Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Analisis: AC Milan Kalah karena Fokus yang Hilang Sekejap
22 Oktober 2018 8:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Derby della Madonnina pada Senin (22/10/2018) berjalan seru. Sesuai harapan orang-orang, dia menyajikan sebuah partai bertensi panas, penuh determinasi, dan tentu saja drama menit akhir yang membahagiakan satu kubu dan mengesalkan kubu lain.
ADVERTISEMENT
Inter Milan dan AC Milan bersua dalam Derbi Milan edisi pertama di Serie A 2018/19 di Stadion Giuseppe Meazza. Sempat tidak ada gol, Mauro Icardi muncul sebagai pahlawan Inter lewat sundulannya pada menit 90+1.
Secara keseluruhan, sebenarnya laga berjalan imbang bagi kedua tim. Saling serang menjadi patron dalam permainan kali ini. Kondisi ini bisa dilihat dari catatan statistik kedua tim yang tidak beda jauh, baik soal penguasaan bola (57% berbanding 43%) maupun dari segi tembakan yang dilepaskan (18 berbanding 15).
Apalagi, dalam pertandingan tadi, kondisi kedua tim sempat berada dalam sebuah titik buntu. Meski saling serang, upaya mereka tak ada yang berbuah menjadi sebuah peluang menjanjikan. Dari 33 tembakan yang tercipta di laga itu (jumlah tembakan Inter dan Milan digabung), hanya 5 yang mengatah ke gawang, dengan rincian 4 untuk Inter dan 1 untuk Milan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ada satu hal yang membuat Milan akhirnya kalah dari Inter. Faktor ini memang acap menjadi penentu kekalahan sebuah tim di laga besar, dan mungkin juga pernah dialami oleh tim-tim besar yang lain: hilang fokus dalam sekejap. Andai saja fokus itu tidak hilang, meski sekejap, bukannya tidak mungkin derbi ini berakhir imbang.
***
Sorak sorai mengiringi masuknya para pemain Inter dan Milan dalam laga derbi Milan tersebut. Wajah para pemain, terutama kapten kedua tim, Alessio Romagnoli (Milan ) dan Mauro Icardi (Inter) tampak begitu tegang. Koreo yang muncul dari tribune utara dan selatan stadion semakin menambah kesan bahwa laga ini bukanlah laga biasa.
Dan benar, ketegangan ini berpengaruh terhadap cara kedua tim bermain di awal laga. Tak jelas, sporadis, dan terburu-buru ingin mencetak gol. Tidak terlihat sebuah proses membangun serangan yang rapi dari kedua tim. Namun, seiring jalannya laga, mulai terlihat siapa yang bisa menyusun serangan lebih rapi: Inter.
ADVERTISEMENT
Menyadari lawannya mulai bisa menguasai situasi, Milan melakukan perubahan yang cukup apik. Ketika bertahan, formasi dasar 4-3-3 yang mereka usung berubah menjadi 4-1-4-1, meninggalkan Lucas Biglia sebagai gelandang poros sendirian. Giacomo Bonaventura dan Franck Kessie sedikit lebih maju ke depan.
Sekilas, hal ini tampak seperti pemberian ruang bagi para gelandang tengah Inter, terutama Marcelo Brozovic dan Matias Vecino, untuk mengatur permainan. Nyatanya tidak. Formasi 4-1-4-1 ternyata diterapkan untuk menekan permainan Inter sejak dini. Hal ini mengganggu proses Inter dalam membangun serangan.
Tidak hanya itu, dengan dua bek sayap dan dua gelandang sayap yang sedikit lebih merapat ke tengah, ruang di belakang Bonaventura dan Kessie bisa lebih terjaga. Sisi sayap memang dibiarkan kosong. Tapi, pemadatan yang dilakukan di area tengah, terutama kotak penalti dan area sepertiga akhir, membuat Inter sulit menyerang.
ADVERTISEMENT
Dengan model pertahanan Milan seperti ini, Inter pun tidak memiliki opsi serangan selain melepas umpan silang dari sayap. Beberapa kali Matteo Politano maupun Ivan Perisic memilih melepas umpan dari samping. Hanya, model serangan ini tidak efektif, karena aliran bola memadai yang dapat dimanfaatkan penyerang Inter, Icardi.
Hal ini dilakukan Milan secara konsisten. Para pemain Inter bahkan tampak frustrasi karena serangan mereka tak ada yang berujung gol sampai menit 90+1.
Walau mampu bertahan dengan baik, Milan juga memiliki kekurangan: serangan yang tidak kolektif. Suso dan Hakan Calhanoglu yang diberi tugas sebagai penyuplai bola sekaligus pembantu Gonzalo Higuain di lini depan, tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Suso dan Calhanoglu, dalam banyak kesempatan, memilih untuk langsung menyelesaikan peluang daripada mengirimkan umpan kepada Higuain di kotak penalti. Hal ini membuat penyerang asal Argentina tersebut minim peluang matang. Ujung-ujungnya, Milan juga jadi sulit mencetak gol, apalagi ditambah fakta bahwa tendangan Suso dan Calhanoglu lebih banyak melebar.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan sulitnya Milan membobol gawang Inter, mereka juga dirundung frustrasi. Pada menit 90+1, rundungan rasa frustrasi itu membuat pemain Milan kehilangan fokus. Umpan matang Vecino dari sisi kiri pertahanan Milan gagal diantisipasi. Kesalahan komunikasi terjadi antara Gianluigi Donnarumma dengan bek berbuah gol Icardi.
Usaha yang sudah terbangun dalam menata pertahanan dan menyerang lewat serangan balik, akhirnya menjadi sia-sia, hanya karena fokus yang hilang selama beberapa detik.
Laga besar memang kerap menyimpan efek kejut. Itulah mengapa dalam laga besar, tidak hanya aspek taktikal yang memberikan pengaruh. Aspek-aspek lain macam keberuntungan dan fokus, juga dapat menjadi penentu hasil akhir sebuah laga.
Milan adalah contohnya. Upaya mereka menahan dominasi Inter di laga ini sudah sangat baik. Mereka bahkan membuat Inter sempat tak berdaya karena gelontoran serangan mereka tak ada yang membuahkan hasil berkat sistem pertahanan rapi yang sudah tersusun sejak di lini tengah.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika fokus itu hilang sepersekian detik saja, petaka akan mengintip. Dan di laga kali ini, petaka tak hanya mengintip, tapi menghajar Milan.