Sexy Killers dan Isu Lingkungan, Apa Dampaknya Pada Bisnis Batu Bara?

18 April 2019 16:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal pengangkut batu bara di sungai musi, Palembang. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapal pengangkut batu bara di sungai musi, Palembang. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan kelapa sawit, batu bara juga diserang banyak isu negatif. Baru-baru ini, beredar film dokumenter berjudul Sexy Killers yang mengangkat dampak negatif dari pertambangan batu bara.
ADVERTISEMENT
Dalam film dokumenter berdurasi 1,5 jam itu, emas hitam yang merupakan komoditas ekspor terbesar Indonesia ini dikisahkan sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan mematikan banyak orang.
Mulai dari lubang-lubang galian bekas tambang yang tak direklamasi sehingga menimbulkan korban jiwa, air dan udara yang tercemar, hingga konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menuturkan, maraknya isu-isu negatif seperti ini sudah terasa dampaknya pada industri pertambangan batu bara. Perbankan dan industri jasa keuangan mulai membatasi pemberian kredit untuk proyek-proyek yang berbasis batu bara.
"Akses ke pendanaan sudah terpengaruh. World Bank sudah tidak lagi mendanai proyek-proyek berbasis batu bara. Perbankan di negara-negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) juga membatasi. Dampaknya sudah mulai dirasakan," kata Sekretaris Jenderal APBI, Hendra Sinadia, kepada kumparan, Kamis (18/4).
ADVERTISEMENT
Isu lingkungan semakin mendapat perhatian. Apalagi sudah ada Paris Agreement yang mendorong pengurangan emisi karbon. Penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi semakin dikurangi. Indonesia ikut menandatangani Paris Agreement.
Isu-isu negatif memang belum sampai mengganggu ekspor batu bara. Pasarnya untuk saat ini masih terbuka lebar. Tapi di masa mendatang, bukan tak mungkin batu bara senasib dengan kelapa sawit.
"Tekanan pada negara-negara penghasil batu bara makin tinggi. Ke depan ini akan berpengaruh pada penggunaan PLTU," ucapnya.
Di sisi lain, batu bara juga berkontribusi penting untuk perekonomian nasional Indonesia. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari batu bara pada 2018 menembus angka Rp 50 triliun, terbesar kedua setelah sawit.
ADVERTISEMENT
Batu bara merupakan komoditas ekspor terbesar Indonesia, mencapai sekitar 15 persen dari total nilai ekspor. Selain itu, 60 persen listrik PLN yang menerangi seluruh negeri berasal dari pembangkit berbahan bakar batu bara.
Selain itu, batu bara masih merupakan sumber energi paling efisien di Indonesia. Untuk menjaga supaya tarif listrik tetap terjangkau oleh masyarakat, pemerintah sangat bergantung pada batu bara. Belum ada sumber energi lain yang dapat menggantikannya.
Menurut Hendra, industri pertambangan batu bara maupun mineral pasti menimbulkan dampak. Tapi jika pertambangan dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah Good Mining Practice, dampak negatif bisa diminimalkan dan kegiatan tambang bisa berkelanjutan.
Wajah pertambangan batu bara tak selalu buruk. Memang banyak perusahaan tambang yang tidak atau belum menjalankan Good Mining Practice. Tapi banyak juga yang sudah melakukannya.
ADVERTISEMENT
"Kita harus lihat juga yang bertanggung jawab, menjalankan Good Mining Practice. Jadi banyak yang positif. Kita lebih tekankan agar Good Mining Practice dilakukan," tutupnya.