Analisis: Mengalahkan Roma dengan Kecerdasan Juventus

23 Desember 2018 8:37 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pemain Juventus dan Roma berduel. (Foto: REUTERS/Massimo Pinca)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Juventus dan Roma berduel. (Foto: REUTERS/Massimo Pinca)
ADVERTISEMENT
Juventus memiliki satu keunggulan yang acap mereka perlihatkan sejauh ini: kecerdasan dalam bermain dan kemampuan untuk beradaptasi dalam segala situasi di sebuah pertandingan. Nah, keunggulan itulah yang mereka perlihatkan saat mereka menjamu AS Roma di ajang Serie A musim 2018/19.
ADVERTISEMENT
Juventus dan AS Roma saling bersua pada laga pekan 17 Serie A musim 2018/19 yang digelar di Stadion Allianz, Minggu (23/12/2018) dini hari WIB. Gol tunggal yang dicetak oleh Mario Mandzukic pada menit 35 membawa mereka pada kemenangan setelah pada awal babak pertama sempat melayani trengginasnya Roma.
Ya, Roma memang bermain trengginas dalam pertandingan ini. Walau dari segi tembakan yang diciptakan mereka kalah jauh dari Juventus (20 berbanding 7), dari segi penguasaan bola, mereka mampu menyamai Juventus dengan persentase 50% berbanding 50%. Pada awal babak pertama dan sekira 25 menit akhir babak kedua, Roma selalu menggempur Juventus.
Tapi, hanya sebatas menggempur. Kekalahan mereka dari segi tembakan sebenarnya sudah menggambarkan penyebab hasil minor Roma di laga ini. Mereka sulit untuk menyerang dan meski pada akhirnya mampu menguasai bola sebanyak Juventus, mereka sulit mengalirkan bola ke dalam kotak penalti Juventus.
ADVERTISEMENT
Tak hanya kesulitan dalam mengalirkan bola, ada beberapa penyebab lain yang membuat mereka kalah dari Juventus. Apakah itu?
Juventus menggunakan salah satu formasi dasar yang lazim mereka gunakan dalam beberapa pertandingan yang mereka lalui, yakni 4-3-3. Dengan formasi ini, fleksibilitas taktik bisa mereka lakukan dan mereka bisa mengubah-ngubah posisi dari pemain sesuka hati, tergantung dari situasi yang berkembang selama pertandingan.
Hal inilah yang kembali mereka jalankan. Di awal pertandingan, Juventus sempat kerepotan karena Roma menerapkan tekanan yang apik. Malah, mereka sempat bermain dengan pertahanan dalam dan lini tengah yang rapat karena serangan-serangan yang Roma lepaskan ini begitu intens dan beberapa di antaranya berbahaya.
Namun, bukan Juventus namanya jika mereka panik. Menghadapi Roma yang seperti itu, mereka menerapkan sebuah pendekatan khusus, yakni transisi yang apik. Sampai sekira menit 16 pertandingan, hal ini mereka lakukan berkali-kali. Juventus menyerang dengan cepat dengan serangan balik dan mampu kembali bertahan dengan cepat ketika mereka diserang balik.
ADVERTISEMENT
Dengan gaya itu, mereka mampu meladeni permainan Roma di awal laga. Memasuki menit 20, saat Roma mengubah gaya main jadi sedikit lebih bertahan, Juventus kembali melakukan perubahan. Mereka mulai bermain lebih menyerang, dan ketika menyerang ini, mereka tidak melakukannya secara asal.
Sadar banyak ruang kosong yang bisa dieksploitasi, Juventus pun menyerang ruang-ruang kosong tersebut--terutama di sisi kiri pertahanan. Inilah yang membuat Juventus mampu mencuri gol pada menit 35. Ditambah kurang fokusnya bek Roma di dalam kotak penalti yang dapat dimanfaatkan oleh Juventus.
Saat laga mulai masuk 20 menit terakhir atau momen ketika Roma memasukkan para pemain dengan napas yang lebih menyerang macam Justin Kluivert, Diego Perotti, dan Edin Dzeko, Juventus kembali mengubah gaya main. Ditandai dengan masuknya Emre Can menggantikan Miralem Pjanic, Juventus menerapkan permainan seperti yang mereka lakukan di awal babak pertama.
ADVERTISEMENT
Meladeni Roma yang mulai agresif, mereka kembali mengandalkan transisi yang apik. Ketika bertahan, mereka mampu bertahan dengan dalam dan rapat. Mereka juga mampu menyerang dengan cepat dan klinis, bahkan sukses mencetak gol kedua lewat sepakan Douglas Costa. Namun, gol itu dianulir usai wasit berkonsultasi dengan VAR dan menilai ada pelanggaran yang dilakukan terlebih dahulu.
Bukan cuma perkara mengubah gaya main, Juventus juga andal dalam soal mengubah posisi dan formasi yang diterapkan. Meski menggunakan formasi dasar awal 4-3-3, pada praktiknya, sepanjang pertandingan Juventus mampu mengubah formasi menjadi 4-4-1-1 maupun 3-5-2. Semua tergantung situasi dan permainan apa yang Roma terapkan.
Pada akhirnya, Juventus menang tipis. Meski tipis, kemenangan tetaplah kemenangan. Dan kemenangan tipis Juventus atas Roma menjauhkan mereka dari para pesaing untuk sementara waktu.
ADVERTISEMENT
Kecerdasan dalam bermain adalah salah satu faktor penentu kemenangan. Kecerdasan ini mewujud banyak hal, seperti penerapan taktik yang apik maupun respons atas situasi yang baik. Juventus adalah tim yang memiliki kemampuan itu, khususnya ketika mereka bermain di ajang Serie A.
Inilah yang membuat mereka sulit dikalahkan oleh tim Serie A lainnya. Cerdas dalam bermain, memiliki keteguhan dalam menjalankan taktik, juga kerap menerapkan respons yang baik atas situasi dalam sebuah pertandingan menjadi faktor pembeda Juventus. Tak heran, sejauh ini mereka masih menduduki puncak klasemen Serie A.
Jika tak ada tim yang mampu bermain secerdas dan memiliki cara merespons situasi sebaik Juventus, khususnya di Italia, maka Juventus akan tetap menjadi tim yang sulit dikalahkan.
ADVERTISEMENT