Albertini: Mendatangkan Ancelotti Serupa Mendatangkan Messi

27 Mei 2018 21:52 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ancelotti, pelatih terbaru Napoli (Foto: ANI POZO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ancelotti, pelatih terbaru Napoli (Foto: ANI POZO / AFP)
ADVERTISEMENT
Akhir musim 2017/18 menjadi tiang pancang baru di keseluruhan perjalanan karier Carlo Ancelotti sebagai pelakon sepak bola. Kali ini, ia mengambil keputusan mengejutkan: menjadi pelatih Napoli.
ADVERTISEMENT
"Napoli mengumumkan kesepakatan dengan Carlo Ancelotti untuk menjadi pelatih tim utama tiga musim ke depan dimulai dari 2018/19," demikian bunyi pengumuman klub.
Ancelotti sendiri sudah berada di Roma. Ia sempat menjalani pertemuan dengan De Laurentiis satu hari sebelum diresmikan sebagai pelatih Napoli. Namun, dia enggan berkomentar banyak sebelum sesi perkenalannya pada 9 Juli mendatang.
Bagi Napoli, Ancelotti tentu memunculkan asa akan perbaikan prestasi di Italia dan Eropa. Lihat saja rekam jejaknya. Dia sempat memberikan satu scudetto kepada AC Milan dan merengkuh tiga trofi Liga Champions sepanjang karier kepelatihannya.
Yang menyambut gembira kehadiran Ancelotti bukan hanya skuat Napoli, tapi juga Demetrio Albertini yang kini dikenal sebagai salah satu petinggi Federasi Sepak Bola Italia (FIGC). Terlebih, Albertini sempat merasakan tangan dingin Ancelotti meramu taktik kala ia masih berkostum Milan, walau hanya setengah musim.
ADVERTISEMENT
Albertini sudah bermain di Milan sejak tahun 1988. Sementara, tahun 2002 menjadi epilog ceritanya bersama Milan. Ancelotti sendiri masuk ke Milan pada November 2001. Kala itu, ia menggantikan Fatih Terim walau kompetisi sudah berjalan setengah musim.
Sayangnya, di musim perdananya itu Ancelotti belum mampu mempersembahkan satu gelar pun kepada Milan. Namun, Milan di bawah kepemimpinan Don Carlo ibarat menjejaki era yang baru. Tak hanya menyoal gelar juara, tapi juga 'kelahiran' pemain-pemain papan atas.
Seremoni perpisahan Albertini (Foto: PACO SERINELLI / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Seremoni perpisahan Albertini (Foto: PACO SERINELLI / AFP)
Atas rekam jejak inilah, Albertino menyambut gembira kembalinya Ancelotti ke ranah sepak bola Italia. Dalam alam pikir Albertini, keputusan Napoli mendatangkan Ancelotti bisa disejajarkan dengan mendatangkan Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo, dua orang yang dinilai paling berpengaruh dalam era sepak bola belakangan.
ADVERTISEMENT
"Mendatangkan Ancelotti itu ibarat mendatangkan Messi atau Cristiano Ronaldo. Ancelotti akan membawa keseimbangan di Napoli. Tim ini kehilangan gelar juara karena mereka kurang seimbang."
"Saya percaya, (Don) Carlo akan sanggup mengatasi tekanan dan membuat tim tetap termotivasi. Terkadang, persaingan sepak bola membuat orang-orang di dalamnya kehilangan antusiasme."
"Dia dapat beradaptasi dengan berbagai situasi dan akan membawa ide-ide segar ke atas lapangan. Namun hebatnya, saya juga percaya Don Carlo akan bisa menjalin hubungan yang baik dengan suporter dan media," jelas Albertini, dilansir Goal International.
Bila ada dua hal yang dipuja Albertini menyoal Ancelotti lewat komentarnya itu, maka dua hal itu akan menjadi strategi taktik dan kecerdasan emosi Ancelotti. Saat masih melatih Milan, Ancelotti beberapa kali harus membongkar strategi dasar permainan tim.
ADVERTISEMENT
Saat Ancelotti masih memimpin, Milan dikenal dengan dua periode: Semasa dan setelah Andriy Shevchenko. Sebelum musim panas 2006, Sheva (nama panggilan Shevchenko -red), Rui Costa, dan Ricardo Kaka menjadi bintang, sementara Andrea Pirlo dan Gennaro Gattuso menjadi jantung permainan.
Setelah musim panas 2006, Milan ditinggal Sheva yang berlabuh ke Chelsea. Tangan dingin Ancelotti bekerja dengan piawai. Ancelotti beralih ke formasi 4-3-2-1, memainkan Kaka sebagai gelandang serang sayap berdampingan dengan Clarence Seedorf. Peran penyerang tunggal di depan Seedorf bergantian menjadi milik Filippo Inzaghi dan Alberto Gilardino.
Lain soal taktik, lain pula perkara kecerdasan emosi Ancelotti. Kedatangan Ancelotti ke Real Madrid sebagai pelatih tidak disambut dengan suasana adem-ayem. Pelatih mereka sebelumnya, Jose Mourinho, mewariskan permusuhan antara sang legenda hidup, Iker Casillas, dan rekan-rekan setimnya.
Dini hari nanti, dua kutub bertemu di Muenchen. (Foto: Pinterest/@9inesports)
zoom-in-whitePerbesar
Dini hari nanti, dua kutub bertemu di Muenchen. (Foto: Pinterest/@9inesports)
Lantas, Ancelotti menjadi Ancelotti. Dengan caranya, ia menenangkan atmosfer ruang ganti yang bergejolak. Ia memulihkan hubungan Casillas dan teman-temannya. Yang mendapat tempat di bawah mistar gawang tak hanya satu nama, Diego Lopez pun demikian.
ADVERTISEMENT
Ancelotti pun membuktikan bahwa pemain-pemain bintang dengan ego setinggi langit macam Ronaldo, Gareth Bale, atau Luka Modric bisa menjadi padu di atas lapangan yang sama.
Semua orang tahu Madrid penuh dengan pemain top. Di satu sisi, memang bisa menguntungkan secara taktik dan kualitas tim. Namun, apalah artinya kehebatan teknik bila semuanya tak sanggup mengendalikan ego masing-masing?
Ajaibnya, di masa kepelatihan Ancelotti, bek seberingas Pepe bisa menjadi pemain bertahan yang lebih 'santun'. Di La Liga musim 2014/15 yang menjadi musim kedua Ancelotti meramu taktik Madrid, Pepe hanya mengantongi empat kartu kuning dalam semusim. Padahal musim semusim sebelumnya, ia diganjar sembilan kartu kuning oleh wasit.
Dan menyoal hubungan dengan media, Ancelotti bukan tipe pelatih yang tergoda untuk berwatak serupa Mourinho ataupun Sir Alex Ferguson. Satu-satunya emosi yang sering ia perlihatkan adalah alisnya yang terangkat sebelah itu.
ADVERTISEMENT
"Saya bukan tipe pelatih yang sibuk menciptakan permainan indah dan mewah. Tujuan saya melatih adalah menciptakan harmoni dalam tim," seperti itu Ancelotti menjelaskan gaya kepelatihannya.
Atas segala hal yang dilakukannya di ruang ganti dan atas lapangan, wajar bila asisten pelatihnya saat itu, Paul Clement, menyebut Ancelotti sebagai manusia tanpa ego. Lantas, Ancelotti yang seperti inilah yang berhasil memberikan La Decima untuk Madrid.
Walau tak berlama-lama menjadi anak asuh Ancelotti, reputasi Ancelotti macam ini yang dikenal oleh Albertini dan mungkin sebagian besar pelakon sepak bola. Karenanya, mengharapkan Ancelotti bisa menjadi bapak dan pelatih bagi Napoli bukan perkara muluk-muluk. Bila di luar Italia saja dia bisa berbicara banyak tanpa harus perang urat leher, apalagi di Italia.
ADVERTISEMENT
Dan menurut Albertini, di atas segala hal tadi, ini yang menjadi bagian terbaik Ancelotti; "Ancelotti selalu datang untuk menang, bukan sekadar bermain bagus."