Utang Luar Negeri Swasta Stagnan Imbas Melambatnya Investasi Asing

16 April 2019 11:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per Februari 2019 mencapai USD 388,7 miliar, naik 1,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau month to month (mtm) dan naik 8,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy)
ADVERTISEMENT
ULN pemerintah dan bank sentral mencapai USD 193,8 miliar atau naik 1,8 persen (mtm), terdiri dari ULN pemerintah sebesar USD 190,8 miliar dan ULN bank sentral sebesar USD 2,9 miliar. Sementara ULN swasta mencapai USD 194,9 miliar, cenderung stagnan atau hanya naik 0,6 persen (mtm).
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan, pertumbuhan ULN swasta yang belum signifikan dipicu melambatnya pertumbuhan investasi langsung asing. Menurutnya, investasi langsung asing yang melambat tersebut sudah terlihat sejak kuartal III 2018, sehingga pertumbuhan kebutuhan utang swasta tidak besar.
"Selain investasi, harga komoditas berpengaruh. Harga komoditas ini mengalami penurunan," ujar David kepada kumparan, Selasa (16/4).
Tak hanya itu, sektor swasta juga belum signifikan bermain di proyek infrastruktur lantaran masih didominasi oleh pemerintah atau BUMN. Sehingga menurut David, ULN swasta yang cenderung stagnan adalah hal yang wajar.
ADVERTISEMENT
Sementara ULN pemerintah masih tumbuh seiring dengan adanya kebutuhan penerbitan surat utang di awal tahun. "Penerbitan surat utang pemerintah juga utamanya untuk proyek infrastruktur," katanya.
Adapun hingga Februari 2019, rasio ULN mencapai 36,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dinilai masih sehat karena masih berada di kisaran negara peers dan masih di bawah batas maksimal menurut Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 sebesar 60 persen terhadap PDB.