memikirkan beban operasional yang semakin membengkak. Penyebabnya adalah banyak kapal yang dimiliki Pelni berusia tua sehingga boros mengonsumsi BBM.
"Sebesar 45% dari pendapatan kami dikeluarkan untuk membayar BBM saja," keluhnya.
Live Update