Sri Mulyani Soal Daya Saing RI Turun: SDM Mayoritas Lulusan SD dan SMP

11 Oktober 2019 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi siswa SMP Foto: Diah Harni/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa SMP Foto: Diah Harni/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
World Economic Forum (WEF) mengeluarkan laporan peringkat daya saing dunia terbaru atau Global Competitiveness Index 4.0 2019. Isinya, menyatakan daya saing Indonesia berada di posisi 50 atau turun 5 peringkat (nilai 64,8).
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani, menilai turunnya peringkat tersebut disebabkan karena masalah sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang masih kalah saing dibandingkan negara lain.
"Masalah fundamental struktural di Indonesia memang selama ini SDM mayoritas hanya lulusan SD dan SMP," kata Sri Mulyani di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, Jumat (11/10).
Selain itu, kualitas pendidikan di Indonesia secara manajemen juga masih perlu ditingkatkan dan dilakukan evaluasi secara sistematis terkait sistem pendidikan Indonesia.
Perbaikan semua lini pendidikan tersebut, kata Sri Mulyani, meliputi kurikulum, proses belajar dan mendidik, hingga efektivitas anggaran yang selalu naik setiap tahunnya.
"Kalau memperbaiki pendidikan kan tidak hanya dalam waktu 1 tahun, sehingga yang perlu dilihat pertama program pemerintah yang mencapai Rp 505 triliun (untuk) pendidikan, tahun depan Rp 508 triliun itu kita perlu evaluasi bersama," ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tak hanya soal anggaran untuk peningkatan SDM dan pendidikan, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga akan terus memberikan insentif kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Agar mereka bisa makin baik di dalam delivery-nya. Karena sebagian sangat besar anggaran pendidikan dieksekusi oleh pemda. Karena fungsi pendidikan memang di daerah," katanya.
Upaya lain yang dilakukan Kemenkeu, kata dia, mendorong insentif fiskal seperti peranan swasta dalam penyelenggaraan pelatihan, program vokasi, hingga pembangunan politeknik atau sekolah-sekolah yang dijalankan melalui public partnership.
"Kita akan membangun apa-apa yang memang dibutuhkan, karena sekarang pertanyaan yang sering muncul dengan anggaran segitu besar, kenapa kita tidak bisa menciptakan hasil yang lebih cepat dan lebih baik? Itu yang mungkin jadi fokus kita," ujarnya.