Wali Kota Bitung: Bisnis Perikanan Lesu karena Transhipment Dilarang

15 Oktober 2018 20:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nelayan menangkap tuna seberat 100 kg. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan menangkap tuna seberat 100 kg. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Wali Kota Bitung Maximiliaan Jonas Lomban berkeluh kesah karena lesunya industri perikanan di Bitung, Sulawesi Utara. Padahal Perairan Bitung dikenal sebagai surga penghasil tuna sirip kuning (yellowfin) dan cakalang.
ADVERTISEMENT
Jonas pun putar otak agar perekonomian Bitung terus tumbuh. Dia akhirnya memilih untuk menggejot sektor pariwisata sekarang. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa industri perikanan Bitung tengah lesu?
Jonas menjelaskan bahwa alasan lesunya industri perikanan Bitung karena praktik transhipment atau bongkar muat ikan di tengah laut dilarang oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014 yang diterbitkan pada 12 November 2014.
“Budaya tangkap kita di Bitung harus transhipment kalau laut itu ada yang menangkap ada yang menampung. Nah kalau begitu kan harus ada transhipment di laut. Karena kondisi kapal ini banyak didesain untuk menangkap bukan untuk menampung,” kata dia usai membuka perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Main Hall BEI, Kawasan SCBD, Jakarta, Senin (15/10).
Nelayan menangkap tuna seberat 100 kg. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan menangkap tuna seberat 100 kg. (Foto: Istimewa)
Jonas mengklaim imbas dari kebijakan tersebut membuat angka ekspor perikanan Bitung menurun.
ADVERTISEMENT
“Saat ini berkurang ekspor kita gara-gara tangkapannya juga berkurang. Tapi kalau nanti tangkapan diberikan izin yang cukup cepat dan kemudian regulasi untuk di laut ditoleransi sesuai dengan budaya kita dalam rangka menangkap ikan di Bitung, itu akan memberikan dampak positif juga terhadap ekspor,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menyebut bahwa industri pengolahan ikan di Bitung tengah megap-megap karena pasokan bahan baku berkurang. Di Bitung ada sekitar 59 unit pengolahan ikan yang membutuhkan bahan baku ikan sekitar 1.440 ton per hari.
“Sekarang cuma ada 100 ton-an. Kalau izin diberikan, dapat 1.000 ton aja berarti utilitas perusahaan bisa sampai 70 persen. Itu akan memberikan perekonomian positif bagi negara ini,” ucapnya.
Untuk itu, Jonas tengah mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian agar industri pengolahan ikan di Bitung bisa hidup kembali. Bagi dia, industri perikanan merupakan urat nadi perekonomian Bitung.
ADVERTISEMENT
“Yang kami lakukan pendekatan meyakinkan pemerintah pusat,” pungkas Jonas.
Hal berbeda justru diungkapkan Dirjen Perikanan Tangkap Kemeterian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar. Menurut dia dengan pelarangan transhipment justru bikin produksi perikanan tangkap meningkat dari tahun ke tahunnya.
Lagipula dengan pelarangan transhipment, sekarang lalu lintas ikan kembali dicatat di pelabuhan pendaratan. Sebelumnya, lalu lintas ikan tidak pernah dicatatkan di pelabuhan karena langsung dibongkar muat di tengah laut (transhipment).
"Sejak tahun 2014 KKP mengeluarkan moratorium kapal ikan asing yang setiap tahun menjarah ikan-ikan di laut Indonesia. Lalu diperkuat dengan pelarangan alih muatan di tengah laut (transhipment). Ini dilakukan secara konsisten," tegasnya.